Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nalar Politik Warlord Abdullah Masoud di Negara Kuasi

21 April 2020   04:39 Diperbarui: 21 April 2020   04:48 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Facebook/Ahmad Shah Masoud

Salah satu bentuk negara kuasi modern pertama adalah negara yang dirintis oleh Ahmad Shah Abdullah Masoud.

Dia bukan seorang presiden. Abdullah Masoud hanyalah seorang panglima perang (warlord) mujahidin yang berjuang meraih kemerdekaan Afghanistan dari tangan Soviet.

Warlord menurut arti leksikal yang diberikan oleh barat kepada militer timur (Cina) adalah panglima perang yang berkuasa di suatu daerah. Seorang warlord di Cina adalah individu berwibawa yang mempunyai banyak tentara militan dan loyal serta hobi berperang.

Adapun arti pragmatis menurut Lucian Pye dalam bukunya Warlord Politic Conflict And Coalition in The Modernization of Republican China, disebut dengan istilah Tujun atau gubenur militer provinsi.

Pendapat ini didukung oleh James E. Sheridan dalam bukunya Chinese Warlord the Carrier of Feng Yuh-Siang, menyebutkan bahwa Tujun memang merupakan pelaku utama dari warlord itu sendiri.

Ada beberapa keistimewaan nalar politik Warlord Ahmad Shah Abdullah Masoud yang merupakan cerminan anomali dari panglima perang pada umumnya.

Abdullah Masoud berhasil menggunakan nalar politiknya secara maksimal. Salah satu kelebihan nalar politiknya adalah mampu menembus batas kewajaran sebuah negara kuasi yang pasti lumpuh di sektor diplomasi luar negerinya.

Quasi-state juga tidak memiliki kohesi kelembagaan yang sempurna. Maka dari itu diperlukan nalar politik yang tajam untuk bisa menciptakan kontrol teritorial dan dapat membuka hubungan diplomatik yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh negara kuasi.

Afghanistan yang banyak dihuni suku-suku pejuang dengan panglima perangnya masing-masing itu lebih mengutamakan kemenangan dan kekuasaan regional daripada mempunyai nalar politik untuk sebuah kemenangan yang lebih besar, yaitu kemenangan nasional.

Jadi, rata-rata mereka para panglima perang antar suku sudah puas dengan kemenangan regional yang sangat sempit dan terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun