Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Kerja Lebih Luas dari Sekadar ASN: Saatnya Tunjukkan Potensi!

8 Mei 2025   10:42 Diperbarui: 8 Mei 2025   10:42 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama siswa saat graduation | Sumber: Dokpri

Di banyak lingkungan, terutama keluarga menengah di Indonesia, profesi ASN masih dianggap sebagai puncak kesuksesan. Stabil, terhormat, dan 'aman sampai pensiun'. Tak heran, banyak orang tua yang menggantungkan harapan pada anak-anaknya untuk lolos CPNS. Bahkan, tak sedikit yang beranggapan bahwa jika seseorang belum jadi ASN, maka ia belum "mapan".

Saya pun tumbuh dengan narasi serupa. Namun setelah lulus dari jurusan non-kependidikan, saya menghadapi realita: dunia kerja tidak sesempit soal lulus CPNS atau tidak. Ada keresahan: apakah saya punya tempat di dunia pendidikan tanpa gelar keguruan? Bisakah saya bersaing dengan lulusan FKIP atau pendidikan kimia?

Dalam kebingungan itu, saya mulai menyadari satu hal penting: dunia kerja jauh lebih luas dari sekadar jadi PNS. Alih-alih menghabiskan waktu menunggu "panggilan negara", saya memilih untuk fokus mengasah potensi dan menambah skill---terutama bahasa Inggris---yang akhirnya membuka jalan saya menjadi guru kimia di sekolah swasta dengan penghasilan yang cukup dan peluang berkembang yang nyata.

Tantangan di Dunia Kerja: Bukan Soal Ijazah, Tapi Nilai Tambah

Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, gelar saja tidak cukup untuk menjamin pekerjaan yang baik. Terutama bagi lulusan non-kependidikan, seperti saya yang berasal dari jurusan kimia, tantangannya semakin besar. Dulu, banyak orang berpikir bahwa untuk menjadi guru, kita harus lulus dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Namun, kenyataannya, dunia kerja kini lebih melihat pada apa yang bisa kita tawarkan selain gelar.

Realita kompetisi saat ini menuntut kita untuk menguasai lebih dari sekadar materi dasar bidang keahlian. Lulusan non-kependidikan harus mencari cara untuk membedakan diri dari para pelamar lain yang mungkin memiliki latar belakang pendidikan yang lebih sesuai. Di sinilah pentingnya soft skills dan skill tambahan yang menjadi nilai jual.

Saya sendiri menyadari bahwa bahasa Inggris, misalnya, adalah kunci yang membuka banyak pintu. Tidak hanya untuk bekerja di sekolah-sekolah dengan kurikulum internasional atau bilingual, tetapi juga untuk mengakses materi dan pelatihan terbaru yang lebih banyak tersedia dalam bahasa Inggris. Menguasai bahasa asing menjadi nilai tambah yang sangat dihargai di dunia kerja yang semakin global ini.

Selain itu, keterampilan lain seperti public speaking, kemampuan mengajar dengan metode yang interaktif, hingga penguasaan teknologi pendidikan---seperti menggunakan aplikasi untuk mengelola kelas atau membuat materi ajar yang menarik---semakin diperlukan. Terutama dalam dunia pendidikan, kemampuan untuk mengkomunikasikan ide dengan baik dan membuat pembelajaran menarik adalah kualitas yang dicari oleh banyak sekolah swasta.

Perubahan paradigma ini juga terlihat di dunia kerja pada umumnya. Banyak perusahaan dan institusi pendidikan yang kini tidak lagi terfokus pada gelar yang kita bawa, tetapi lebih kepada bagaimana kita bisa memberikan kontribusi nyata sejak hari pertama kerja. Mereka mencari individu yang memiliki keterampilan yang relevan dan siap untuk beradaptasi dengan cepat. Keahlian tambahan, seperti kemampuan untuk bekerja dalam tim, adaptasi dengan teknologi baru, dan solusi kreatif, menjadi faktor penentu dalam perekrutan.

Dunia kerja sekarang bukan soal memiliki gelar yang sesuai, tapi lebih kepada kemampuan nyata yang kita miliki untuk menghadapi tantangan dan berkontribusi dalam organisasi. Dalam hal ini, upskilling dan reskilling---terus belajar dan mengasah kemampuan baru---adalah kunci untuk tetap relevan di pasar kerja.

Meningkatkan 'Nilai Jual' sebagai Guru 

Pada awalnya, saya tidak pernah membayangkan diri saya menjadi seorang guru. Namun, karena kebutuhan finansial saat kuliah tingkat akhir---terutama untuk biaya skripsi dan kuliah---saya mendapat tawaran dari seorang teman untuk mengajar paruh waktu di sekolah swasta. Ini sebenarnya hanya bertujuan untuk menambah uang bulanan, tetapi tak saya sangka, pengalaman itu membuka jalan bagi saya untuk mengeksplorasi dunia pendidikan lebih jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun