Ternyata anak tersebut tidak bisa sama sekali, meskipun dibujuk dan diulang-ulang oleh orang tuanya, anak tersebut terbata-bata mengulanginya. Panitia PPDB menolak atas pertimbangan dan analisa dampak anak tersebut di masa depan, berpotensi akan tertinggal karena kendala bahasa tersebut.
Kejadian anak laki-laki berinisial 'C' juga dialami oleh seorang pendidik dari salah satu sekolah Strada di Jakarta. Namun bukan sekadar kendala bahasa, namun kendala etika yang dianut oleh salah satu peserta didiknya. Anak tersebut merupakan pindahan dari sekolah internasional yang eksklusif, sehingga ia menyamakannya dengan tempatnya bersekolah saat ini.Â
Ia engga menggunakan seragam sekolah, namun setelah dibujuk, ia mau tetapi tanpa aturan yang sesuai. Baju seragam yang dikeluarkan, sikap membantah dan berargumen dari hasil pemikirannya, hingga sikap individualis yang dimilikinya. Hal tersebut jelas memusingkan setiap pendidik yang menjadi orang tua anak tersebut di sekolah.
Sebagai pendidik, tentu bukan sekadar mendidik ilmu pengetahuan dan keterampilan saja. Namun juga akal dan budinya setiap anak-anak harus diperhatikan. Hal ini menjadi tanggung jawab setiap pendidik, terutama kurikulum merdeka memasukkan profil Pancasila ke dalamnya. Harapannya tentu membuat anak-anak dapat terarahkan baik dalam etika, moral, dan nasionalismenya dalam era yang semakin maju ini.
Menguasai bahasa asing memang baik, namun apa jadinya jika bahasa utama sendiri luntur, bahkan enggan digunakan. Ferdinand sendiri mengatakan bahwa bahasa adalah sebagai ciri khas kelas manusia itu sendiri. Bukan kelas atas, menengah, dan bawah, namun kelas kesetaraan.Â
Sehingga orang Indonesia kelasnya adalah Indonesia, kelas India kelasnya India, kelas Inggris kelasnya Inggris. Bahkan kita tahu, Inggris pun digunakan banyak negara. Orang Amerika sendiri dalam kosa kata cukup banyak perbedaannya, hingga ke dialek dan aksennya pun berbeda.
Tidak jarang orang Amerika harus mencermati dahulu percakapan orang Inggris untuk memahaminya. Begitu halnya dengan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, berbeda meskipun bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau.
Banggalah berbahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia adalah identitas orang Indonesia itu sendiri. Jangan pernah malu dengan bahasa Indonesia. Banyak negara yang masih menggunakan bahasa penjajahnya, kita harus bangga berbahasa Indonesia hingga hari ini.Â
Berbanggalah menggunakan bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia bermakna bahasa kemenangan dari penjajah, bahasa Indonesia adalah pemersatu bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia.