Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator in SMA Sugar Group

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat. (Learning facilitator di Sugar Group Schools sejak 2009, SMA Lazuardi 2000-2008; Guru Penggerak Angkatan 5; Pembicara Kelas Kemerdekaan di Temu Pendidik Nusantara ke 9; Pemenang Terbaik Kategori Guru Inovatif SMA Tingkat Provinsi-Apresiasi GTK HGN 2023; Menulis Buku Antologi "Belajar Berkarya dan Berbagi"; Buku Antologi "Pelita Kegelapan"; Menulis di kolom Kompas.com)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Bukan "Tabula Rasa", Konsep Pendidikan yang Memerdekakan

25 April 2024   08:05 Diperbarui: 27 April 2024   17:00 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak yang tengah belajar mewarnai. (Sumber: Shutterstock via kompas.com)

Dalam konteks pendidikan, terdapat perdebatan panjang mengenai apakah anak adalah "tabula rasa" atau tidak. Konsep tabula rasa menggambarkan anak sebagai kanvas kosong yang menunggu untuk diisi dengan pengetahuan dan pengalaman. 

Namun, menurut filosofi Ki Hajar Dewantara, pendiri pendidikan Indonesia modern, anak bukanlah sekadar tabula rasa yang pasif, melainkan individu yang aktif dan berpotensi, memiliki warisan budaya dan potensi yang harus dihargai dan dikembangkan.

Apa itu "Tabula Rasa"?

"Tabula rasa" adalah istilah Latin yang secara harfiah berarti "lembaran kosong." Dalam konteks filosofi dan psikologi, istilah ini digunakan untuk merujuk pada ide bahwa pikiran manusia pada saat lahir seperti kanvas kosong, tanpa pengetahuan, pemahaman, atau pengalaman sebelumnya. 

Konsep ini menunjukkan bahwa pengalaman dan persepsi individu membentuk pengetahuan dan karakteristik pribadi mereka.

Dalam sejarah pemikiran, filosof John Locke sering dikaitkan dengan pengembangan konsep tabula rasa. Locke percaya bahwa pikiran manusia pada awalnya tidak memiliki konsep, ide, atau pengetahuan, dan kemudian berkembang melalui pengalaman sensorik dengan lingkungan sekitarnya.

Istilah "tabula rasa" juga digunakan dalam konteks pendidikan untuk merujuk pada gagasan bahwa individu memiliki potensi yang tidak terbatas untuk belajar dan berkembang, dan bahwa lingkungan dan pengalaman berperan penting dalam membentuk perkembangan dan pemahaman mereka. 

Dalam pendidikan, konsep ini menekankan pentingnya memberikan kesempatan dan lingkungan yang sesuai bagi siswa untuk mengeksplorasi, belajar, dan tumbuh. 

Pendidikan menurut John Locke merupakan sebuah pengalaman yang hendak dialami oleh setiap manusia karena mencakup pengembangan karakter kepribadian dari manusia itu sendiri.

Daniel Grizelj / Getty Images 
Daniel Grizelj / Getty Images 

Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Menelusuri Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara, atau nama aslinya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, adalah tokoh pendidikan yang memperjuangkan pendidikan yang memerdekakan, yang dikenal dengan konsep "Ing Ngarsa Sung Tulada" (Berpikir Yaitu Berani Bertindak). 

Menurut Ki Hajar Dewantara, anak-anak tidak boleh dianggap sebagai kanvas kosong, melainkan sebagai individu yang memiliki potensi unik, kecerdasan, dan keunikan pribadi yang harus diperhatikan dan dikembangkan.

suarapemerintah.id
suarapemerintah.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun