Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

(Masih) Mencari Nilai Sumpah Pemuda yang Kini Memudar

31 Oktober 2016   02:20 Diperbarui: 31 Oktober 2016   22:10 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: babatpost.com

Para pemuda adalah harapan bangsa. Peran pemuda dengan intelektualitasnya haruslah membawa pergerakan baru untuk membentuk kemajuan bangsa. Generasi muda seharusnya menjadi generasi yang paling dapat diandalkan. Karena di usia mereka yang fresh dan produktif, diharapkan dapat menjadi generasi penerus yang bisa menjadi penggebrak untuk membangun negeri.

Namun, melihat kondisi pemuda saat ini, banyak hal yang belum tercapai seperti apa yang dideklarasikan saat Sumpah Pemuda 88 tahun yang lalu. Semangat memang masih berkobar, tetapi melihat kondisi yang ada sekarang, sepertinya harus diperbanyak lagi pemuda yang bisa menghantarkan Indonesia menjadi yang lebih baik.

Seperti yang disampaikan oleh Kompasianer Agil S Habib, menurutnya keberadaan pemuda saat ini diharapkan dapat memberikan angin segar dengan ide-ide baru yang brilian pada setiap bidang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti ekonomi, sosial budaya, keagamaan atau politik.

Agil memberikan contoh sosok tokoh muda dalam perubahan yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah Anies Baswedan. Ketika masih menjabat menjadi Menteri Pendidikan dahulu, ia membawa peran yang cukup besar. Anies telah sukses mengubah beberapa sistem pendidikan, salah satunya adalah menghilangkan sistem perploncoan dalam sistem penerimaan siswa baru. Semua tindakan "anti intelektualitas" harus ditertibkan karena sesungguhnya hal itu tidak sesuai dengan cita-cita bangsa. Anies telah menjadi tokoh pembaharu yang membawa nafas segar bagi pendidikan Indonesia.

Agil melanjutkan bahwa Indonesia membutuhkan tokoh-tokoh muda lain yang bisa membawa perubahan bagi Indonesia ke arah yang lebih positif. Pada kenyataannya saat ini dunia "keuangan" Indonesia masih banyak didominasi sosok senior. Kemunculan para pengusaha muda yang perlahan-lahan mulai menggalakkan program kewirausahaan seperti Elang Gumilang dan Bong Chandra hanyalah sebagian kecil yang berada pada garis depan perkembangan ekonomi Indonesia saat ini. Sosok muda seperti mereka haruslah lebih banyak karena pemikiran mereka diharapkan mampu memberikan gagasan baru dalam kehidupan ekonomi bangsa.

Selanjutnya Agil mengharapkan akan lebih banyak lagi ke depannya tokoh-tokoh muda Indonesia yang menjadi penggerak perubahan. Tidak hanya di bidang ekonomi atau pendidikan, tetapi dari berbagai bidang kehidupan. Namun, sayangnya, banyak pemuda masa kini yang rusak moralitasnya. Banyaknya pelajar yang suka bertindak anarki atau tawuran, berbuat asusila, atau terlalu konsumtif dengan menghambur-hamburkan uang orang tuanya.

"Saya melihat kegelapan dari Bangsa Indonesia tercinta ini jikalau dimasa depan nasib bangsa ini diembankan kepada mereka yang tidak memiliki tanggung jawab tersebut. Saya kira para pemuda dengan sikap dan perilaku ala kadarnya ini sama sekali tidak mengenal Sumpah Pemuda selain hanya diperingati tanggal 28 Oktober semata. Titik." tulis Agil.

Menurutnya peranan sumpah pemuda saat ini, jika dikaitkan dengan sikap dan perilaku tidak bertanggung jawab dari beberapa pemuda pemudi tadi, ibarat sumpah palsu. Hanya sekadar ikrar yang tindakannya sama sekali tidak mencerminkan ucapannya.

"Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Namun mengapa masih saja ada kerusuhan dan tawuran antar pelajar atau mahasiswa. Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Namun mengapa begitu banyak anak-anak muda yang terjerat dalam tindak kriminalitas. Berbahasa satu, Bahasa Indonesia. Namun mengapa justru anak mudalah yang “merusak” tatanan Bahasa Indonesia yang baik dan benar tersebut dalam cara berkomunikasinya. Khususnya dalam aktivitas di media sosial dari para anak-anak muda masa kini." lanjut Agil.

Berbicara tentang moral, generasi muda saat ini dianggap memiliki moral yang tidak cukup baik. Hal ini disampaikan oleh Kompasianer Pika Anik Yunita. Menurutnya, pemuda itu seharusnya generasi penerus bangsa, kader bangsa, kader masyarakat, dan kader keluarga. Di tangan pemudalah nasib bangsa ditentukan. Namun, apabila dilihat zaman sekarang, karya-karya besar yang dihasilkan para pemuda zaman dahulu rasanya sudah mulai rusak karena pengaruh era globalisasi.

Dulu, menurut Pika, setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, kegiatan keagamaan, atau adat istiadat, para pemuda pasti berperan aktif untuk ikut serta dalam acara ini. Tetapi, melihat kondisi sekarang, rasanya para pemuda sudah tidak terlalu peduli pada acara seperti itu. Pemuda sekarang lebih suka hal-hal yang bersifat kesenangan dan hura-hura, yang hanya mengisi kesenangan batinnya saja.

Pika melanjutkan seharusnya seiring dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan komunikasi, kita harus semakin peduli dan peka terhadap lingkungan sekitar. Pemuda dituntut untuk berperan aktif dalam berkontribusi untuk masyarakat di sekitarnya. Namun, hal yang terjadi saat ini justru banyak pemuda yang sepertinya tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.

Hal lain yang semakin memprihatinkan menurut Pika adalah semakin menurunnya semangat juang yang ada pada pemuda sekarang. Padahal, semangat itulah yang bisa menjadikan bangsa ini semakin besar. Selain itu, karena semakin majunya teknologi yang membuat apapun menjadi instan, rasanya pemuda sekarang juga jarang mau bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Arus kehidupan yang semakin maju membuat mereka semakin jarang untuk mau terjun ke masyarakat. Padahal, menurut Pika, untuk mengubah kualitas bangsa ini haruslah dimulai dari keikutsertaan dengan kontribusi langsung ke masyarakat. Jangan hanya memikirkan kemajuan untuk diri sendiri saja.

Deklarasi Sumpah Pemuda 88 tahun yang lalu itu memang tidak main-main. Karena persatuan para pemuda kala itulah, dengan semangat nasionalisme dan patriotisme mereka berhasil menyatukan perjuangan rakyat Indonesia dari berbagai wilayah, sampai akhirnya dapat menghantarkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Kini setelah Indonesia merdeka, menurut Kompasianer Cipta Wardaya, cara yang dipakai oleh pemuda masa kini untuk memaknai Sumpah Pemuda adalah dengan menorehkan prestasi dalam ajang kompetisi nasional maupun internasional. Tak jarang mereka juga sudah membuat inovasi pada bidang teknologi, kuliner, sampai wirausaha.

Di samping itu, hal lain yang patut diperhatikan menurut Cipta adalah banyak generasi muda saat ini yang masih mengalami krisis identitas diri dan kebangsaan. Ini ditandai dengan munculnya berbagai aksi atau tindakan tidak terpuji oleh pemuda yang sedang mengalami disorientasi tersebut. Mulai dari merebaknya gaya hidup hedonis, alay, hingga aksi anarkis di lingkungan pergaulan pemuda Indonesia masa kini. Selain itu, banyak pemuda yang semakin apatis, sehingga cenderung tak acuh pada masalah yang dihadapi oleh bangsanya. Semakin sedikit pemuda yang mau berkontribusi untuk bangsa kita ini.

"Pernahkah sebagai pemuda Indonesia masa kini, kita membayangkan betapa berat dan sengsaranya perjuangan pemuda Indonesia kala itu dalam turut serta merebut kemerdekaan Indonesia? Pernahkah kita merasa berhutang budi, bahkan berhutang jasa kepada mereka para pemuda kusuma bangsa pendahulu kita? Lalu sudah merasa hebatkah diri kita dengan berlagak sok-sokan, merasa paling hebat dan unggul, rajin tawuran seperti yang terjadi belakangan ini? Apakah seperti itu balasan kita atas jasa-jasa perjuangan Pemuda Indonesia kala itu?" tulis Cipto.

Cipto melanjutkan bahwa melalui momen Sumpah Pemuda, seharusnya dapat mengembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme pada pemuda Indonesia. Sehingga tak ada lagi pemuda yang krisis identitas diri dan apatis terhadap keadaan bangsanya. Sebagai pemuda janganlah hanya bisa menuntut terhadap perubahan yang instan tanpa memberikan solusi dan tindakan progresif yang nyata. Sudah saatnya para pemuda masa kini berkomitmen memberikan pengabdian dan karya nyatanya pada nusa dan bangsa.

Pemuda Indonesia sebetulnya masih bisa mengubah bangsanya menjadi bangsa yang lebih baik. Berbagai permasalahan bangsa yang ada merupakan sebuah tantangan zaman yang tak dapat dihindari. Hal inilah yang harus diperhatikan menurut Kompasianer Tyo Mokoagow. Pemuda masa kini telah menampakkan sikap apatis terhadap persoalan yang dihadapi oleh bangsanya. Kemudian ini bisa dimanfaatkan oleh beberapa kelompok yang berlindung dibalik nama demokrasi demi kepentingan pribadi mereka.

Tyo juga berpendapat, jika hal tersebut terjadi, seperti yang sudah banyak kita saksikan, akhirnya sistem pendidikan sering dikesampingkan, identitas budaya masyarakat dikebiri, hukum dijadikan permainan dan sistem peradilan tumpul oleh para elitis, dan sumber daya alam Indonesia yang semakin habis dieksploitasi secara massal. Masalah yang dihadapi kini adalah ketika para pemuda hanya bisa diam menatap nanar praktik kolonialisasi, seakan-akan mereka "menerima" dengan sukarela untuk "dijajah".

"Spirit sumpah pemuda jangan hanya dijadikan hiasan sejarah yang menunggu usang hingga akhirnya tidak memberi makna apapun kini ataupun besok. Nilai-nilai sumpah pemuda tidak boleh dipandang sebagai nilai yang statis tapi sebagai nilai yang dinamis dan dialektis. Semangat dari nilai sumpah pemuda tidak boleh berakhir ketika Indonesia mendeklarasikan medeka pada 17 Agustus 1945 saja. Reaktualisasi nilai-nilai sumpah pemuda harus bersifat dinamis mengingat tantangan zaman yang begitu kuat dihadapan kita," lanjut Tyo.

Tyo menuturkan bahwa predikat agent of changes yang diamanatkan oleh generasi masa lalu adalah sebuah amanat yang harus dilaksanakan. Pemuda harus senantiasa berada di garda terdepan dalam mengusung gerakan untuk perubahan sosial yang meliputi aspek-aspek sosial, pendidikan, budaya, dan hukum di Indonesia. Karena semua permasalahan ini penggerak utamanya adalah para pemuda.

Jika tidak ada pemuda yang mendeklarasikan dirinya 88 tahun yang lalu, mungkin kita tidak akan pernah bisa berdiri sendiri seperti sekarang. Untuk bisa terbebas dari "penjajahan" halus yang ada saat ini, harus dibutuhkan lebih banyak pemuda yang dapat mengubah potret kelam Indonesia. Janganlah meninggalkan sumpah pemuda hanya sebagai sebuah kenangan dan sejarah, tetapi harus benar-benar memaknainya dan kembali menjadi inspirasi baru untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. (FIA/YUD)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun