Mohon tunggu...
Jojo Simatupang
Jojo Simatupang Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Menjadi manfaat bagi banyak orang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

8 Hal Pertimbangan Kasus Tembak-menembak Ajudan Irjen Sambo

4 Agustus 2022   14:35 Diperbarui: 4 Agustus 2022   17:03 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irjen Ferdy Sambo dan ajudan semasa menjabat Kadiv. Propam POLRI

Sebelumnya, saya sangat khawatir ketika ingin menuliskan hal ini, menyangkut seorang pejabat tinggi negara. Ibarat kambing mengusik sang raja hutan. Ya, bisa saja sang kambing dilahap menjadi santapannya, atau bahkan dilukai karena benar-benar mengganggu istirahatnya.

Saya bukan saudara, bukan keluarga dari bapak Irjen Sambo, bukan juga dari pihak mendiang Brigadir Yoshua. Meski saya seorang Kristiani seperti beliau berdua, sesuku oleh mendiang, saya tetap memandang secara hati-hati dari kasus yang menjadi santapan masyarakat Indonesia.

Kasus tembak-menembak sesama anggota Polri sudah hampir sebulan. Media memberitakan banyak hal dari jalannya kasus, kejanggalan, proses penyidikan, proses penyelidikan, serta data-data pribadi dan keluarga yang sedang berproses hukum. Namun, memang yang membuat saya masih takut adalah keluarga bapak Irjen masih tertutup rapat. Sebaliknya, identitas mendiang Brigadir terbuka lebar-lebar, mulai dari kekasih, keluarga, sampai video terakhir mendiang.

Tidak masalah sebenarnya, bapak Irjen adalah salah satu petinggi Polri, pejabat negara, sehingga memang informasi diri dan keluarganya harus dijaga kerahasiaannya. Padahal, warganet sudah mencoba mengusutnya, namun tidak juga menemukannya. Bahkan warganet geram "ingin bersilaturahmi ke akun Bapak Irjen Sambo, Ibu Putri, dan anak-anaknya" ujarnya. Sangat minim sekali informasi tentang bapak Irjen Sambo beserta keluarganya, kecuali rekam jejak karier dan digitalnya.

Potongan foto keluarga Irjen Ferdy Sambo bersama para ajudan.
Potongan foto keluarga Irjen Ferdy Sambo bersama para ajudan.

Sebagai warga sipil dan seorang guru, bukan juga anak perjabat, keluarga pejabat, hanya seorang guru di instansi swasta, saya justru bisa bersikap objektif terhadap kasus ini. Tidak adanya ikatan, kepetingan, saya dapat bersuara kecil melalui tulisan ini. Berikut hal-hal yang ingin saya ungkapkan berdasarkan asumsi saya. Sekali lagi, ini hanya asumsi saya pribadi yang saya telah simak dari berbagai sumber setiap harinya.

Pertama, yang saya soroti, saya berpikir jika memang terjadi pelecehan yang dilakukan mendiang Brigadir Yoshua, betapa teganya dan beraninya mendiang. Seorang bawahan dengan pangkat cukup rendah, beraksi di rumah dengan banyaknya penghuni dan penjaganya, melecehkan istri seorang pejabat yang rekam jejak kariernya pun mengerikan. Apakah mendiang memiliki rekam jejak buruk sebelumnya? Apakah hal seperti itu bisa terjadi secara tiba-tiba? Dalam arti, nafsu tidak tertahankan dan langsung ingin 'mencicipi'. Lagi pula, mereka baru saja pulang dari perjalanan jauh, Magelang. Entah, saya mengambil sudut pandang berbeda, karena saya berusaha tidak terpengaruh media yang menaikkan asumsi publik.

Kedua, jika memang mendiang nekat, apakah mungkin hal tersebut pertama kalinya dilakukan? Sebagai seorang anggota Satgassus Polri, berarti mereka lebih cerdas dari rata-rata polisi. Ya mereka di atas rata-rata, apa lagi bapak Irjen Sambo adalah Kadiv Propam yang menangani kasus-kasus polisi 'nakal'. Berarti untuk soal kelihaian, petugas ini lebih 'ciamik' dari polisi pada umumnya, apa lagi sekadar rakyat sipil. Karena tidak mungkin ada orang timbul nafsu tanpa perhitungan jelas. Butuh kesempatan dan proses menjadi nafsu. Apakah hanya melihat berpakaian tidur, atau mungkin pikirannya yang 'kotor' membayangkan si calon korban bisa langsung segera 'eksekusi'? Sedangkan, seorang pemerkosa amatiran (pertama kali/instan), bisa memerkosa calon korbannya dengan melihat situasi dan kondisi sekitar. Meski nafsunya sudah di ubun-ubun sekali pun, ia tetap sangat hati-hati supaya tidak ketahuan. Faktor lain, tidak dalam kondisi nafsu, namun karena tergiur akan fisik calon korbannya, justru si pelaku lebih hati-hati lagi untuk merencanakan 'eksekusinya' tersebut.

Ketiga, Bharada 'E' yang diberitakan adalah sang eksekutor, memiliki pangkat lebih rendah. Sehingga, pengalamannya lebih singkat dari mendiang Brigadir Yoshua. Kemampuan dan jejak karier beliau lebih rendah dari mendiang, yang sudah lebih dulu bergabung dengan Polri, apa lagi di Satgassus. Apakah mungkin tembakan senior yang masih muda tersebut seluruhnya meleset? Sedangkan juniornya, bisa mayoritas 'sukses' bersarang di tubuh sang senior? Seorang polisi akan melakukan tindakan tegas dan terukur meski pun di masa-masa tegang dan terhimpit. Mental mereka jauh dari orang sipil. Jika sipil masih asal menembak, itu lumrah. Tetapi ini orang terlatih, bukan 1 atau 2 tahun, 1-2 kali, bukan sekadar orang pegang pistol untuk hobi, namun setiap saat standby menyimpan senjata untuk tindakan pengamanan.

Keempat, peretasan yang telah terjadi, saya rasa adalah kejahatan digital. Karena, jika memang mendiang Brigadir Yoshua adalah pelaku sebenarnya, tidak perlu ada peretasan di luar sangkut paut kasus tersebut. Terlebih, keluarganya tidak ada kaitan terhadap kasus pelecehan seksual tersebut. Kecuali, Brigadir Joshua terbukti membuat cerita bahwa dirinya akan segera melakukan pelecehan seksual pada waktu dan tempat tertentu. Justru seharusnya dikabarkan, bahwa telah terjadi tindak pelecehan seksual terhadap istri atasannya, sehingga mohon maaf harus terjadi penembakan kepada Brigadir Yoshua yang berakibat meninggal dunia. 

Kapolri Jenderal L. Sigit Prabowo ketika memberi keterangan terkait kasus Ferdy Sambo
Kapolri Jenderal L. Sigit Prabowo ketika memberi keterangan terkait kasus Ferdy Sambo

Kelima, beberapa kali saya menyimak proses hukum di TNI, mereka begitu diproses oleh Detasemen Polisi Militer, semua dibuka terang benderang. Tidak ada peretasan, justru penahanan pelaku, serta pengumpulan barang bukti. Kemudian Komandan atau melalui Puspen/Dispen menyampaikan proses kasus serta turut berbela sungkawa atas kejadian yang menimpa anggotanya. Contoh kasus di tubuh TNI yang terlibat kejahatan kepada warga sipil. Meski proses hukum masih berjalan, sang Komandan dengan tegas angkat bicara terhadap perkara yang dialami anak buahnya. Tetapi lagi-lagi itu yang terjadi di tubuh tamtama hingga perwira menengah. Masa? Eit, tunggu dulu! Di tubuh Polri juga pernah ada kasus yang melibatkan perwira tinggi Polri, yaitu Irjen Napoleon Bonaparte yang berhasil dijebloskan ke jeruji besi.

Keenam, bapak Irjen Sambo telah dinonaktifkan dari Kadiv Propam, namun kembali menjabat sebagai Kasatgassus Polri. Ini adalah ironi dalam tubuh kepolisian. Memang bapak Irjen Sambo bukan tersangka, namun beliau adalah orang yang bertanggung jawab atas kasus tersebut. Semestinya, Kapolri atau Kadiv Propam meminta pertanggungjawaban bapak Irjen Sambo karena kasus yang melibatkan interennya, 2 ajudan 'perang' di rumah dinasnya. Meski pun berstatus sebagai saksi, menurut asumsi saya, sang pimpinan tersebut tidak boleh disertakan dalam jabatan vital di tubuh Polri, selama masih ada kasus yang masih berjalan. Sehingga pejabat sementara ditangguhkan kepada wakilnya, namun yang terjadi hanya tukar jabatan.

Ketujuh, bapak Irjen Ferdy Sambo, saat ini telah dipanggil keempat kalinya terkait kasusnya tersebut. Hari ini, 4 Agustus 2022, bapak Irjen Sambo dipanggil oleh Bareskrim. Tetapi entah mengapa, saya memandangnya seram ya. Beliau hadir dengan pakaian lengkap kedinasan, pangkat terpampang terang dan jelas, dikawal oleh ajudan-ajudannya. Saya ragu, penyidik berani kepada atasannya yang jauh lebih senior dan lebih tinggi. Saya pribadi takut, tidak berani. Apa lagi dalam dunia aparat adalah tunduk kepada atasan. Semoga saja, Bareskrim Propam, Komnas HAM, dan yang mengawal kasus ini tetap berani netral. Bagi saya, hal-hal yang terjadi tersebut, lengkap dengan atribut kekuasannya, seperti sudah menjadi bentuk intervensi secara tidak langsung. Ya tetapi, tidak mungkin juga jika beliau mengunjungi Bareskrim menggunakan pakaian putih-hitam.

Kedelapan, ucapan permohonan maaf bapak Irjen Sambo kepada institusi Polri, dan ungkapan bela sungkawa untuk mendiang Brigadir Yoshua, telah dilontarkan beliau. Dengan tegas memberikan informasi-informasi kondisinya dan keluarga bahwa sedang dalam keadaan terguncang. Jika ditilik, memang bapak Irjen Sambo beserta keluarga saat ini dalam kondisi terguncang. Sehingga sangat menyita waktu serta tenaga. Bukankah agar lebih cepat dan jelas, semuanya harus segera diusut, agar tidak ada satu pun yang semakin memperkeruh suasana? Apakah orang dapat bekerja dengan tenang, jika dia pun dalam proses kasus besar di kariernya?

Saya berusaha seobjektif mungkin dalam hal ini. Bukan memojokkan bapak Irjen Sambo, namun inilah kejanggalan versi saya yang telah saya coba pikirkan. Kiranya bapak Irjen Sambo diberkati Tuhan dan dibimbing  Tuhan dalam kasus ini, serta kasus ini dapat menemukan keadilan serta penyelesaiannya. Begitu pun kepada keluarga Brigadir Yoshua, saya turut berduka cita atas kehilangan anggota keluarga. Kiranya kasus ini dapat terungkap dengan jujur dan benar.

Siapa pun pelakunya, sadarlah. Keadilan menanti anda, entah anda selamat atas kebenaran, atau justru anda hancur karena kesalahan anda sendiri. Salam sehat, salam keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun