Mohon tunggu...
Kristanto Irawan Putra
Kristanto Irawan Putra Mohon Tunggu... Plastic Waste & Circular Economy Specialist

UNIKA Program Magister Lingkungan dan Perkotaan l SMA TN Angkatan XVIII l Direktur Bank Sampah Induk Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hari Maritim Nasional 2025: Mengurai Aliran Plastik di Pulau Kecil Saparua dan Banda

23 September 2025   22:21 Diperbarui: 24 September 2025   10:57 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengelolaan sampah "open burning" di pulau-pulau kecil di Indonesia (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Pembakaran memang praktis, karena bisa mengurangi volume sampah dengan cepat. Tapi konsekuensinya besar:

  • Sesak napas dalam jangka pendek.
  • Risiko kanker dalam jangka panjang.
  • Polusi udara yang mempercepat perubahan iklim.

Pulau kecil yang seharusnya jadi surga biru, justru berubah seperti pabrik kecil penghasil asap beracun.

Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah "open burning" di pulau-pulau kecil di Indonesia (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Jalan Keluar: Data Jadi Kebijakan

Lalu apa yang bisa dilakukan? Hasil analisis aliran plastik memberi gambaran jelas: tanpa intervensi, kebocoran plastik akan terus terjadi.

Beberapa langkah yang bisa ditempuh:

  1. Data sebagai dasar kebijakan. Pemerintah daerah harus menjadikan data timbulan sampah sebagai pijakan roadmap pengelolaan sampah pulau kecil.
  2. Gotong royong pendanaan. Kombinasi iuran warga, dana desa, CSR, hingga EPR (Extended Producer Responsibility) bisa membuka jalan pembiayaan. Mesin pres kecil dan sistem reverse logistics bisa didukung lewat PLN Peduli atau TJSL PELNI.
  3. Kebijakan hulu. Pulau kecil harus berani melarang plastik sekali pakai. Sabun, deterjen, minyak goreng bisa dijual isi ulang dengan wadah HDPE sistem deposit.
  4. Inklusi komunitas lokal. Pokja Sampah Negeri, Remaja pengumpul plastik, hingga Pembudayaan penggunaan tumbler adalah ujung tombak perubahan

Dari Praktisi Lapangan ke Konsultan Kebijakan

Perjalanan saya dimulai sebagai praktisi lapangan di Yayasan BINTARI: menganalisis rantai nilai daur ulang di Semarang (USAID CCBO) dan Palangka Raya (GIZ 3RproMar). Lalu, bersama Bank Sampah Induk Salatiga, saya belajar bagaimana kelembagaan hanya bisa berkelanjutan kalau punya basis keuangan yang kuat.

Kini, lewat UK's Ocean Grant, saya bekerja di Saparua, Banda, dan Rhun untuk menggabungkan data plastik, skema pendanaan, dan advokasi berbasis emisi CO2eq.

Dari pengalaman itu saya percaya: pulau kecil adalah garda depan ekonomi sirkular. Data aliran plastik bukan sekadar angka, tapi pijakan merancang kebijakan yang inklusif, berkelanjutan, dan menyelamatkan laut biru kita.

Tulisan ini saya buat untuk memperingati Hari Maritim Nasional. Sebagai anak pulau, saya percaya solusi krisis plastik hanya bisa lahir dari data yang kuat, kebijakan yang tegas, dan keterlibatan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun