Kompasiana News
Mohon Tunggu...Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News
Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).
Spanduk penolakan rapid test oleh warga di salah satu daerah di Makassar (Dok. Pettarani SH)
Pada Rabu (10/05/2020), pemerintah melalui Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengumumkan penambahan kasus positif tertinggi yaitu sebanyak 1.241 kasus. Sehingga total sudah ada 34.316 kasus terkonfirmasi positif di Indonesia.
Data tersebut menunjukkan kita belum aman dari "teror" Covid-19. Untuk itu pemerintah mendorong agar rapid test terus digencarkan di berbagai daerah.
Sayangnya tidak sedikit warga yang justru menolak adanya rapid test dengan bermacam alasan. Salah satunya yang terjadi di Kota Makassar, seperti yang dituturkan Kompasianer Pettarani SH atas pengalamannya menyaksikan spanduk penolakan terpasang di beberapa lokasi.
Selain laporan tersebut, sisi lain dari dunia medis rupanya jadi tulisan yang menarik disimak. Contohnya soal pemahaman terhadap profesi perawat serta pengalaman seorang ahli epidemologi yang berkeliling 3 desa dengan menggunakan APD lengkap!
Salah satu sudut perumahan warga yang terpasang spanduk penolakan rapid test. (Dok. Pettarani SH)
Warga yang sudah mendengar akan diadakannya rapid test oleh tenaga kesehatan bersama pihak kelurahan dan kecamatan, langsung bergerak membuat spanduk penolakan dan memasangnya. Alhasil keesokan harinya petugas yang sudah datang terpaksa "balik kanan". (Baca selengkapnya)
Jangankan masyarakat awam, tenaga kesehatan sendiri kadang tidak konsisten dengan penyebutan istilah perawat, paramedis, atau pembantu dokter. Lalu, kalau perawat bukan paramedis atau pembantu dokter, apa dong? (Baca selengkapnya)
Pakai APD di rumah sakit saja sudah terbayang panasnya, apalagi kalau harus keluar berkeliling ke 3 desa dengan pakaian seperti ini (Dok. Eriska Eqy Eprilina)
Baju coverallsuit hazmat, masker N95, handscoon, sepatu boot, googles, serta faceshield transparan terpasang menutupi tubuh Eriska hingga ia nyaris tak bisa dikenali. Membayangkan saja sudah bikin gerah kepanasan dan sesak nafas, bagaimana perasaan mereka? (Baca selengkapnya)
Salah seorang pekerja merasa kesal dan dibuat tidak produktif karena saat WFH ia hampir selalu diminta "share loc"Â oleh bosnya. Yang menjadi pertanyaan, apakah membagikan lokasi ini bisa menjadi tolok ukur kinerja karyawan selama WFH? (Baca selengkapnya)
Ilustrasi warung kelontong (Shutterstock/Rembolle via Kompas.com)
Memiliki warung di rumah berarti memiliki risiko untuk diutangi oleh pembeli. Pemilik warung pun harus berupaya menagihnya satu persatu. Sayangnya terkadang yang berutang malah lebih galak. Tapi ada tips jitu dalam menghadapi pengutang tipe seperti itu. Bagaimana? (Baca selengkapnya)