Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pandemi "Bacot" Saat Pesta Diskon Masa Tahanan Koruptor

24 Agustus 2021   10:53 Diperbarui: 24 Agustus 2021   11:10 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Besaran kasus yang menimpa Joko Tjandra sebetulnya sudah menjadi pemenuhan syarat dirinya tak mendapat remisi. Tindakan Joko Tjandra, secara hukum tidak bisa ditolerir.

Alasan penerimaan remisi bagi Joko Tjandra agaknya memudarkan rasa keadilan yang sesungguhnya. Alasan berkelakuan baik dan alasan bahwa secara yuridis ia telah menjalani satu pertiga masa pidana adalah bentuk toleransi kepada para koruptor. 

Secara tidak langsung, pemberian remisi bagi para koruptor dengan bobot pidana yang berliku-liku sudah menurunkan semangat pemberantasan korupsi. Kelakuan baik seorang narapidana harus sebanding dengan tindakan-tindakan yang diperhitungkan ketika ia dijatuhkan pidana.

Alasan yuridis telah menjalani satu pertiga masa pidana adalah watak hukum yang rigid. Seharusnya, akumulasi peraturan yang menggarisbawahi masa tahanan dengan kurun waktu satu pertiga, disandingkan dengan rasa keadilan. 

Hukum memang berbicara demikian (hak narapidana), akan tetapi, pembuat dan pelaksana kebijakan hukum harus tetap memperhatikan track record dari setiap tahanan. Peringatan HUT Kemerdekaan RI jangan sampai menjadi even akbar pesta diskon masa tahanan bagi para koruptor. Di sinilah refleksi kemerdekaan yang sesungguhnya didalami dan diberi apresiasi.

Di masa pandemi Covid-19 ini, kita mendengar dan menyaksikan ada begitu banyak orang yang masuk dalam pusaran korupsi. Kita secara komunal berkoar-koar agar para pelaku korupsi diberi hukuman yang berat. Semangat ini, kita pupuk dan diteriakkan dengan volume suara tak terbendungi, sementara aturan hukum justru melonggarkannya. 

Hemat saya, aksi melawan korupsi tidak hanya menjadi wacana semata. Keseriusan dalam aksi pemberantasan korupsi, jika didalami, tidak lain merupakan bentuk keberhasilan dari perjalanan kemerdekaan.

Korupsi bukanlah masalah sepele lalu ditenun secara sepele. Jika kita benar-benar berkomitmen untuk memberantas korupsi, mari kita berani membuat gebrakan yang berkeadilan. Gebrakan ini tak melulu tunduk pada bahasa hukum, tetapi lebih pada rasa, tepatnya rasa keadilan. 

Ada banyak narapidana yang mungkin sudah berkelakuan baik dan hendak memanen remisi. Akan tetapi, mereka mungkin tak terlalu disoroti, dikenal, dan diakui di lingkup tahanan. Mereka justru berlama-lama dalam tahanan hanya karena tak mampu membeli kata sepakat.

Jika kita memang berkomitmen memberantas kasus korupsi, apakah tidak lebih baik para tahanan kasus korupsi (koruptor) tak seharusnya diberi korting (remisi)? Wacana koruptor seharusnya dihukum mati, sejatinya sudah lantang diteriak dari waktu ke waktu. 

Opsi hukuman mati untuk para koruptor bukanlah sebuah reaksi yang lahir secara tiba-tiba (emosional), tetapi lebih pada pendidikan watak generasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun