Mohon tunggu...
Engkos Koswara
Engkos Koswara Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah/ SMA Negeri Situraja

Semakin Berisi Semakin Merunduk

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Janganlah Jadi Tamu di Rumah Sendiri

4 Januari 2016   15:25 Diperbarui: 4 Januari 2016   17:04 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan Bendungan Jatigede di Sumedang Jawa Barat yang sedang hangat-hangatnya untuk diperbincangkan oleh masyarakat Sumedang pada khususnya maupun oleh masyarakat Jawa Barat pada umunya sudah pasti akan menimbulkan berbagai dampak, baik secara fisik maupun sosial dan budaya terhadap pola kehidupan masyarakat sekitarnya. Masyarakat sekitar area Bendungan Jatigede yang notabenenya adalah masyarakat agraris, berhadapan dengan sebuah perubahan menuju masyarakat pariwisata.

Dimana Bendungan yang dicanangkan dari tahun 1963 semenjak masa pemerintahan Presiden Sukarno ini,  baru selesai pembangunan fisiknya di tahun 2015 pada masa pemerintahan Prsesiden Joko Widodo. Bendungan Jatigede ini merupakan bendungan kedua terbesar di Indonesia setelah Bendungan Jatiluhur, dengan kapasitas penampungan air sebanyak hampir satu milyar kubik membuat bendungan ini adalah salah satu yang terbesar di Indonesia.

Tak ayal dengan adanya pembangunan Bendungan Jatigede ini merupakan suatu dilema bagi masyarakat sekitar. Alasannya, karena masyarakat sekitar secara sosial budaya harus beradaptasi dengan lingkungan barunya untuk bertahan hidup.

Apabila dilihat dari kacamata sosiologi, maka seperti apa yang dikatakan oleh Karl Marx bahwa ekonomi akan berpengaruh terhadap tingkah laku dan cara berpikir seseorang. Hal ini juga nampaknya akan menjadi hal yang lumrah dan pasti terjadi terhadap masyarakat disekitaran Bendungan Jatigede. Penulis sendiri yang merupakan orang asli di sekitar wilayah Bendugan Jatigede sejak saat ini merasakan bagaimana perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat.

Masyarakat yang dulunya hanya mengandalkan hasil-hasil pertanian untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, akan berpikir untuk memanfaatkan sumber daya yang ada yaitu adanya potensi pariwisata dari adanya pembangunan Bendungan Jatigede ini. Kedepannya, masyarakat sekitar harus siap dengan tantangan orang luar yang bisa saja lebih siap untuk memanfaatkan adanya Bendungan Jatigede ini untuk sektor-sektor yang potensial seperti perikanan dan pariwisata.

Apabila tidak kreatif dalam memanfaatkan potensi yang tersedia ini, bukan tidak mungkin masyarakat di sekitar bendungan Jatigede hanya akan menjadi penonton di tengah keramaian dan menjadi tamu di rumah sendiri.

Tentu saja, sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari interaksi dan pola hubungan manusia baik secara idividu maupun kelompok harus bisa memberikan sumbangsihnya terhadap solusi bagaimana masyarakat sekitar bisa untuk bersaing dengan tantangan yang ada bukan malah tersingkirkan dan akhirnya hanya menjadi kaum marjinal. Tentu saja solusi yang ditawarkan haruslah bersifat konstruktif dan mudah dipahami. Secara sederhananya, sosiologi ekonomi ataupun sosiologi pariwisata sebagai rumpun dari ilmu sosiologi terapan bisa digunakan dalam hal ini.

Secara sosiologi ekonomi tentu saja jangan sampai masyarakat sekitar mengalami apa yang namanya False Consciuones atau kesadaran palsu. Terlena dengan kondisi nyaman dengan apa yang telah mereka miliki dan akhirya merasa cepat puas dan tidak ingin untuk mengembangkan kapasitas dari apa yang sebelumnya telah mereka miliki. Karena begini, bisa saja masyarakat sekitar akan merasa puas dengan kondisinya yang sekarang, tanpa melihat bahwa ada potesi ekonomi yang bisa dikembangkan dari danya pembangunan Bendungan Jatigede ini.

Melihat dari budaya masyarakat sekitar yang mayoritas adalah Suku Sunda bukan tidak mungkin hal ini bisa saja terjadi apabila tidak adanya kesadaran untuk berani mengoptimalkan segala potensi yang ada dari Bendungan Jatigede ini. Karena selain timbulnya kesadaran palsu tersebut, jangan sampai masyarakat sekitar di area Bendungan Jatigede ini mengalami yang namanya alienasi. Apa itu alienasi, alienasi secara sederhananya adalah kondisi dimana terpencilnya seseorang dari hasil kerjanya sendiri, baik materil maupun non-materil.

Alienasi bisa saja terjadi sebagai dampak yang paling nyata apabila masyarakat sekitar tidak berani dan cenderung cepat puas dengan kondisi yang telah mereka rasakan saat ini. Dimana mereka “terasingkan” secara sumber daya ekonomi, padahal mereka adalah orang pribumi yang seharusnya bebas untuk mendapatkan dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di wilayah Bendungan Jatigede ini,.

Contohnya, apabila telah berkembang pariwisata seperti pemanfaatan sumber daya air di Bendungan Jaigede untuk kegiatan seperti penyewaan banana boat, dayung, perahu/kayak dan lain sebagainya untuk tujuan komersil. Tetapi yang memiliki usaha tersebut adalah orang luar, dan orang pribumi sendiri hanya menjadi “pembantu”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun