Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bulan sebagai Penanda Waktu

19 Mei 2020   18:08 Diperbarui: 19 Mei 2020   18:22 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan memantulkan sinar matahari ke arah bumi dari permukaannya yang tampak dan terang, sehingga terlihatlah bulan sabit. Apabila, pada paruh pertama, bulan berada pada posisi di antara matahari dan bumi, bulan itu menyusut. Ini berarti bahwa bulan sabit baru muncul untuk seluruh penduduk bumi. 

Dan jika bulan berada di arah berhadapan dengan matahari, ketika bumi berada di tengah, akan tampak bulan purnama. Kemudian purnama itu kembali mengecil sedikit demi sedikit sampai kepada paruh kedua. Dengan begitu, sempurnalah satu bulan komariah selama 29,5309 hari. 

Atas dasar fase peredaran tersebut dapat ditentukan penanggalan Arab. Sejak dari munculnya bulan sabit hingga tampak sempurna. Bila bulan sabit itu tampak seperti garis tipis di ufuk barat, kemudian tenggelam beberapa detik setelah tenggelamnya matahari, maka sudah dapat dilakukan ru'yah terhadap bulan baru

Dengan cara tersebut dapat ditentukan dengan mudah penanggalan bulan komariah. Perputaran bulan itulah yang mengajarkan manusia tentang tata-cara penghitungan bulan, termasuk untuk Bulan Haji.

Adapun bentuk “al-su’al wal jawab” pada Al-Baqarah 189 ini adalah berjenis “jawab maushul” atau pertanyaan dan jawabannya terdapat pada satu ayat dan tidak terpisah dengan ayat selanjutnya. 

Contoh dari bentuk al su’al wal jawab jenis “jawab maushul” antara lain: Surat al-Baqarah ayat 215, 217, 219, 220, dan 222.


Pada Al-Baqarah 189 di atas, redaksi yang digunakan adalah redaksi tanya jawab. Yaitu, dengan menggunakan bentuk lafaz” sa’ala” untuk digunakan sebagai pertanyaan tentang bulan sabit (al-ahillah).

Sebagaimana kita ketahui bahwa pertanyaan lazim menggunakan isim “al istifham” (kata tanya). Namun, Al-Qur’an juga menggunakan kalimat “sa’ala” atau yas’alunaka yang menunjukkan secara langsung bahwa konteks ayat tersebut adalah berupa pertanyaan.

Penggunaan kalimat “sa’ala” atau “yas’alunaka” sebagai pertanyaan dapat kita jumpai pada:

1. QS. al-Baqarah: 186, 189, 215, 217, 219, 220, 222
2. QS. al-Maidah: 4
3. QS. al-Anfal: 1
4. QS. al-Isra’: 85
5. QS. al-Kahfi: 83
6. QS. Thaha: 105
7. QS. al-Nazi’at: 42

Al-su’al wal jawab pada Al-Baqarah 189 merupakan bentuk komunikasi antara Rasulullah Saw dengan para sahabatnya saat terjadi pertanyaan, tepatnya tentang perubahan fase bulan (sinodik) yang sekarang kita kenal dengan sinodik bulan: bulan baru, bulan sabit, perbani awal, cembung, purnama, cembung dan perbani akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun