"Saya kan guru senior. Sudah cukup pengalaman. Masih perlu belajar lagi? Yang muda-muda aja deh. Saya cukup terima tunjangan dan bagi-bagi tugas."
Kalau kalimat itu terdengar familiar, bisa dipastikan kamu sedang berada di dunia pendidikan yang penuh paradoks ini. Dunia di mana hak-hak seorang guru sering digembar-gemborkan, tapi kewajiban untuk terus berkembang dan belajar justru sering kali diabaikan. Guru yang seharusnya jadi agen perubahan, malah sering terjebak dalam rutinitas monoton dan enggan melangkah keluar dari zona nyaman.
Mengapa Harus Belajar? Toh Sudah Lama Jadi Guru!
Pernahkah kamu mendengar alasan klasik seperti, "Saya sudah tua, susah belajar. Kalau yang muda-muda sih mungkin lebih cepat." Ini sering menjadi alasan utama bagi guru-guru senior yang merasa bahwa sudah cukup pengalaman untuk mengajar. Padahal, jika kita terus berpikir demikian, kita justru jadi guru yang ketinggalan zaman, bukan?
Teknologi berkembang dengan cepat. Murid kita sekarang hidup di dunia yang serba digital, sementara kita, para guru, masih gagap teknologi dan takut kalau laptop atau aplikasi baru justru akan mempersulit kita. Coba pikirkan, bagaimana kita bisa mengajarkan anak-anak supaya cakap teknologi kalau kita sendiri masih berkutat dengan metode lama? Harusnya, kita yang membuka jalan, bukan malah menutup diri dan berdalih dengan usia.
Tunjangan Sudah Masuk, Belajar? Nanti-nanti Aja...
Tak jarang kita mendengar kisah bagaimana beberapa guru yang tidak pernah lelah menuntut hak-haknya, terutama soal tunjangan dan fasilitas. Tapi giliran ditanya soal pelatihan atau peningkatan kompetensi, jawabannya hampir selalu sama: "Ah, nanti dulu. Saya sudah cukup."
Lucunya, setelah tunjangan cair, malah muncul kelegaan seolah sudah "selesai" dengan tugas. Padahal, itu baru permulaan! Kompensasi dan tunjangan memang penting, tapi belajar dan terus berkembang jauh lebih penting. Karena kompetensi yang kita miliki hari ini bisa jadi sudah ketinggalan 5 tahun yang lalu.
Namun kenyataannya, yang rajin mengikuti pelatihan dan workshop, itu-itu saja. Guru-guru yang sudah menunjukkan komitmennya untuk belajar dan berkembang, sementara yang lain? Ya duduk santai, menunggu tugas datang ke meja mereka, berharap kalau semua ini cepat berlalu.
Beban Kompeten Semakin Berat, Tapi Tak Ada yang Peduli
Mau tahu apa yang terjadi kemudian? Yang terus belajar dan berusaha berkembang, ya itu-itu saja yang dibebani dengan tanggung jawab lebih. Bikin modul, mengadakan workshop, jadi mentor, bahkan mengambil alih banyak tugas administrasi. Dan giliran tugas berat datang, yang merasa "belum siap" akan mencari alasan. "Aduh, ini tugas berat, nanti saya bilang saja nggak bisa." Tapi mereka yang sudah siap? Mau nggak mau harus menanggungnya.
Padahal, seharusnya tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu dibagi rata. Guru yang sudah cakap teknologi, yang terus belajar, juga harus dihargai. Jangan malah terus diberi beban lebih karena guru yang satu ini dianggap "belum terbiasa."
Tanggung Jawab Kita Semua, Bukan Hanya Guru yang Kompeten
Menjadi guru itu bukan soal usia. Jangan lagi membenarkan diri dengan alasan "saya sudah terlalu lama di dunia ini" atau "ini bukan dunia saya". Guru itu harus jadi pembelajar sepanjang hayat. Setiap hari adalah kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri, baik itu soal teknologi, cara mengajar, atau bahkan cara berkomunikasi dengan siswa.