Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengejar Kilas Sejarah Kepatihan Purbayan Solo (Part II)

10 September 2021   14:32 Diperbarui: 10 September 2021   14:38 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kegiatan devosional di Kota Solo. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku. 

Tahun 1974, Pak Bonifacius Suranto secara resmi diangkat menjadi pamong wilayah Kepatihan. Pekerjaan rumah, seputar pembentukan iman umat, pengorganisasian, pengkaderan dan pembinaan umat mulai digerakkan. Akan tetapi, kendala masih dijumpai oleh karena jumlah umat yang masih sangat terbatas.

Oleh karena jumlah umat Katoliknya yang masih sangat sedikit (sekitar 30-an KK) dan jumlah pemuda-pemudinya juga sedikit sekali -- di mana di antara mereka itu kebanyakan tidak bersedia menjadi pengurus wilayah -- maka kepengurusan saat itu lebih berpola single fighter (pamong adalah segalanya).

Walaupun seorang diri Pak Suranto berhasil mempersiapkan baptisan wilayah dengan membaptis 11 orang dan mempersiapkan 2 (dua) pasang calon pengantin. Pada masa ini pula kelompok Wanita Katolik dibentuk dengan diketuai Ibu Padmosugito. Di samping itu, muda-mudi Katolik Kepatihan juga banyak membantu menghidupkan wilayah tersebut.

Atas inisiatif sendiri mereka ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan perlombaan, menyelenggarakan acara-acara bersama dengan wilayah lain serta merayakan Natal atau Paskah, maupun kegiatan lain, seperti peziarahan yang menjadi basis tanggung jawab muda-mudi.

Masa kepemimpinan Pak Suranto adalah sebuah persiapan awal menuju sebuah ruang prospek yang didambakan -- Kepatihan harus mampu berlomba dengan wilayah-wilah lain, terutama dalam hal organisasi, keterlibatan di paroki, pengembangan iman umat, kaderisasi dan menemukan karakter khusus wilayah yang nantinya dikenal dengan nama Organisasi Bhakti Kasih. Pada tahun 1979, jabatan pamong wilayah beralih ke tangan Pak JB. Darmanto.

Pak JB. Darmanto adalah hasil kaderisasi tidak langsung dari Pak Suranto. Saat jabatan dialihkan ke Pak Darmanto, Pak Suranto membantu pelayanan di Paroki, yakni sebagai prodiakon. Menariknya, tidak seperti pamong-pamong wilayah sebelumnya -- di mana kebanyakan enggan untuk menerima jabatan pamong wilayah -- Pak Darmanto justru memperlihatkan sesuatu yang sama sekali berbeda.

Totalitas pemberian diri untuk pembangunan wilayah, kebangkitan organisasi, pengkaderan serta organisasi-organisasi yang yang menunjang nafas Kepatihan semakin terlihat. Akan tetapi, istilah single fighter masih menjadi bahasa lugas untuk mendeskripsikan perjuangan Pak Darmanto. Hal ini memang diakuinya karena saat itu (1979 -- 1984), di mana lingkungan belum terbentuk. Karena ketiadaan ranting-ranting kepengurusan, Pak Darmanto harus berjuang sendiri.

Di sela-sela kepemimpinannya, umat wilayah Kepatihan saling mengenal terutama lewat kegiatan-kegiatan kolektif, seperti latihan koor, organisasi yang bergerak di lajur pendidikan serta keseringan untuk tampil pada setiap kegiatan paroki. Pada periode kepemimpinan Pak Darmanto, banyak anak dari wilayah Kepatihan yang diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan.

Untuk membiayai pendidikan anak yang kurang mampu, Pak Darmanto berjuang dengan melakukan penggalangan dana. Door to door, dana dikumpulkan, kemudian dihibahkan untuk keperluan pendidikan anak yang memiliki kerinduan untuk sekolah.

Dengan kata lain, periode Pak Darmanto adalah periode kebangkitan umat -- dari anak-anak hingga orang dewasa. Dikatakan demikian, karena pada periode ini, organisasi mulai terbentuk, pelayanan umat mulai dioptimalkan dan umat merasa hidup dan aktif dalam berbagai kegiatan menggereja. Bahkan, karena dilihat mampu dan dipercaya oleh umat, Pak Darmanto kemudian dipilih oleh Rm. Y Madyosusanto, SJ (1980-1985) menjadi Anggota Panitia Pengembangan Pembangunan Gereja St. Antonius Purbayan (1980).

Kepercayaan itu terus berembun, hingga tahun 1986 -- 1987, Pak Dar dipilih sebagai Bendahara Pembangunan. Di samping itu, perhatiannya pada dunia pendidikan terus ditingkatkan. "Semua anak wajib sekolah. Soal biaya, akan dipikirkan kemudian," kata Pak Dar  (panggilan akrab Pak Darmanto). Pada periode enam tahun kepemimpinannya, Pak Darmanto menemui suatu fenomena yang janggal, terutama berkaitan dengan dunia pendidikan.

Pada tahun 1980-an, Sekolah Negeri semakin menjamur. Akan tetapi, realitas ini tidak menjadi daya tarik bagi para peserta didik dan orangtua untuk menyekolahkan anak mereka di Sekolah Negeri. Kebanyakan orangtua lebih memilih Sekolah Swasta, seperti SD -- SMP Kanisius atau sekolah Katolik lainnya untuk menjadi lahan belajar.

Walaupun Akademi Tehnik Mesin Industri tidak termasuk karya Paroki Purbayan, namun karena dikelola oleh Yesuit, bau kualitasnya tercium hampir ke seluruh Jawa Tengah. Kesenjangan biaya -- bagi orangtua peserta didik -- tidak menjadi sebuah problem; yang terpenting adalah kualitas atau mutu pendidikannya.

Perjuangan Pak Darmanto menjadi pemantik awal kemajuan wilayah Kepatihan. Peran penting Pak Darmanto juga terhitung sebagai pengagas lahirnya Organisasi Bhakti Kasih. Selama enam tahun masa jabatannya, mudika Kepatihan semakin aktif. Untuk mengaktifkan kaum muda dan upaya penggalangan dana, Pak Darmanto bekerja sama dengan seorang mudika yang sangat aktif saat itu -- sekarang dikenal sebagai anggota Kongregasi CB -- Sr. Maria Angela, CB.

Dengan spirit muda, Mbak Angela selaku penggerak kaum muda berusaha mengorganisir kegiatan-kegiatan seputar pengembangan iman umat. Oleh karenanya, mereka selalu tampil pada setiap kegiatan di paroki. Dan, periode -- rentang tahun 1980 -- 1985 -- merupakan masa-masa pembengkakan jumlah umat yang fantastis. Banyak keluarga yang berdatangan untuk dibaptis menjadi Katolik.

Pada tahun 1984, Christian Life Community (CLC) atau kelompok Kehidupan Kristiani yang didirikan pada tahun 1977 oleh Rm. Prayitno memasuki masa krisis. Penyebabnya barangkali karena heterogenitas latar belakang anggotanya. Tepat pada masa ini pula kepemimpinan Pak Darmanto berakhir. Pada tahun yang sama (1984), Pak Suryanto terpilih menjadi pamong wilayah Kepatihan.

Akan tetapi, periode kepemimpinan Pak Suryanto hanya berkisar satu tahun dan sebagai penggantinya, dipilihlah Pak Mulyanto Wibowo. Prospek yang dikelola oleh pamong sebelumnya semakin diasah. Salah satu keberhasilan sekaligus yang menjadi ciri khas wilayah Kepatihan adalah lahirnya Organisasi Bhakti Kasih (1984). Organisasi ini, sejatinya sudah digagas oleh Pak Darmanto semasa periode kepemimpinannya; dan direalisasikan serta mulai bergerak pada masa Pak Mulyanto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun