"Harapan Jakob Oetama adalah melibatkan warga untuk berkontribusi secara langsung dalam dunia pers: maka konsep pelaporan dan peliputan otentik mendapatkan tempat. Itu sebagai picu awal. Tujuan lainnya adalah visi Jakob Oetama yang memberikan kesempatan untuk menulis di Kompasiana," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
2. Belajar Banyak Hal dari Pendiri Kompas, Jakob Oetama
Kompasianer I Ketut Suweca mengingat Jakob Oetama lewat buku yang bertajuk Syukur Tiada Akhir, Jejak Langkah Jakob Oetama yang ditulis St Sularto.
Jika Anda membaca buku ini, lanjutnya, Anda perlu bersabar karena membacanya memerlukan waktu berhari-hari, bahkan mungkin sampai satu bulan. Sayang sekali kalau kita sekadar membacanya sepntas, tanpa menyimak detailnya yang bermanfaat dan mengispirasi.
Berkat kerja keras itu pula kerja menjadi bermakna. Tidak saja mendatangkan penghasilan, bahkan juga membuat hidup menjadi lebih bermakna.
Jurnalisme Makna yang dianut Jakob Oetama yakni, seorang wartawan harus mampu mengambil jarak atas peristiwa yang ditulisnya dan menarik sebuah refleksi atas peristiwa tersebut. Dengan begitu, pembaca mendapatkan enlightment atau pencerahan.
"Semoga kita bisa belajar hal dari Jakob Oetama, terutama sifat ngemong, jurus agar tetap eksis dalam usaha sejalan dengan kemajuan teknologi, dan prinsip kerja keras serta pentingnya sinergitas untuk mencapai kemajuan bersama," tulis Kompasianer I Ketut Suweca. (Baca selengkapnya)
3. Menyimak Ujaran Sang Senior Pers, Jakob Oetama
Kompasianer Ign Joko Dwiatmoko menuliskan kekagumannya kepada Jakob Oetama seorang pendiri Kompas (bersama PK Ojong).
"Saya kagum pada sosok seperti Jakob Oetama yang terus bersemangat untuk mengobarkan jurnalisme santun di tengah keterbukaan reformasi saat ini," tulisnya.
Akan tetapi dari pengamalamannya membaca Harian Kompas memang mesti bijak. Sebab, menurutnya, banyak ujaran-ujaran yang kalau diperhatikan sebetulnya menohok hati nurani, meskipun kita kurang menyadarinya.
Nah, sebagai penulis, hal yang didapat Kompasianer Ign Joko Dwiatmoko yaitu kepekaan dalam bereksplorasi.
"Tanpa gumunan (kagum, penasaran) seorang penulis tidak akan banyak mendapat ide. Penulis harus sering bereksplorasi, membaca, mencari pengetahuan baru atau melanglang buana untuk mendapat pengetahuan-pengetahuan baru," tegasnya. (Baca selengkapnya)