Ketika Ter-PHK, BPJS pun Tak Lagi Melindungi: Catatan Kritis Jamnakerwatch KSPI
Oleh: M. Nurfahroji, S.H. -- Direktur Jamnakerwatch KSPI
Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi seorang pekerja selain kehilangan pekerjaan. Tapi bayangkan, di tengah proses PHK yang belum selesai, mereka justru kehilangan satu-satunya pegangan terakhir: jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan.
Inilah kenyataan pahit yang dialami banyak pekerja di Indonesia hari ini. Saat paling rentan, saat mereka ter-PHK atau berada dalam proses PHK, justru status kepesertaan BPJS mereka dinonaktifkan. Mereka kehilangan perlindungan tepat di saat paling membutuhkannya.
Sebagai organisasi pemantau jaminan sosial ketenagakerjaan, Jamnakerwatch KSPI menerima banyak laporan tentang persoalan ini. Oleh karena itu, pada hasil rapat JAMNAKERWATCH di Kantor KSPI pada 16 Juni 2025, kami akan menggelar audiensi resmi dengan BPJS Ketenagakerjaan Pusat, membawa dua persoalan utama:
1. Kepesertaan Masih Banyak yang Terhambat
Meski jaminan sosial bersifat wajib, kenyataannya banyak perusahaan yang masih abai. Pekerja tidak didaftarkan, atau jika pun didaftarkan, tidak dibayarkan iurannya secara rutin. Padahal pemerintah daerah sudah memiliki dasar hukum untuk menindak: PP 86/2013 dan Permenaker No. 4/2018. Sayangnya, sanksi administratif seperti tidak memberikan pelayanan publik (TMP2T) belum berjalan optimal.
Bukankah sudah saatnya setiap layanan publik -- mulai dari izin usaha, tender, hingga fasilitas lainnya -- meletakkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebagai syarat mutlak?
2. Pekerja dalam Proses PHK Terancam Tanpa Perlindungan
Dalam banyak kasus, begitu ada sengketa PHK, perusahaan langsung menonaktifkan kepesertaan pekerja di BPJS TK. Padahal menurut Pasal 157A UU Cipta Kerja, selama proses PHK belum tuntas, pekerja masih berhak atas upah dan hak-haknya.