Mohon tunggu...
Siti Kotijah
Siti Kotijah Mohon Tunggu... Dosen - Hukum

hukum Lingkungan, Hukum Pertambangan, hukum Administrasi Negara, Hukum Adat

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dampak Otonomi Daerah dalam Penguasaan SDA Kalimantan Timur

2 Desember 2011   03:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:56 7327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan pemerintah daerah , sesuai dengan UUD 1945, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraaan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah.

Otonomi daerah merupakan realisasi dari ide desentralisasi (Imawan, 2005). Daerah otonom merupakan wujud nyata dan dianutnya asas devolusi dan dekonsentrasi sebagai makna dari desentralisasi sendiri. Dalam konteks ini, otonomi harus dipahami secara fungsional. Maksudnya, orientasi otonomi seharusnya pada upaya pemaksimalan fungsi pemerintahan (pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan) agar dapat dilakukan secepat, sedekat, dan setepat mungkin dengan kebutuhan masyarakat.

Pada hakekatnya, otonomi merupakan wujud nyata desentralisasi. Dalam bahasa yang sederhana otonomi adalah suatu keadaan yang tidak tergantung pada siapa pun. Dalam bahasa yang lebih politis, dalam konteks hubungan pusat-daerah, otonomi merupakan sebuah kewenangan yang dimiliki oleh daerah untuk mengatur sistem administrasi birokrasi, keuangan, kebijakan publik, dan hal-hal lain, dalam batasan-batasan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.

Penerapan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika kita, yang terdiri dari ribuan pulau, ratusan kultur dan subkultur yang menyebar di seluruh nusantara. Dengan berdasarkan pada variasi lokalitas yang sangat beragam itu, maka sangat tepat untuk menerapkan otonomi daerah. Hal ini akan memberi peluang seluas luasnya bagi tiap daerah untuk berkembang sesuai potensi alam dan sumber daya manusia yang ada di masing masing daerah dan kemudian akan menciptakan suasana kompetisi antar daerah dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.

B. Otonomi Daerah Kalimantan Timur


Kalimantan Timur (Kaltim), merupakan propinsi terkaya ketiga di Indonesia, yang mempunya banyak kekayaan alam sumber daya alam yang berupa: hutan, perkebunan, minyak, tambang, laut, keanekargaman hayati, dan lain-lainnya. Kaltim diberi karuniah Tuhan yang luar biasa indah yakni hamparan permani hijau berupa hutan yang lebat, dengan keanekaragaman hayati yang beraneka ragam jenisnya. Otonomi daerah memiliki kemampuan mengoptimalisasi potensi terbaik yang dimilikinya dan mendorong daerah untuk berkembang sesuai dengan karakteristik ekonomi, geografis, dan sosial budayanya. Perkembangan daerah yang sesuai dengan karakteristiknya ini akan mengurangi kesenjangan antardaerah yang selama ini terakumulasi, dan pada akhirnya dapat mencegah disintegrasi bangsa. Otonomi daerah di Kaltim juga memberi implikasi, positif dan negative

Pelaksanaan otonomi di Propinsi Kalimantan Timur dilakukan dengan peningkatan kemampuan aparatur melalui penguatan manajemen dan kelembagaan; peningkatan kemampuan aparatur; peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); peningkatan kemampuan memobilisasi berbagai sumber keuangan daerah, dan peningkatan peranserta masyarakat dalam pembangunan daerah. Penataan kembali batas wilayah dan daerah dalam rangka pemekaran dan penyesuaian status daerah tertentu, dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan administrasi pemerintahan di daerah. Upaya-upaya inilah yang menjadi tolak ukur untuk mengukur tingkat keberhasilan di Kaltim. .

Hal yang menarik menurut Hasil Penelitian Pusat Penelitian Politik LIPI, menunjukkan penerapan otonomi daerah di Indonesia gagal. Hal ini indikatornya Pemerintah daerah gagal mereformasi birokrasi, rendahnya pelayanan publik dan masih banyaknya penduduk miskin yakni 32,7 juta pada tahun 2010. Semua agenda dan kebijakan tidak didukung dengan grand design yang jelas. Masalah otonomi daerah yaitu konsistensi pemerintah dalam bidang hukum, persepsi daerah soal kewenangan, kolaborasi elit dalam pengelolaan daerah, dan pembagian hasil daerah

C. Penguasaan Sumber Daya Alam dan Otonomi Daerah

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ini ditentukan menjadi urusan pemerintah. Dalam penguasaan SDA yang ada di Kaltim, prinsip otonomi yang seluas-luasnya memberi konseweksi pada perubahan dalam pengelolaan SDA di daerah. Sebagai contoh di Kaltim untuk bidang pertambanga. Untuk izin IUP Kaltim sampai tahun 2011 mencapai 1275, tidak termasuk ijin HPH, Perkebunan dan lain-lain. Dampak yang dirasakan, secara postif dengan adanya peningkatan PAD, Terbukanya kawasan, investasi, tenagakerja, Namun penguasaan SDA di Kaltim, sejak diberlakukan UU No.22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004, telah membawa dampak negative terhadap lingkungan hidup, ekspoiltasi SDA sekarang telah melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Eksploitasi ini membawa pada kerusakan dan menurunnya kualitas lingkungan hidup di Kaltim. Penguasaan SDA juga bermasalah terhadap bagi hasil pada daerah Propinsi Kaltim terhadap peimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Hal lain yang membuat penguasaan SDA hancur, karena pimpin didaerah, berlaku sebagai raja-raja kecil didaerah yang punyi otoritas kekuasan dan kewenangan untuk melakukan perubahan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan SDA.

Kesempatan inilah yang dibuat untuk mengubah semua kebijakan dalam pengelolaan SDA, sehingga pada akhirnya SDA dijual murah, tanpa perlindungan lingkungan dan mengabaikan kepentingan masyarakat setempat. Dengan prinsip otonomi yang dimiliki kepala daerah, banyak melakukan kebijakan dan izin-izin baru dalam pengelolaan SDA yang tidak berbasis, penataan ruang, tata kelola SDA, lingkungan hidup. Kebanyakan kebijakan berorintasi pada kepentingan sesaat, selagi menjabat, dan mengespoiltasi apapun dengan cepat, tanpa memikir dampak yang timbulkan untuk generasi yang akan datang.

Dalam kajian legal spirit desentralisasi dalam penguasaan negara atas sumber daya alam pasca UU Berlakunya UU No.22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menjadi pintu awal dimulainya suatu usaha untuk membangun daerahnya dengan memanfaatkan potensi daerah berupa SDA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.

Pada hakekatnya otonomi daerah yang ingin dibangun merupakan upaya untuk mendekatkan sistem pengelolaan sumber alam pada masyarakat di daerah, agar masyarakat yang bersangkutan dapat merasakan manfaat ekonomi dari eskploitasi sumber daya alam yang didaerahnya.

Demikian juga pengalaman dari penguasaan sumber daya alam yang sentralistik di masa lalu, telah memberikan pelajaran berharga bagi pemerintah yang lebih banyak berpihak pada pemilik modal yang besar dan investor-investor baik dari dalam maupun luar negeri dengan menggunkan teknologi maju justru menimbulkan kerusakan dan kehancuran lingkungan yang tidak terkendali dan konflik pada tataran masyarakat.

Secara konseptual subtansansi perundang-undangan yang berkaitan dengan hubungan hukum penguasaan sumber daya alam, ini tidak sesuai lagi dengan tujuan awalnya, hal ini karena ketentuan yang terdapat didalamnya telah memberikan kekuasaaan yang sangat besar kepada pemerintah daeraj untuk mengatur dan mengurus segala sesutu yang berkaitan dengaan sumber daya alam, sehingga kekuasaan yang dimiliki oleh daerah lambat alut menegasikan keberadaan masyarakat dan yang ada kepentingan modal yang didahulu, bukan kepentingan rakyat atau masyarakat sekitar sumber daya alam.

Seyognya otonomi daerah, memberi nilai kesejahteraan bagi masyarakat di daerah, bukan masalah baru, berupa perusakan dan pencemaran lingkungan. Dalam pengelolaan SDA berorintasi pada nilai-nilai kearifan lokal, yang seharusnya didorong. Otonomi daerah dalam penguasaan SDA, seharusnya memberi nilai lebih bagi pembangunan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah Kaltim.

Tulisan  makalah untuk JPIP Kaltim pada bulan November 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun