Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Teman belajar

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kalau Pejabat Rajin Membaca, Mungkin Rakyat Tak Jadi Kelinci Percobaan

28 September 2025   20:08 Diperbarui: 29 September 2025   13:21 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca buku | Sumber: Unsplash/Nathan Aguirre

"Membaca memang berat, maka biarlah rakyat saja yang menanggung akibatnya."

Beginilah wajah negeri ketika kebijakan lebih cepat diumumkan ketimbang dokumen kajiannya dibaca tuntas.

Lihat saja dua contoh terbaru: kenaikan PPN 12% yang sempat bikin heboh, lalu buru-buru dipoles ulang hanya untuk barang mewah; atau aturan penjualan LPG 3 kg yang diluncurkan penuh percaya diri, tapi kemudian dicabut secepat kilat setelah rakyat berdesakan di antrean.

Dua kebijakan yang seharusnya lahir dari analisis mendalam, justru tampil bak drama "coba-coba" yang menjadikan publik sebagai pemeran utama tanpa audisi.

Kebijakan publik semestinya lahir dari proses panjang: riset, konsultasi, uji coba terbatas, lalu pengumuman resmi. Namun, yang sering terjadi justru sebaliknya-kebijakan diumumkan dulu, baru kemudian dicari alasan, data, bahkan tambal sulam untuk menutup lubang yang muncul.

Akibatnya, publik seperti menyaksikan drama trial and error dengan tiket masuk yang wajib dibayar lewat pajak, harga kebutuhan pokok, hingga waktu yang terbuang di antrean.

Setiap kali ada revisi, konsekuensinya tidak ringan: kepercayaan masyarakat luntur, aparat di lapangan bingung, dan anggaran negara ikut terbakar hanya untuk menambal kesalahan.

Kebijakan setengah matang ini ibarat kue yang dikeluarkan dari oven sebelum waktunya-tampak cantik di luar, tetapi ketika dipotong isinya masih mentah. 

Pertanyaannya, apakah wajar sebuah negara terus-menerus disuguhi "kue mentah" hanya karena para pembuat kebijakan enggan membaca resep dengan seksama?

Maka pertanyaan pun muncul: apakah semua ini bermula dari pejabat yang malas membaca? Atau lebih tepatnya, dari pejabat yang membaca sekilas tapi merasa sudah paham segalanya?

Mengapa Membaca Itu Penting bagi Pejabat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun