Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Buah Simalakama Rokok, antara Kesehatan dan Pendapatan Negara

14 Juni 2016   17:00 Diperbarui: 4 Oktober 2021   12:49 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menolak rokok. (sumber: Thinkstockphotos via kompas.com)

Mengejutkan, Indonesia meraih peringkat tertinggi di dunia. Bukan karena prestasi, tapi menjadi negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia.

Berdasarkan data dari The Tobacco Atlas 2015, data tersebut menunjukkan sebanyak 66 persen pria di Indonesia adalah perokok.

Miris memang. Tingginya jumlah perokok di Indonesia tentu saja kemudian berhubungan dengan jumlah penderita penyakit tertentu yang disebabkan oleh rokok.

Untuk menekan angka dan jumlah perokok, tentu saja perlu ada regulasi yang tepat. Dalam hal ini pemerintah lah yang memiliki kuasa tertinggi dalam menentukan. Tapi tidak bisa sembarangan karena rokok di Indonesia seperti buah simalakama.

Satu sisi rokok berdampak negatif bagi kesehatan. Tapi di sisi lain, rokok juga merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar negara yang tentu saja kemudian pendapatan ini dialirkan kembali pada masyarakat dalam bentuk lain.


Melihat polemik ini, Kompasiana tertarik untuk melakukan jajak pendapat Pro Kontra dan melontarkan statement "Pemerintah Perlu Kurangi Angka perokok." Hasilnya ternyata berimbang. Sebanyak 5 Kompasianer menyatakan pro dan 5 lainnya menyatakan Kontra.

Salah satu yang mengatakan setuju adalah Pringadi Abdi Surya. Menurutnya hal yang penting adalah pemerintah harus menegaskan kembali di mana saja zona bebas rokok. Memang selama ini pemerintah telah memberlakukan Perda tentang larangan merokok di lokasi-lokasi tertentu, namun ini hanya sekadar peraturan tanpa adanya tindak lanjut.

"Tegaskan kembali zona bebas rokok. Jangan ada peraturan tanpa ketegasan pemberian sanksi," tulis Pringadi.

"Di sisi perusahaan, ini juga menjadi PR besar pemerintah. Sinergi sekian banyak Kementerian dan Lembaga perlu dilakukan. Mulai dari menaikkan cukai rokok sampai menanggulangi akibat bila pekerja kehilangan lapangan pekerjaan. Juga bagaimana konversi lahan yang tadinya ditanam tembakau bisa dialihkan ke tanaman lain yang nilai ekonomisnya tidak kalah," lanjutnya.

Selain Pringadi, Kompasianer Riap Windhu juga mengatakan hal senada. Ia menyatakan setuju jika pemerintah sesegera mungkin mengurangi jumlah angka perokok di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun