Mohon tunggu...
Kristupa Saragih
Kristupa Saragih Mohon Tunggu... -

Mulai menulis sejak 1991 dan mulai memotret sejak 1992. Menimba ilmu di SMA Kolese De Britto Yogyakarta dan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada. Mantan koresponden Majalah Hai, tahun 1992-2000. Mengabdikan ilmu dengan bekerja sebagai field engineer Schlumberger, sebuah perusahaan multinasional di bidang jasa perminyakan, dan ditempatkan di Vietnam dan Mesir. Sekarang berprofesi sebagai fotografer profesional. Mendirikan dan menjalankan situs komunitas fotografi Fotografer.net, yang terbesar di Asia Tenggara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Satu Jam Penuh Kehangatan Bersama IW 1811

22 Maret 2010   09:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:16 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_99746" align="alignleft" width="300" caption="Pesawat Wings Air ATR72-500 bernomor registrasi PK-WFG sesaat setelah mendarat di Bandara Adisucipto Yogyakarta, Senin (22/3). Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Terbang selalu jadi pengalaman yang menarik. Bagi seorang avid traveler sekalipun, setiap flight punya cerita sendiri-sendiri. Apalagi jika dapat kesempatan menjajal terbang dengan pesawat berbaling-baling ganda ATR72-500 Wings Air. Hari Senin (22/3) saya dan sejumlah rekan terbang menumpang armada terbaru Wings Air ini, yang berkode registrasi PK-WFG. Siang itu, suhu udara di Bandara Juanda Surabaya memang tinggi, sekitar 32-34 derajat Celcius. Penerbangan yang saya tumpangi bernomor IW 1811 dari Bandara Juanda menuju Bandara Adisucipto di Yogyakarta. Ketepatan waktu tak lagi menjadi isu menarik bagi maskapai ini, lantaran banyak orang sudah hapal dan maklum. Tapi penerbangan hari itu jadi tak terlupakan lantaran kehangatan yang terasa sejak masuk kabin pesawat. Saking hangatnya, sampai-sampai tak seorang pun di dalam kabin pesawat tak meneteskan keringat. Bedanya, ada yang keringatnya merembes, ada pula yang mengucur deras. Saya berpikir positif, lantaran mesin pesawat belum hidup, mungkin nanti setelah di runway dan bersiap-siap lepas landas barulah pendingin udara dinyalakan. Tapi ternyata pesawat yang baru datang beberapa bulan yang lalu dari pabriknya di Toulouse, Perancis itu cukup konsisten. Apalagi kalau bukan konsisten mempertahankan kehangatan di kabin itu. Indikator kehangatan kabin ATR72-500 ini semakin tampak secara visual. Tak hanya cucuran keringat, tapi kelihatan dari dinamika fisik penumpang. Ibu-ibu mengeluarkan kipas, sementara bapak-bapak melipat koran dan mengibas-ibaskannya. Memang kibasan kipas dan koran tak bakal mengurangi kehangatan Wings Air IW 1811 ini, tapi bisalah membuat sirkulasi udara lokal di depan wajah masing-masing. Mungkin Anda yang tinggal di dataran tinggi dan pegunungan akan menyukai penerbangan bersama maskapai ini. Anda yang tinggal di belahan bumi bagian utara dan selatan, alias subtropis dan punya 4 musim, juga akan kehangatan pesawat ini. Anda yang ingin keluar keringat tanpa olahraga juga cocok dengan kehangatan kabin ATR72-500 maskapai ini. Di runway bandara Juanda, IW 1811 antri lepas landas beberapa menit, untuk membiarkan 2 pesawat mendarat terlebih dahulu. Harapan saya untuk bisa merasakan kesejukan udara tertahan sejenak. Capt Yazid yang memimpin penerbangan IW 1811 lantas mengumumkan, "Cabin crew, take off position." Pesawat tinggal landas meninggalkan Surabaya. Di ketinggian jelajah 18.500 kaki di atas permukaan laut, kehangatan udara tak berubah jua. Dan masih tetap konsisten hingga awak kabin membereskan sisa-sisa minuman ringan penumpang. Saya memanggil seorang awak kabin, dan minta tolong agar suhu kabin diturunkan. Awak kabin tersebut sejurus menjawab, "Permintaan Bapak akan saya sampaikan ke depan (kokpit)." Hingga Capt Yazid mengumumkan, "Cabin crew, prepare for landing," tak ada perubahan dan kehangatan kabin masih konsisten. Beberapa tangan masih menggapai-gapai ke lubang penyembur udara, sementara sebagian sudah terkulai dan pasrah menikmati kehangatan. Begitu pesawat mendarat di Bandara Adisucipto dan berhenti sempurna parkir di apron, mesin pesawat pun segera mati dan kehangatan semakin menjadi-jadi. [caption id="attachment_99748" align="alignright" width="300" caption="Begitu mendarat di Bandara Adisucipto, saya bergegas masuk ke gedung bandara dan merasakan kesejukan dari kotak ajaib ini. Terlihat di panel, suhu di-set pada 25 derajat Celcius. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Saya bergegas masuk ke bagian kedatangan, dan merasakan kesejukan pendingin udara Bandara Adisucipto. Terlintas di pikiran, konsistensi kehangatan di kabin itu mungkin perlu juga. Jika saat di darat hangat, dan para awak kabin berkeringat, lantas di udara pendingin udara bekerja maka perubahan tersebut bisa jadi tidak sehat. Keringat yang masih melekat di badan dan membasahi pakaian akan membuat kesejukan jadi dingin yang menggigit dan berpotensi tak baik bagi kesehatan para awak kabin. Tak henti-hentinya saya berharap, maskapai penerbangan terbaik Indonesia kelak menerbangi rute Surabaya-Jogja. Tulisan terkait: Penerbangan Bertiket Murah Jangan Berbiaya Murah AC Pesawat Terbang: Hangat di Darat, Adem di Udara [caption id="attachment_99750" align="aligncenter" width="500" caption="Pesawat yang sama ATR72-500 Wings Air PK-WFG saya tumpangi pada hari Jumat (19/3) dari Jogja ke Surabaya. Kehangatan tak terlalu terasa lantaran hujan deras baru saja mengguyur dan matahari sudah beranjak senja. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun