Dan pada akhir cerita Aqil (seakan) meringkas cerita tersebut. Rumor-rumor pernikahan yang berkembang itu ditutup dengan baik, tentu saja, walau di sana masih ada tetangga yang sinis, tulisnya.
Hari pernikahan itu telah tiba. Sri dan teman saya tersenyum bahagia. Para tamu undangan juga memberikan ucapan selamat.
***
Tidak ada yang keliru, tentu saja, karena setiap pengarang adalah pencipta terhadap karyanya, tulisannya, cerita pendeknya.
Seperti halnya frasa "Namun tiba-tiba..." ini. Frasa tersebut bisa menjelma apa saja dalam bentuk frasa lain --namun tetap dalam fungsi yang sama: sebagai bridging.
Dalam cerpen "Al, Run!", misalnya, yang ditulis Suci Maitra Maharani. Ia menggunakan frasa Aku membayangkan untuk menjembatani atas apa yang sebelumnya Prof Rad jelaskan.
"Kita adalah penduduk yang bangga di masa lampau, Al. Negara kepulauan terbesar di dunia, potensi sumber daya alam yang lebih dari berlimpah, sampai-sampai dulu ada saja bait yang mengatakan bahwa tanah kita adalah tanah surga sebab amat suburnya, juga kehebatan lain yang memukau mata dunia."
Aku membayangkan, dulu tentu permadani di kaki langit itu bukan mustahil.
Pada fragmen ini, Suci Maitra Maharani ingin memberi jeda pada ceritanya. Untuk membandingkan: yang-dulu dengan yang-sekarang.
Lebih menarik lagi membaca cerita pendek Sri Romdhoni, Rotan Berkerut Kalut. Pertemuan dengan seorang Pak Tua yang datang ke penginapan, tulis Sri Romdhoni ini membuka lembar demi lembar alur waktu yang maju-mundur dalam cerita.
Meski dengan kepongangan, tulisnya, Sri Romdhoni membangun karakter Pak Tua ini dengan baik pula.