Mohon tunggu...
Keshia Vallerie
Keshia Vallerie Mohon Tunggu... Foto/Videografer - anak dh

suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Best Fake Friend

20 September 2019   12:00 Diperbarui: 20 September 2019   12:02 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ihh kamu mau nya apasih?" kataku pada Tifa yang hanya terdiam setelah mendengarku. Tifa sering sekali menjelek-jelekan sahabatku, Nath. Aku sudah bersahabat dengan Nath sejak SD. Nama aslinya ialah Nathalie, tapi aku lebih suka memanggilnya Nath. Saking dekatnya, aku dikira bersaudara dengan Nath. Dan inilah kisah pertemananku di SMP Kelas 1. Di hari pertama sekolah, aku sedih sekali karena tidak sekelas dengan Nath. Lalu, saat di kelas aku bertemu dengan seorang murid pindahan dari sekolah negeri, Tifa. Setiap aku melihat ke arah dia, dia selalu tersenyum padaku. Mungkin dia orang yang baik, pikirku.

Lalu aku pun mencoba untuk dekat dengannya. Dan aku pun menjadi teman dekatnya. Setiap hari kulalui bersama dia. Saat sedih, senang, dia selalu bersamaku. Tapi baru kusadari, dia mendekatiku supaya aku jauh dari Nath. Namun, aku pun mendekatkan Nath dan Tifa. Pada akhirnya mereka menjadi dekat. Kami makan bersama, main bersama, dan jalan-jalan bersama. Kami juga sering menginap di rumah Nath, karena rumahnya luas. Di saat itulah aku berpikir tidak ada masalah di antara kami.

Tetapi situasi itu tidak bertahan lama dan Tifa selalu menjelek-jelekan Nath di depanku. Ternyata dia berteman dengan Nath hanya karena kekayaannya. Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa karena aku sudah dibenci orang-orang sebab aku dekat dengan Tifa. Yap, Tifa ini dibenci orang-orang karena kesombonganya dan sifatnya kasar. Dia sering memukulku dengan alasan 'bercanda'. Bahkan dia pernah mencakarku dan meninggalkan bekas di tanganku. Kutahan emosiku karena kalau aku tiba-tiba menjauhinya, aku tidak punya teman di kelas. Aku pun bertingkah seperti tidak ada yang terjadi. Tetapi karena teman sekelasku sering membicarakan tingkah laku Tifa yang kasar dan tidak sopan, aku pun makin membenci Tifa. Aku sudah berusaha menjauhinya, tetapi itu tidak berhasil. Kuharap waktu berjalan lebih cepat, pikirku.

Lalu, kenaikan kelas pun tiba dan kami libur selama hampir dua bulan. Aku berlibur di Jogja, Nath ke China, sedangkan Tifa hanya di rumahnya. Setelah libur yang panjang, kami masuk sekolah dan bertemu dengan teman-temanku. "Sudah lama banget kita ga ketemu yahh" kata Nath padaku. "Untung kita ga sekelas sama Tifa." balasku pada Nath yang sedang mengambil oleh-oleh untukku." Ya baguslah. Males banget kalo sekelas sama dia, amit-amit." kata Nath. Aku pun tertawa dan menerima oleh-olehnya dari Nath.

Sekarang aku menjadi dekat dengan Katrina, Tisa, dan Gisel. Gisel adalah anak baru pindahan dari luar negeri, dia ini orang Indonesia keturunan Belanda. Saat SD, Tisa dan Tifa adalah teman dekat. Namun, Tisa pun benci dengan sikap Tifa yang kasar, tidak sopan, dan sombong. Tisa menceritakan kepadaku tentang Tifa saat SD.

"Dari dulu tidak ada yang ingin mendekatinya. Aku pun terpaksa berteman dengannya karena dia mendekatiku dulu." kata Tisa. "Yaampun, kok bisa sihh?" tanyaku pada Tisa yang sedang menggerutu saat menceritakannya. Aku mendapat banyak informasi tentang Tifa. Sesuai dugaanku, dari dulu Tifa sering dibully sejak SD. Sudah sewajarnya karena dia bertingkah laku seperti itu. Dia hanya berteman dengan anak laki-laki, makanya sikapnya pun seperti laki-laki, tingkah lakunya kasar, sikapnya tidak baik, bahkan cara berbicaranya pun tidak sopan. Akhir-akhir ini, Tifa sering menyapaku tapi aku pura-pura tidak dengar dan dia tidak mau menyapaku lagi. Bukan karena aku sombong memiliki banyak teman, tetapi karena aku ingin menjauhinya.

Waktu pun berjalan cepat dan reputasi Tifa di sekolah semakin memburuk. 'Anak baru udah sombong banget' kata-kata itu sering sekali diucapkan ke Tifa. Dia dibenci hampir satu sekolah. Setiap berpapasan pun dia selalu sendirian. Tidak ada yang berani mendekatinya. Banyak rumor yang mengatakan bahwa aku menjauhi Tifa karena sikapnya dan semua pun ikut menjauhinya. Waktu-waktu itulah reputasiku menaik dan aku menjadi popular di sekolah. Aku dikenal oleh kakak kelas dan adik kelas. Mereka baik padaku dan selalu menyapaku ketika berpapasan. Sedangkan Tifa, teman-teman di kelasnya pun tidak suka dengan sikapnya Tifa. Namun, ada saja yang bertanya padaku mengapa sebelumnya aku mau berteman dengannya. Setiap ada yang bertanya padaku seperti itu, aku langsung memikirkan mengapa dulu aku mau berteman dengannya. Pertanyaan itu sudah memenuhi pikiranku dan aku sudah muak dengan hal itu. Suka-suka akulah mau berteman dengan siapa, pikirku.

Kehidupanku di kelas 8 ini sangat menyenangkan. Aku juga memiliki teman yang lumayan dekat denganku, Kai. Hampir di setiap pelajaran dia duduk di sebelahku. Karena rumahku dan Kai berdekatan, dia sering mengajakku main basket di lapangan basket di dekat rumah kami. Kai memang jago main basket, karena dia anak basket di sekolah. Dan juga karena aku pendek, jadi dia mengajakku main basket supaya aku bisa jadi lebih tinggi. Kai juga suka menaruh tangannya di kepalaku dengan alasan dia lebih tinggi.

Perayaan hari kemerdekaan pun tiba. Biasanya, murid-murid diperbolehkan membawa kamera dan boleh foto bersama dengan teman-teman. Aku pun membawa kameraku dan foto bersama Nath, Katrina, Tisa, Gisel, dan yang lain. 

Tiba-tiba Tifa mendatangiku dan ingin foto bersama denganku, tapi seketika Kai menarikku dan mengajakku untuk makan di kantin. "Kenapa narik-narik sih?" tanyaku dengan kesal. "Udah ikut aku aja."jawabnya dengan santai. Aku sedikit kesal karena dia menarikku, tapi aku senang karena Tifa tidak mengikutiku lagi. Lalu, di kantin aku bertemu dengan Nath. 

Kai mencari tempat duduk dan aku dengan Nath pergi membeli makanan. Kami terlalu asik mengobrol sehingga menjadi lama sekali. Karena sedang ada perayaan, sekolah mengadakan permainan yang menurutku kurang seru, jadi aku tidak ikut bermain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun