Mohon tunggu...
Kosmas Mus Guntur
Kosmas Mus Guntur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis

Menjadi aktivis adalah panggilan hidup untuk mengabdi pada kaum tertindas. Dan menjadi salip untuk menebus Amanat Penderitaan Rakyat (AMPERA).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Beda Bupati, Beda HUT Mabar

28 Januari 2020   08:02 Diperbarui: 28 Januari 2020   08:34 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Istimewa: dok. Eksponen Pejuang Kabupaten Manggarai Barat

Oleh: Kosmas Mus Guntur, Aktivis PMKRI 

Tokoh revolusioner sejati Republik Indonesia, Soekarno atau yang kerap disapa Bung Karno dalam pidato bersejarahnya di HUT 17 Agustus Tahun 1966 mengatakan: Abraham Lincoln, berkata: "one cannot escape history, orang tak dapat meninggalkan sejarah", tetapi saya tambah : "Never leave history". 

Inilah sejarah perjuangan, inilah sejarah historymu. Peganglah teguh sejarahmu itu, never leave your own history! Peganglah yang telah kita miliki sekarang, yang adalah AKUMULASI dari pada hasil SEMUA perjuangan kita dimasa lampau. 

Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum, engkau akan berdiri di atas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap.

Penggalan pidato Bung Karno diatas seolah mengajak kita (Masyarakat Manggarai Barat) semua untuk merefleksikan kembali nilai-nilai perjuangan para founding fathes yang rela mengorbankan seluruh jiwa dan raganya untuk memperjuangkan pemekaran Kabupaten Manggarai Barat. 

Founding fathers yang dimaksut penulis adalah para pendiri atau eksponen pejuang pemekaran "Kabupaten Manggarai Barat" yang meresahkan adanya perubahan penetapan HUT Kabupaten Manggarai Barat. Dr. Bernadus Barat Daya, SH.,MH dalam akun resmi Facebook miliknya @Bintang Bbd yang diunggah pada 27 Januari, mencuit, "Hari ini Ultah KMB ke-17 Tahun (27 Januari 2003-27 Januari 2020). Sayangnya, KMB telah bergeser jauh dari Historis kelahirannya", cuitannya.

Penulis menilai, cuitan Barat Daya, ini merupakan bentuk protes terhadap pemerintah Mabar yang telah menciderai catatan sejarah pemekaran KMB. Lahirnya Kabupaten Manggarai Barat (selanjutnya disebut Mabar) berdasarkan Undang-undang (selanjutnya disebut UU). 

Lahirnya sebuah UU yang dalam hal ini UU tentang pembentukan suatu Daerah Otonom Baru (selanjutnya disebut DOB), tentu melalui proses panjang yang melibatkan sejumlah pihak, yaitu unsur masyarakat, pemerintah dan parlemen. Keterlibatan ketiga komponen itu sesuai porsi dan kewenangan masing-masing.

Mula-mula tentu harus ada keinginan atau tuntutan dari masyarakat akar rumput yang merepresentasikan adanya kehendak yang kuat untuk memekarkan sebuah DOB. Aspirasi rakyat itu merupakan salah satu syarat dasar, di samping beberapa syarat formal lainnya di dalam alur proses pemekaran DOB.

Aspirasi rakyat itu kemudian disampaikan kepada pemerintah yang dimulai dari unsur pemerintahan daerah kabupaten (induk), pemerintah provinsi hingga pemerintah pusat. Setelah semua persyaratan terpenuhi, barulah pemerintah dan parlemen dapat menindaklanjutinya hingga menjadi sebuah produk hukum yang legal.

Rancangan UU pembentukan kabupaten (RUU) lalu dibahas dan disahkan menjadi UU melalui beberapa tahapan sidang di DPR. Puncak dari proses panjang itu adalah ketika DPR mengesahkan RUU menjadi UU.

Dalam konteks Mabar, pengesahan UU tersebut ditetapkan melalui sidang paripurna di DPR RI pada tanggal 27 Januari 2003. Sebulan kemudian, pada tanggal 25 Februari 2003, UU yang telah disahkan oleh DPR tersebut, diberi urutan penomoran dan Lembaran Negara atas UU yang yang sudah ada, sekaligus diumumkan dalam berita negara.

Berdasarkan tata urutan yang dilakukan oleh Sekretaris Negara (Sesneg) dan Sekretariat Kabinet (Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II), maka untuk UU tentang Pembentukan Kabupaten Mabar di Provinsi NTT diberi Nomor 8 dan tercatat dalam Lembaran Negara Nomor 28, serta tambahan Lembaran Negara Nomor 4271. 

Semua proses pemberian nomor dan penandatangan terhadap UU yang disahkan itu merupakan tindak lanjut yang wajib dilakukan oleh Sekretariat Negara. Tindak lanjut itu adalah sebuah tindakan hukum administrasi negara.

Kurang lebih lima bulan setelah itu, tepatnya tanggal 17 Juli 2003, Mendagri kala itu, Harry Sabarno bersama Gubernur NTT, Bupati Manggarai dan sejumlah unsur lainnya melakukan acara seremonial peresmian Kabupaten Mabar yang acaranya dilakukan di gedung Youth Center, Labuan Bajo.

Saat itu, Mendagri membacakan Surat Keputsan (SK) tentang Peresmian Kabupaten Mabar di hadapan ribuan masyarakat. Acara itu juga merupakan tindak lanjut dari UU yang sudah ada.

Kontroversi HUT

Pada tahun ini, Mabar genap berusia 17 tahun. Dalam kurun waktu 17 tahun, perdebatan tentang 'Hari Jadi' atau Hari Ulang Tahun (HUT) kabupaten di ujung barat Flores ini masih terus muncul. Ketika Mabar dipimpin oleh Bupati W. Fidelis Pranda (2003-2004 dan 2005-2010) , HUT Mabar ditetapkan tanggal 17 Juli.

Penetapan tanggal tersebut merujuk tanggal peresmian kabupaten itu. Sedangkan saat dipimpin oleh Bupati Agustinus Ch Dula (2010-sekarang), HUT Mabar ditetapkan tanggal 25 Februari. Penetapan tanggal tersebut, konon telah diperkuat melalui Perda Mabar tahun 2014 silam. Penetapan yang berbeda-beda oleh kedua bupati itu, terus menuai perdebatan di kalangan masyarakat Mabar sendiri.

Sejumlah eksponen pejuang pemekaran yang dalam hal ini diwakili oleh Bernadus Barat Daya, sejak 2003 telah sering mempersoalkannya. Menurut Barat Daya, penetapan HUT Mabar, baik pada tanggal 17 Juli maupun tanggal 25 Februari merupakan sebuah kesalahan sejarah, karena tidak benar dan tidak tepat.

Ia melontarkan kritikan pedas dan perlawanan terhadap penetapan itu. Setidaknya, salah satunya itu tergambar dalam tulisan singkat berjudul "HUT Mabar ke-17" yang diunggah pada 27 Januari 2020 di akun Facebook-nya. 

Menurutnya, HUT Mabar sejatinya jatuh pada tanggal 27 Januari, bukan pada tanggal dan bulan yang lain. HUT Mabar, kata dia, harus merujuk pada tanggal dan bulan penetapan UU pembentukan kabupaten itu yang tepat pada tanggal 27 Januari.

Argumentasi singkat yang ia tandaskan antara lain, pertama, bahwa Mabar lahir karena adanya UU dan UU tersebut lahir pada tanggal 27 Januari 2003. Dengan demikian, logislah kalau HUT Mabar mestinya mengikuti hari di mana UU pembentukannya 'dilahirkan'.

Kedua, tanggal 25 Februari 2003 dan 17 Juli 2003, menurut Barat Daya, merupakan tanggal dan bulan yang tetap bernilai sejarah, namun tidak dapat ditetapkan sebagai HUT Mabar. Kedua tanggal dan bulan tersebut, adalah 'akibat' atau konsekuensi hukum lanjutan dari adanya tanggal 27 Januari. Tanpa tanggal 27 Januari, maka tidak akan pernah ada tanggal 25 Februari dan tanggal 17 Juli.

Dengan kata lain, peristiwa sejarah tanggal 25 Februari dan 17 Juli itu merupakan peristiwa 'hukum administrasi negara', sedangkan tanggal 27 Januari merupakan peristiwa 'hukum dan politik' sekaligus. 

Lembaga negara yang berwenang untuk menghasilkan produk hukum-politik (proses legislasi) berupa UU hanya pada dan melalui DPR RI. Semua produk hukum yang dihasilkan dalam proses legislasi di parlemen, wajib berlaku bagi semua lembaga negara lainnya dan wajib pula ditaati oleh semua warga negara.

Perlu Kajian dan Kepastian

Sejauh ini, publik belum pernah mendengar argumentasi apapun dari pihak Pemda Mabar tentang alasan penetapan tanggal HUT Mabar itu. Baik zaman Bupati Pranda maupun Bupati Dula, belum pernah secara terbuka menyampaikan dasar argumentasi mereka kepada publik. Padahal publik juga berhak untuk mengetahui alasan-alasan apa kiranya di balik penetapan HUT Mabar yang berbeda-beda pada zaman kepemimpinan keduanya.

Kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat tentang HUT Mabar seperti yang dikemukakan di atas, tentu tidak boleh dibiarkan terus terjadi. Idealnya, Pemda Mabar perlu segera membuka diri untuk menerima masukan, saran dan pendapat dari sejumlah pihak.

Dalam kaitan dengan itu, Pemda Mabar sejatinya harus dapat menginisiasi dan memfasilitasi sebuah dialog terbuka tentang HUT Mabar itu. Ruang dialog harus dibuka seluas-luasnya dengan menghadirkan sejumlah pihak yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk didengar dan menjadi rujukan bagi Pemda dalam menentukan HUT Mabar yang sebenar-benarnya.

Perda tentang hari jadi yang terlanjur dibuat oleh Pemda Mabar beberapa tahun lalu harus ditinjau kembali dengan merujuk pada berbagai pikiran, masukan dan kajian dari para pihak. Perda itu bukanlah 'kitab suci' yang haram dibongkar atau diamandemen. 

UUD Negara tahun 1945 saja telah diamandemen hingga empat kali pada era Reformasi. Mengapa Perda yang merupakan produk hukum paling rendah di Republik Indonesia ini tidak boleh ditinjau kembali?

Tidak ada yang perlu disesalkan atas apa pun yang salah pada masa lampau. Kesalahan itu, bukan pula sebuah hal yang harus tabu untuk diperbaki. Justru, upaya perbaikan itu adalah gambaran ketulusan kita untuk membuka lembaran sejarah baru yang lebih baik, bukan saja bagi kepentingan kita hari ini, tetapi justru dan terutama bagi kepentingan generasi kita yang akan lahir kemudian. Juga, demi meluruskan sejarah itu sendiri.

Hemat penulis, salah satu cara untuk menghancurkan sebuah daerah adalah menghilangkan catatan sejarahnya. Sadar atau tidak sadar, kita sedang menuju fase itu. Apalagi sejarah itu tidak diwariskan dengan baik kepada setiap generasinya. 

Memang, kebenaran sejarah tergantung pada siapa yang sedang berkuasa. Akan tetapi perlu diingat juga, menulis kebenaran sejarah merupakan salah satu bentuk penghormatan setinggi-tingginya kepada para pendiri sebuah daerah.

Peristiwa itu, belum begitu lama untuk kita lupakan. Beberapa eksponenpun masih ada dan bersedia untuk di wawancara. Bahkan ada Sebagian eksponen malah menggebu-gebu untuk menjadi narasumber dan mengklaim bahwa ia adalah saksi bersejarah yang berada paling terdepan dengan peristiwa tersebut sehingga tahu persis apa yang terjadi. (*)

Penulis adalah Presidium Germas PMKRI Cabang Jakarta Timur, St. Petrus Kanisius dan Alumni Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Borobudur, Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun