Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Populer: Dari Spanduk Tolak Rapid Test hingga Jadi "Debt Collector" di Usia Dini

11 Juni 2020   04:55 Diperbarui: 11 Juni 2020   04:55 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk penolakan rapid test oleh warga di salah satu daerah di Makassar (Dok. Pettarani SH)

Pada Rabu (10/05/2020), pemerintah melalui Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengumumkan penambahan kasus positif tertinggi yaitu sebanyak 1.241 kasus. Sehingga total sudah ada 34.316 kasus terkonfirmasi positif di Indonesia.

Data tersebut menunjukkan kita belum aman dari "teror" Covid-19. Untuk itu pemerintah mendorong agar rapid test terus digencarkan di berbagai daerah.

Sayangnya tidak sedikit warga yang justru menolak adanya rapid test dengan bermacam alasan. Salah satunya yang terjadi di Kota Makassar, seperti yang dituturkan Kompasianer Pettarani SH atas pengalamannya menyaksikan spanduk penolakan terpasang di beberapa lokasi.

Selain laporan tersebut, sisi lain dari dunia medis rupanya jadi tulisan yang menarik disimak. Contohnya soal pemahaman terhadap profesi perawat serta pengalaman seorang ahli epidemologi yang berkeliling 3 desa dengan menggunakan APD lengkap!

Berikut artikel-artikel populer di Kompasiana:

Spanduk "Kami Menolak Rapid Tes" Mulai Menjamur di Kota Makassar, Ada Apa?

Salah satu sudut perumahan warga yang terpasang spanduk penolakan rapid test. (Dok. Pettarani SH)
Salah satu sudut perumahan warga yang terpasang spanduk penolakan rapid test. (Dok. Pettarani SH)
Warga yang sudah mendengar akan diadakannya rapid test oleh tenaga kesehatan bersama pihak kelurahan dan kecamatan, langsung bergerak membuat spanduk penolakan dan memasangnya. Alhasil keesokan harinya petugas yang sudah datang terpaksa "balik kanan". (Baca selengkapnya)

Perawat Bukan Paramedis, Bukan Pula Pembantu Dokter

Ilustrasi (Gambar: Shutterstock via Kompas.com)
Ilustrasi (Gambar: Shutterstock via Kompas.com)
Jangankan masyarakat awam, tenaga kesehatan sendiri kadang tidak konsisten dengan penyebutan istilah perawat, paramedis, atau pembantu dokter. Lalu, kalau perawat bukan paramedis atau pembantu dokter, apa dong? (Baca selengkapnya)

Keliling 3 Desa Pakai Baju Hazmat, Bagaimana Rasanya?

Pakai APD di rumah sakit saja sudah terbayang panasnya, apalagi kalau harus keluar berkeliling ke 3 desa dengan pakaian seperti ini (Dok. Eriska Eqy Eprilina)
Pakai APD di rumah sakit saja sudah terbayang panasnya, apalagi kalau harus keluar berkeliling ke 3 desa dengan pakaian seperti ini (Dok. Eriska Eqy Eprilina)
Baju coverallsuit hazmat, masker N95, handscoon, sepatu boot, googles, serta faceshield transparan terpasang menutupi tubuh Eriska hingga ia nyaris tak bisa dikenali. Membayangkan saja sudah bikin gerah kepanasan dan sesak nafas, bagaimana perasaan mereka? (Baca selengkapnya)

"Share-Loc" sebagai Ukuran Kinerja Karyawan ketika WFH

(Gambar: Pixabay/Tobias Albers-Heinemann)
(Gambar: Pixabay/Tobias Albers-Heinemann)
Salah seorang pekerja merasa kesal dan dibuat tidak produktif karena saat WFH ia hampir selalu diminta "share loc" oleh bosnya. Yang menjadi pertanyaan, apakah membagikan lokasi ini bisa menjadi tolok ukur kinerja karyawan selama WFH? (Baca selengkapnya)

Pengalaman Jadi "Debt Collector" di Usia Dini

Ilustrasi warung kelontong (Shutterstock/Rembolle via Kompas.com)
Ilustrasi warung kelontong (Shutterstock/Rembolle via Kompas.com)
Memiliki warung di rumah berarti memiliki risiko untuk diutangi oleh pembeli. Pemilik warung pun harus berupaya menagihnya satu persatu. Sayangnya terkadang yang berutang malah lebih galak. Tapi ada tips jitu dalam menghadapi pengutang tipe seperti itu. Bagaimana? (Baca selengkapnya)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun