Mohon tunggu...
Komnas Pengendalian Tembakau
Komnas Pengendalian Tembakau Mohon Tunggu... -

Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (National Commission on Tobacco Control – NCTC) didirikan pada 1998, merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang beranggotakan 23 organisasi dan individu terkemuka yang memiliki tujuan bersama, yaitu melindungi Bangsa Indonesia dari bahaya kecanduan merokok.

Selanjutnya

Tutup

Money

Menjawab Mitos Dibalik Kenaikan Cukai Rokok

15 September 2015   14:25 Diperbarui: 15 September 2015   14:33 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Gabungan organisasi massa, akademisi, serta mahasiswa mendukung penuh kenaikan target cukai tembakau yang ditetapkan pemerintah dalam RAPBN 2016.  Rencana kebijakan ini merupakan win-win solution bagi masyarakat dan pemerintah dalam penanggulangan masalah tembakau di tengah perekonomian negara yang sedang merosot saat ini.

Dukungan kenaikan cukai yang disampaikan oleh masyarakat ini didasarkan pada beberapa fakta berikut:

  1. Berdasarkan perhitungan proyeksi ekonomi, target kenaikan cukai tembakau dalam RAPBN 2016 hanya akan menaikkan harga rokok sebesar Rp 35 per batang.  Dengan harga ini, Indonesia masih menjadi salah satu Negara dengan harga rokok termurah di dunia.
  2. Zat adiktif dalam rokok menyebabkan permintaan terhadap produk ini inelastik, artinya perokok tidak akan berhenti membeli rokok dengan perubahan harga yang sangat kecil.
  3. Cukai pada rokok adalah instrumen pemerintah yang memang digunakan untuk mengendalikan penggunaan produk yang mengandung zat adiktif ini yang membahayakan pengguna dan lingkungannya, sesuai dengan filosofi cukai itu sendiri
  4. Penerimaan pemerintah dari cukai rokok tidak sebanding dengan biaya dampak kesehatan yang harus ditanggung Negara
  5. Pembayar cukai bukan industri namun perokok sendiri yang tidak sedikit diantaranya adalah masyarakat miskin

Tanggapan sebagian pihak bahwa kenaikan cukai rokok akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja dengan buruh pabrik rokok adalah kekhawatiran yang tidak berdasar. Terjadi pergeseran minat masyarakat dari rokok SKT (Sigaret Kretek Tangan) ke SKM (Sigaret Kretek Mesin).  SKM naik proporsinya dari 57% jadi 66% sementara SKT turun dari 35% jadi 26%. Selama 2013 terjadi ekspansi dan mekanisasi besar-besaran industri rokok. Wismilak dengan menambah mesin baru kapasitas produksi 1,5Miliar batang per-tahun, Djarum Kudus menaikkan kapasitas produksi SKM  menjadi15 batang/menit denga sistem shift 24 jam. Sampoerna dan Gudang Garam memperluas industri.  Akibatnya, selama tahun 2013 saja ada 17.288 PHK buruh rokok. Sampoerna PHK 5.000 pekerja pada bulan Mei 2013. Bentoel mempensiunkan secara dini 8.000 pekerja di bulan September 2013 dan Gudang Garam PHK 4288 pekerja di Oktober 2013. Buruh industri rokok turun setengahnya selama 2010-2012 dari 689 ribuan jadi 339 ribuan atau dari 0,6% total pekerja jd 0,3% total pekerja.”Pada tahun 2013 saja industri rokok besar melakukan ekspansi dan mekanisasi besar-besaran yang berimbas pada 17.288 PHK buruh rokok” ungkap Dr. Widyastuti Soeroyo, Peneliti Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI).

Wakil Direktur Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan menambahkan, “Data dari BPS dan Kementrian Keuangan menunjukkan peningkatan jumlah produksi rokok sebesar 47% dari 235.5 miliar batang (2005) menjadi 346 miliar batang (2013), namun tren jumlah pekerja industri ini justru sebaliknya.  Kebijakan cukai rokok selama ini sudah pro industri rokok kretek dan kecil dengan melakukan tugasnya untuk perlindungan tenaga kerja melalui penyesuaian tarif.”

Kenaikan cukai rokok dapat menjadi alternatif bagi pemerintah untuk mendanai sektor strategis lain seperti pembangunan, perbaikan performa BPJS, bahkan untuk bantuan memperbaiki kesejahteraan bagi petani dan buruh rokok itu sendiri.  “Suara dukungan ini akan kami serahkan kepada Presiden, DPR RI serta seluruh Kementrian terkait” ungkap Prof. Hasbullah Thabrany, Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan UI.

Dukungan rencana beleid Kementerian Keuangan ini disampaikan oleh:

  • PKEKK UI (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia)
  • IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia)
  • YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia)
  • LD UI (Lembaga Demografi Universitas Indonesia)
  • LAI (Lentera Anak Indonesia)
  • SFJ (Smoke Free Jakarta)
  • TCSC (Tobacco Control Support Center)
  • Komnas PT (Komisi Nasional Pengendalian Tembakau)
  • PKEKK UI (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia)
  • MTCC (Muhammadiyah Tobacco Control Center)
  • CTCS (Center for Tobacco Control Study)
  • SFA (Smoke Free Agents)
  • FAKTA (Forum Warga Kota Jakarta)
  • BEM UI (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia)
  • 9CM Nasional
  • ISMKMI (Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia)
  • PAMI (Pemuda Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia)
  • AMKRI (Asosiasi Masyarakat Korban Rokok Indonesia)
  • IISD (Indonesia Institute for Social Development)
  • PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia)
  • KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
  • SAPTA Indonesia (Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia) 
  • Pusat Sumberdaya hukum Pengendalian Tembakau Indonesia

   

Referensi

  1. Undang –Undang No 39 Tahun 2007
  2. Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Negara (RAPBN) 2016
  3. Data Kementerian Kesehatan (2007-2011) dalam Haryanto  JT, 2014. Tren Konsumsi Rokok di Indonesia
  4. http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/urgensi-pajak-rokok

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun