Mohon tunggu...
krishna prawirawinata
krishna prawirawinata Mohon Tunggu... -

Bergelut dengan bidang pendidikan sudah menjadi cita-cita semenjak kecil. Kebahagiaan dan kebanggaan menjadi guru tidak dapat diukur dengan materi, terutama manakala melihat, mendengar dan menemukan anak-anak (murid) kita yang telah mendewasa mampu berbuat yang lebih baik dan bermakna dibanding diri kita sendiri. Subhanallah....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemajuan atau Kemunduran?

15 Juli 2010   03:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:51 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bulan lalu saya bertemu teman-teman dari YPSDI (Yayasan Pengembangan Sumber Daya Insani) dan Forum LSM Aceh untuk menyiapkan studi yang akan kami lakukan untuk melihat efektivitas model pemilihan Komite Sekolah yang telah diterapkan di 2 kabupaten di Aceh. Tiba-tiba seorang teman menanyakan apakah saya sudah membaca Peraturan Pemerintah yang baru keluar? Belum, saya katakan, PP tentang apa itu dan adakah hal baru yang penting untuk segera kami tahu? Dia katakan, coba baca PP No 17 tahun 2010. "Sepertinya kita berjalan mundur, ada yang kurang pas dengan peraturan mengenai Komite Sekolah. ""Kayaknya kita kembali ke jaman dulu lagi. Komite Sekolah ditetapkan oleh Kepala Sekolah".

Jelas saya kaget mendengarnya. Kepmendiknas 044/U/2002 yang secara jelas menyatakan perlunya pemilihan Komite Sekolah dilakukan secara transparan, akuntabel dan partisipatif; dan harus dilakukan melalui tahapan yang mampu menjamin terlibatnya masyarakat secara luas saja, dalam kenyataan di lapangan masih banyak yang tidak menerapkannya. Apalagi bila dalam PP ini hanya dinyatakan bahwa pemilihan anggota dilakukan melalui rapat orangtua siswa dan kemudian pengurus (yang terdiri hanya dari 3 orang) ditetapkan oleh anggota (yang dipilih tadi melalui rapat orang tua siswa. Lebih gawat lagi, komite terpilih ditetapkan oleh Kepala Sekolah. Lengkaplah sudah! Bagaimana bisa komite independen kalau yang menetapkannya pun Kepala Sekolah?

Heran juga sih, rasanya sebelumnya saya tidak mendengar atau membaca hasil penelitian, laporan atau apapun yang mengindikasikan kelemahan dalam MBS dan sistem pemilihan komite sekolah seperti yang diamanatkan Kepmendiknas dulu. Jadi sebenarnya, apa dasar perubahan ini? Bahkan teman-teman ada juga bertanya "yang nyusun PP ini apa pernah turun ke sekolah, dan melihat bagaimana efektivitas model yang dulu?".

Secara pribadi saya kecewa. Bertahun-tahun mengajak sekolah untuk lebih giat dan proaktif melibatkan partisipasi masyarakat. Mendorong pemilihan komite sekolah dilakukan dengan menjamin keterwakilan masyarakat, kaum perempuan dan mereka yang teralienasi atau terpinggirkan; melalui rposes yang terbuka, demokratis, partisipatif dan juga inklusif. Ketika sekarang mereka sudah merasakan manfaat dari keberadaan komite sekolah yang siap mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat; justru pemerintah melalui produk hukum yang lebih kuat dari Kepmendikas mengatur pemilihan dan pembentukan Komite Sekolah melalui cara yang sarat dengan kemungkinan tidak terwakilinya masyarakat, perempuan dan kaum marjinal.

Ketika yang lain berjalan maju, kita kini berjalan mundur seperti undur-undur ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun