Alhasil pihak sekolah pun menelurkan ide kreatif. Kelas A masuk seperti biasa, jam 7 pagi. Sementara anak kelas B masuk pukul 1 siang. Pulang sekolah jam 5 sore.
Apa yang terjadi? Saya mencoba mereka-reka ulang. Ternyata saya terlahir sebagai murid pintar. Pada saat kelas 1 dan 2 SD, saya berhasil duduk sebagai juara III di kelas.
Namun, sebagai murid kelas 3 SD, ceritanya berbeda. Saya naik kelas dengan catatan; Percobaan. Artinya, jika pada semester satu di kelas 4, angka saya masih banyak merahnya, maka saya diwajibkan untuk mengulangi kelas 3 SD. Amsiong!
Apa yang terjadi?
Saya mencoba mengingat ulang kejadiannya. Pulang sekolah jam 5 sore, tiba di rumah hampir jam 6. Mandi, istirahat sebentar lalu makan malam. PR belum dibuat, tetapi masih ada waktu lima jam pada keesokan harinya untuk mengerjakan tugas sekolah.
Jadilah malam hari saya berkumpul bersama keluarga. Menonton video film seri silat kesayangan ayah, "Sing Tiaw Hiap Lu." Sesi mengerjakan PR ramai-ramai sudah usai. Kakak dan adik sudah selesai megerjakannya pada jam 4 sore. Dan saya masih di sekolah.
Jam 10, anak-anak harus tidur karena besok harus bangun pagi pukul 6.
Kecuali saya. Tapi, tetap saja saya ikut tidur, karena siaran Dunia Dalam Berita di TVRI sudah berkumandang.
Besok pagi saya mengerjakan tugas sekolah. Tidak ada yang membimbing, karena kedua orangtua saya harus buka toko. Di rumah hanya ada nenek yang tidak mengenal ABCDE.
Jadilah saya anak yang terbengkalai. "Bodo amat dengan PR dan ujian."
Nenek memanjakan saya. Ia senang jika mama papa tidak berada di rumah. Sebabnya anak dan mantunya itu galak. Akhirnya saya diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja. Film seri "Sing Tiaw Hiap Lu" pun ditonton berulang-ulang. Hingga pukul 11 siang. Setelah itu makan siang baru ke sekolah.