Dulu, untuk mengarak sepasang ondel-ondel, paling tidak dibutuhkan 8 orang; 2 orang masuk ke dalam ondel-ondel, sedangkan lainnya memainkan alat musik. Tapi, beberapa tahun ke belakang, seperti yang kita tahu untuk mengarak ondel-ondel tidak membutuhkan orang sebanyak itu. Sebab alat musik yang dimainkan kini telah digantikan oleh alat pemutar musik.
Perubahan zaman membentuk kebudayaan baru. Tidak hanya itu, jika dulu ondel-ondel sekadar bisa kita temui dalam acara atau perayaan besar kini bisa langsung ditemui di hampir setiap jalan --baik itu di Ibu Kota Jakarta ataupun di luar kota-- sambil ngamen.
Ondel-ondel, sebagaimana sebuah budaya, dapat bertahan dalam kesanggupannya membuat dan menarik minat orang-orang yang masih aktif. Tetapi, yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah mesti seperti itu nasib sebuah kesenian yang mulai ditinggalkan?
Melihat fenomena ondel-ondel yang ngamen di jalan ini, jadi bagaimana menurut Kompasianer? Sampaikan opini atau reportase di Kompasiana dengan menambahkan label OndelOndelNgamen (tanpa spasi) pada setiap artikel.