Mohon tunggu...
Pieter Timothy
Pieter Timothy Mohon Tunggu... Pelajar -

pelajar berumur 17 tahun. 'Mantab gan'-Pieter Timothy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Hah?", Membahas Masalah Persekusi

10 Maret 2018   11:16 Diperbarui: 15 Maret 2018   12:52 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

                “Bro, ikut main futsal yuk!” kalimat ini sering diucapkan oleh teman lelaki sebaya kita yang ingin menghabiskan waktu bersama. Dulu kalimat ini sering terdengar manis untuk anak sekolahan yang ingin menghabiskan waktu untuk menghilangkan stres. Namun, bagaimana jika satu ajakan normal ini berakhir dengan bencana bagi diri kita? Ketika diajak dan kita memutuskan untuk menolak, penindasan oleh teman kita adalah yang kita dapatkan.

                Hal itulah yang terjadi kepada seorang anak SMPN Tangerang Selatan pada hari senin lalu (05/03/2018) yang menolak ajakan bermain futsal temannya. Pelajar berumur 14 tahun ini dipukuli, ditendang, dan dilempari batu oleh temannya sendiri hanya karena ingin fokus belajar untuk UTS [Ujian Tengah Semester]. Pertama kali mendengar ini, yang pertama muncul dipikiran kalian adalah ‘Hah?’ atau ekspresi yang semacam bukan? Ya, me too.

                Intoleransi menjadi sebuah masalah yang dialami oleh Indonesia saat ini, apalagi dengan rasa individualisme yang kian meningkat. Banyak orang yang lebih mementingkan keinginan dan kemauan dirinya sendiri tanpa memikirkan dampak yang muncul bagi pihak lainnya. Orang mulai menumbuhkan egonya, merasa dirinya yang paling benar; karenanya orang sering berujung dengan main hakim sendiri. Tanpa melihat situasi ataupun kondisi, tanpa memikirkan ulang apa yang sebenarnya terjadi, ego seseorang mendorong mereka untuk melakukan kekerasan yang mempersulit keadaan.

                Hal seperti ini seringkali berujung kepada suatu tindakan kriminal, yaitu persekusi. Persekusi adalah sebuah tindakan memburu seseorang atau sekelompok orang dengan sewenang-wenang atau seenaknya sendiri. Dilanjutkan dengan tindakan menyiksa habis-habisan orang atau kelompok tersebut. Tindak kriminal ini sudah semakin marak berkembang karena berkembangnya kebebasan berpendapat melalui sosial media. Apalagi, mengingat keanekaragaman adat, ras, budaya serta agama yang tersebar sampai ke pelosok-pelosok Indonesia, dan intoleransi yang terus meningkat. Kebebasan berpendapat yang baik dan benar susah dimonitor.

                Memposting sebuah pendapat pribadi menjadi susah karena dianggap menyerang hak golongan-golongan tertentu. Banyak kasus yang sebenarnya dapat dihindari muncul karena hal-hal sepele. Lucunya,yang pertama muncul dipikiran mereka adalah untuk menindas balik orang tersebut; dan persekusi pun terjadi karena kedua belah pihak lupa mempertimbangkan tindakan mereka sendiri.

Padahal persekusi dikatergorikan sebagai tindak kriminal yang dapat dibawa ke pengadilan. Orang ataupun kelompok orang yang melakukan tindak persekusi dapat dijatuhkan pasal berlapis. Yakni pasal 268 KUHP tentang pengancaman, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan,pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan masih banyak lagi. Lalu, apakah penjara hal yang sepadan dengan tindak persekusi? Apakah itu sikap yang benar dalam menanggapi kritikan? Apakah masalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara yang lebih damai? Perlukah kita membahayakan orang lain dan diri sendiri dengan tindakan persekusi yang dilakukan tanpa pertimbangan lebih lanjut?

Toleransi seharusnya menjadi sesuatu yang kita tumbuhkan ditengah dunia yang penuh perpecahan. Menyelesaikan masalah dengan cara rasional dan  pertimbangan yang lengkap. Membuka diri, memusnahkan individualisme, dan memikirkan situasi orang lain.

Sebagai pengguna sosial media seharusnya kita menggunakannya dengan benar, ‘with great power comes great responsibillity’; dengan akses penuh terhadap informasi di seluruh dunia, sumber informasi itu seharusnya digunakan untuk menyebarkan kebaikan, bukan kebencian. Jika kita memiliki dapat melakukan hal kecil ini maka, jejaring internet dapat menjadi tempat yang dipenuhi kedamaian bukan kebencian. Dengan melakukan ini, generasi muda, generasi berikutnya tidak akan terpengaruhi dengan hal-hal negatif, dan Indonesia pun dapat maju menjadi negara yang lebih maju; tanpa intoleransi, tanpa persekusi, tanpa penindasan.

Referensi:

http://www.tribunnews.com/metropolitan/2018/03/07/pelajar-smp-di-tangerang-selatan-jadi-korban-bully-hingga-dilarikan-ke-rumah-sakit?page=all

http://www.komunikasipraktis.com/2017/06/pengertian-persekusi.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun