Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Logika Ekonomi Amartya Sen vs Hipotesa Lee

20 November 2020   09:52 Diperbarui: 20 November 2020   09:56 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thequint.com

Penonjolan unsur budaya sebagai kunci keberhasilan kesejahteraan sebuah bangsa itu sempat membuat Samuel P. Huntington untuk menulis The Clash of Civilization and the Remaking of the World Order (1996). Di sisi lain, studi mengenai Jepang, yang dinilai sebagai pelopor "Mujizat Asia Timur" itu menjadi sangat laku. Tulisan-tulisan Robert Bellah, Maruyama Masao sampai Nakane Chie, kembali disimak secara mendetail. 

Namun, sudah lebih dari sepuluh tahun itu, sesungguhnya telah banyak keraguan mengenai keunggulan nilai-nilai Asia itu. Pada akhir dasawarsa 1980-an misalnya, sudah ada beberapa studi ilmiah yang mencoba menganalisa secara kritis kinerja "Mujizat Asia Timur". Salah satu studi yang populer adalah tulisan Karel von Wolferen, The Enigma of Japanese Power: People and Politics in a Stateles Nation (1989). Wartawan Belanda yang sudah sepuluh tahun menetap di Jepang itu, mampu menunjukkan bahwa suksesnya perekonomian Jepang terwujud karena ada represi terhadap rakyat, meski itu dilakukan dengan sangat halus penuh aturan.

Sayangnya, pada masa itu, kritik terhadap Asia Timur, khususnya Jepang, masih terbatas pada bidang sosial dan politik belaka. Dari sisi ekonomi, Asia Timur masih tetap dinilai sebagaimodel ekonomi yang harus ditiru oleh negara-negara berkembang lainnya. "Mujizat" itu bahkan telah melahirkan macan-macan Asia baru dalam bidang ekonomi, yakni Thailand, Malaysia, Cina dan Indonesia. Keunggulan "nilai-nilai Asia" yang juga disebut sebagai "Hipotesa Lee" -- diambil dari nama mantan PM Singapura, Lee Kuan Yew -- seakan sudah menjadi sebuah tesis yang pasti. 

"Untuk membangun ekonomi diperlukan sebuah pemerintahan yang otoriter", begitu kampanye Lee dalam orasinya. Sementara itu, berbagai kritik terhadap keunggulan budaya Asia sering dinilai lebih sebagai ungkapan sikap iri dari negara-negara Barat. "Negara-negara Barat selalu menonjolkan pemberlakuan hak-hak asasi manusia (HAM) secara universal. Hal ini bisa merugikan apabila keuniversalan tersebut dipakai untuk mengingkari atau menyelubungi realitas perbedaan budaya", demikian misalnya kata Menteri Luar Negeri Singapura Abdullah Badawi pada konferensi dunia mengenai "Hak-hak Asasi Manusia" di Wina, Austria, tahun 1993.

Tidak semua ekonom Asia meyakini keunggulan nilai-nilai budaya Asia sebagai dasar kemajuan ekonomi. Amartya Sen, ekonom asal India, pemenang Hadiah Nobel Ekonomi tahun 1998, adalah satu dari sediikit ekonom Asia yang berani melontarkan kritik tajam terhadap "hipotesa Lee" tersebut. Dalam artikelnya di majalah The New Republic (1997)", ia misalnya mempertanyakan hubungan kausal antara corak pemerintahan otoriter dengan dampak positif kemajuan ekonomi. "Pertumbuhan ekonomi di Botswana adalah paling tinggi di dunia. 

Negara itu bukan negara otoriter. Ia bahkan menjadi oase demokrasi di benua Hitam", tulisnya. "Data statistik 100 negara terbukti bahwa dampak positif sebuah pemerintahan otoriter terhadap pertumbuhan ekonomi sangatlah kecil", tambahnya. Dasar argumen Sen antara lain diambil dari penelitian Robert J. Barro -- "Getting it Right: Markets and Choices in a Free Society, 1996". Di sit dikatakan, datangnya kebebasan di negara-negara otoriter memamng menghidupkan ekonomi. Namun, begitu sebuah tingkat demokrasi tercapai, pertumbuhan ekonomi di negara otoriter akan gembos. Hal ini disebabkan karena masyarakat mulai minta tmbahan pembelanjaan kesejahteraan sosial.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun