Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Naiknya Tarif Parkir Membuka Kemungkinan Kemacetan Jakarta Bisa Diurai

30 Agustus 2017   12:13 Diperbarui: 30 Agustus 2017   22:35 2148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Megapolitan - Kompas.com

Tingginya volume kendaraan yang hilir mudik di jalan-jalan protokol Jakarta, berbanding terbalik dengan pertumbuhan ruas jalan. Kemacetan pun tak terindahkan dan menjadi masalah serius bagi Pemprov DKI. 

Beberapa terobosan digunakan oleh Pemprov untuk mengurangi masalah kemacetan, salah satunya dengan menaikkan pajak parkir menjadi 30 persen. Rencana ini mendapat perhatian cukup serius dari masyarakat, termasuk Kompasianer.

Melalui halaman Pro-Kontra, beberapa Kompasianer memberikan pandangannya terkait rencana Pemprov ini. Arjuna Putra Aldino menganggap rencana ini akan cukup efektif diterapkan. Menurutnya, jika volume kendaraan bermotor tidak dikendalikan, Jakarta bisa lumpuh total akibat macet. Selain kemacetan, sektor transportasi juga menjadi penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta.

"Jika dibiarkan maka 20 tahun ke depan Jakarta bisa menjadi kota mati akibat kemacetan. Dan kemacetan menelan biaya yang tinggi baik dari segi biaya bahan bakar, waktu, kualitas hidup, produktivitas warga hingga emisi karbon. Jakarta menyumbang emisi karbon sekitar 206 juta ton per tahun. Sumbangan terbanyak berasal dari sektor transportasi yang mencapai 182,5 ton per tahun. Dan ini buruk bagi kehidupan jangka panjang. Tarif parkir yang tinggi sudah saatnya diterapkan, ditengah pertumbuhan kendaraan bermotor yang sudah tak terkendali, terutama untuk menciptakan kesadaran bersama tentang pentingnya pengurangan penggunaan kendaraan pribadi," tulisnya pada kolom komentar.

Rencana kenaikan pajak parkir ini dianggap bisa membuat pengendara berpikir ulang untuk membawa kendaraan dan memarkirkannya di satu tempat. Selain itu, meningkatnya pajak tarif parkir akan berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tersebut, yang saat ini menyumbang Rp 49-50 miliar.

Hal tersebut juga diamini oleh Kompasianer bernama Mikhael Susanto, ia menyakini bahwa kebijakan ini akan membuat pengendara kendaraan bermotor enggan membawa kendaraannya dengan tambahan biaya ini.

"Dengan tambahan-tambahan biaya yang harus dikeluarkan maka kemungkinan beaar para pengguna kendaraan akan berpikir ulang untuk menggunakan kendaraan pribadi mereka," Kata Mikhael.

Setali tiga uang dengan Mikhael, Kompasianer bernama Azmi Mubarak juga yakin bahwa kebijakan ini bisa membuat pemilik kendaraan malas membawa kendaraannya. Kondisi ini kemudian memakasa para pengendara untuk beralih menggunakan moda transportasi umum.

Kenaikan pajak tarif parkir bisa mengurangi kebiasaan masyarakat menggunakan kendaraan menuju pusat keramaian, sehingga kemacetan bisa sedikit berkurang di sekitar tempat tersebut. Namun Kompasianer bernama Eddo Richardo menilai, Pemprov harus memperbaiki segala perangkat transportasi umum agar masyarakat semakin yakin dengan alternatif yang dihadirkan pemerintah untuk mengurangi kemacetan.

Demi memberantas kemacetan di jalan-jalan protokol Jakarta, Pemprov DKI menggencarkan pembangunan transportasi umum seperti mass rapid transit (MRT) dan light rapid transit (LRT). Pengadaan armada Bus Trans Jakarta serta peremajaan Metromini dan Kopaja juga dilakukan.

Namun gencarnya Pemprov menghadirkan moda transportasi bagi warganya masih dianggap kurang mempu memikat hati pengendara. Hal ini terjadi karena masih sering terjadi masalah yang belum terselesaikan ketika menggunakan transportasi umum salah satunya adalah membeludaknya penumpang sehingga mengurangi kenyamanan. Begitulah yang diungkapkan Kompasianer dengan nama akun Mas Ewo.

"Selama transportasi tidak terintegrasi dengan baik dan fasilitas serta kenyamanan transportasi umum belum membaik, tidak akan berpengaruh terhadap kemacetan di Jakarta. Maka perbaiki sistem integrasi transportasinya. Berikan layanan yang baik serta nyaman. Maka para pengendara pribadi akan dengan sendirinya beralih ke angkutan umum. Contoh saja commuterline, setiap pagi dan sore harus berdesak-desakan, saya rasa kurang manusiawi," kata Ewo.

Selain pemilik akun Mas Ewo, ada beberapa Kompasianer lain yang kontra dengan kebijakan ini. Kompasianer bernama Sarah Shafira Sandy menganggap kebijakan ini tidak berguna jika tidak dibarengi dengan ditingkatkannya kredit untuk membeli motor dan mobil. Bahkan ia juga mencontohkan Kota Jogjakarta memberi diskon kepada warga yang ingin membeli kendaraan dengan menunjukan kartu pelajar.

Senada dengan Sarah, Kompasianer bernama Syamsud Dhuha juga menyoroti kebijakan ini, ia beranggapan bahwa masalah kemacetan harusnya diselesaikan dari awal hingga akhir permasalahannya. Ia pun menyarankan pada pemerintah untuk memperketat warga yang hendak membeli mobil, hanya mereka dengan ketersediaan garasi di rumahnya saja boleh memiliki mobil.

"Peraturan pemerintah harus bersifat hulu ke hilir bukan hanya sifat 'kagetan' seperti ini. Moratorium bisa dilakukan namun akan berhadapan dengan perusahaan otomotif dan saya yakin pemerintah tidak akan berani karena menyangkut berbagai hal.Salah satu yang bisa dilakukan membuat regulasi pembelian kendaraan misal memasukkan syarat kepemilikan garasi. Bisa dilihat fakta di lapangan, perkampungan kelas bawah hingga atas kendaraan banyak diparkir memakan badan jalan. Kemudian memperbaiki infrastruktur dan suprastruktur transportasi umum. Transportasi umum yang layak dan nyaman dalam artian ketepatan waktu serta kondusif armadanya," Ujar Syamsud.

Tanggapan berbeda muncul dari Kompasianer bernama Didi Suradi. Ia menilai kenaikan pajak tarif parkir ini tidak bisa membendung banyaknya kendaraan di jalanan. Menurutnya, masyarakat masih bisa membayar tarif parkir tersebut.

Bagaimanapun juga sebagai negara hukum, sebuah kebijakan baru haruslah mengikuti atau memperbarui peraturan lama, agar kebijakan tersebut tidak melanggar hukum dan peraturan. Hal ini mengacu pada Perda nomor 16 Tahun 2010 tentang tarif pajak yang dikenakan oleh penyelenggaraan tempat parkir sebesar 20 persen.

Lantas, bagaimana menurut Anda, apakah dengan menaikkan tarif parkir maka secara otomatis kemacetan di Jakarta akan terurai? Sampaikan juga opini Anda dengan menyertakan label: Tarif Parkir Mobil (tanpa spasi) pada artikel Anda.

(LUK/yud)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun