Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pers yang Terjebak dalam Pusaran Politik

1 Maret 2017   10:51 Diperbarui: 2 Maret 2017   02:00 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Insan pers seharusnya menjadi ujung tombak informasi untuk seluruh kalangan masyarakat. Fungsi asli pers sebagai lembaga independen saat kini rasanya telah disalahgunakan untuk berbagai kepentingan. Bagi para politisi, awak pers sudah sering dijadikan sebagai pembentukan opini publik yang menjurus ke kepentingan politis.

Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional pada 9 Februari kemarin, Kompasiana mengangkatnya sebagai topik pilihan. Berikut beberapa artikel Kompasianer terpilih yang membahas mengenai pers dalam pusaran politik ini.

1. Media di Antara Objektivitas dan Subjektivitas

Kehadiran media saat ini, baik itu cetak, online, atau elektronik, memberikan pengaruh besar terhadap opini dan perilaku masyarakat. Media yang merupakan sarana layanan informasi pada masyarakat kini sering menjadi peluang bisnis.

Menurut Kompasianer Syahirul Alim, dari sinilah kemudian dapat dibedakan terdapat media yang cakupannya global dan juga lokal. Masyarakat sulit dipisahkan dari pembawaan ideologi masing-masing. Oleh karena itu, keberadaan media massa sebagai bagian dalam masyarakat sejatinya tidak pernah benar-benar netral dan nirideologi. Media yang memiliki cakupan luas ini sangat mudah diakses informasinya dari berbagai media massa, sehingga tanpa sadar terbentuklah penggiringan opini dari media untuk masyarakat.

Keberadaan media global yang sepertinya memberikan informasi yang objektif, sesungguhnya mereka tetap berlindung di balik ideologi tertentu. Kemudian untuk media lokal, masyarakat akan lebih mudah menilai sendiri arah ideologi dari masing-masing media itu diarahkan.

Selengkapnya

2. Siapa Bilang Media Tak Boleh Memihak?

Pinterest.com
Pinterest.com
Suasana Pilgub DKI Jakarta 2017 memang selalu panas. Menurut pandangan Kompasianer Adjat R. Sudradjat, bahkan beberapa stasiun televisi swasta dengan sangat jelasnya membentuk sudut pandang tertentu pada salah satu paslon Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan berbagai fakta yang tidak imbang.

Adjat memberikan contoh stasiun tv tersebut adalah MNC TV, Global TV, dan I-News TV. Ketiganya adalah milik Hary Tanusudibyo. Publik melihat dengan sangat jelas ke arah paslon mana grup televisi milik Hary Tanu tersebut memihak, yakni Ahok tidak boleh dipilih oleh rakyat Jakarta.

Bagaimanapun, Adjat menilai bahwa Hary Tanu tentu menyadari bahwa media merupakan alat yang ampuh untuk menggiring opini publik demi kepentingan politik. Demikian hal serupa juga terjadi pada stasiun televisi Metro TV dan TVOne. Karena sang pemilik telah merasa menguasainya, jadilah ia berpihak pada paslon yang disukai pemilik modalnya.

Selengkapnya

3. Melihat Objektivitas Media dan Peranan Dewan Pers

Sudah objektifkah media kita? (Sumber: Sporttourism.id)
Sudah objektifkah media kita? (Sumber: Sporttourism.id)
Terlepas dari aspek bisnis yang melekat dalam suatu "industri", media massa juga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap masyarakat yang menjadi konsumennya. Menurut Kompasianer Manik Sukoco, tanggung jawab yang dimaksud adalah objektivitas media.

Media memiliki peran yang sangat penting di tengah masyarakat. Manik menilai bahwa media harus memberi kontribusi moral terhadap masyarakat. Masyarakat menganggap apa yang disajikan media adalah sebuah kebenaran. Karena itulah, kesalahan yang dilakukan jurnalis seperti distorsi pemberitaan bisa membawa pengaruh buruk bagi masyarakat.

Manik melanjutkan bahwa kebebasan pers atau media massa hanyalah sebuah doktrin yang ditanamkan secara teoritis untuk orang yang sedang belajar jurnalistik. Kebebasan pers itu sendiri hakikatnya ada pada jiwa dari individu yang bekerja di bidang media itu sendiri, terimplementasi melalui profesionalisme dan tanggung jawab.

Selengkapnya 

4. Pers Imparsial Itu Utopi

Ilustrasi pers dan kebebasan berpendapat. Aliansi Jurnalis Indonesia
Ilustrasi pers dan kebebasan berpendapat. Aliansi Jurnalis Indonesia
Menurut Kompasianer Tilaria Padika, media massa bukanlah mesin yang bekerja dengan algoritma otonom. Di baliknya terdapat pemilik dan operator, yakni individu yang terhindarkan punya nilai, persepsi dan kepentingan. Ketika media memproduksi berita sampai berita itu tayang, secara tidak sadar mereka bekerja atas nilai, persepsi, dan kepentingan.

Tilaria memberi contoh 4 kasus. Salah satunya adalah Metro TV yang waktu itu sempat tak henti-hentinya memberitakan kunjungan Surya Paloh di Papua yang berdurasi lebih lama dari biasanya. Pada berita tersebut yang cukup mengganggu adalah menyebutkan masyarakat secara "spontan" berbondong-bondong menyambut Surya Paloh.

Selanjutnya yang harus kita lakukan menurut Tilaria adalah berbagai propaganda negatif yang menyebar di media sosial tersebut perlu disaring secara cerdas oleh kita sendiri. Jangan mudah terhasut hoax dan kita perlu menanamkan budaya me-recheck berita dengan mencari sumber yang jelas darimana berita tersebut berasal. Jangan dibutakan oleh monopoli dari media-media besar tersebut.

Selengkapnya 

5. Pers Berpolitik?

Pers berpolitik?
Pers berpolitik?
Menurut Kompasianer Tri Prihansen, kebutuhan pers akan politik atau sebaliknya adalah kedua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ketika awak pers terlibat dalam politik, harus ada kode etik yang bisa dipegang teguh dan diterapkan oleh pers tersebut. Jangan sampai opini masyarakat terbentuk dari opini pers itu sendiri.

Tak jauh-jauh contohnya adalah pilkada 2017 saat ini. Terlihat banyak sekali pihak yang ingin menggiring opini publik terkait pilihannya, seperti berita hoax, black campaign, dan lain-lain. Media besar diharapkan dapat mengedukasi masyarakat agar mereka dapat memilah dengan cerdas mana informasi yang benar, mana yang hanya sekadar memprovokasi.

Tri melanjutkan bahwa rasanya diperlukan juga pemerintah memberikan sertifikasi kepada sebuah media pers yang independen dan yang memiliki konten berita yang berisi sumber informasi yang berimbang. Karena masih banyak masyarakat awam yang mentah-mentah menelan informasi dari media yang memiliki kepentingan politik.

Selengkapnya

(FIA)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun