Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berdansa dengan Kematian: The Beginning

11 Desember 2022   20:20 Diperbarui: 11 Desember 2022   21:11 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berdansa dengan Kematian (blantonmuseum.org)

Aku terlahir dua kali, pertama sebagai seorang lelaki dari benak ayahku; dan sekali lagi sebagai seorang bayi perempuan dari rahim ibuku. Di saat yang sama, langit juga menyambut kedatangan si kembar. Menurut penanggalan imlek, periode itu dinamakan nuan yue, bulan kembar dalam kalendar China.

Menurut ayahku yang Tionghoa, bayi yang lahir di bulan kembar adalah bayi spesial. Kelak ia akan menjadi orang hebat. Kalau bukan presiden, prestasinya mentereng.

Tapi, aku lebih banyak mengenal budaya Jawa. Batin ibuku telah merasukiku sejak diriku baru mulai belajar bermimpi di dalam kandungannya. Aku juga lebih sering mendengarkan alunan suara gamelan, sesuatu yang lazim terdengar dari tanah kelahiran pertiwi.

Mungkin itulah yang membuatku seperti ini; Sebagai makhluk bernyawa, dengan kemampuan istimewa, di atas tanah bertakwa, yang kata banyak orang adalah kutukan.

**

Namaku Arundaya Gayatri, pemberian ibu. Ia tahu kelahiranku lahir bersama raut kekecawaan wajah ayahku. Ayahku yang Tionghoa, masih belum bisa terlepas dari pesan moyangnya, "nan zhou, ni you," artinya lelaki adalah penerus marga.

Makanya ibuku tak pernah bercerita kepada ayah, bahwa Gayatri artinya wanita yang berkuasa. Lagipula, ayah hanya mangut-mangut saja, ia bermarga Go, cocok dengan nama belakangku.

Sementara ibu selalu cemburu kepada suaminya, yang selalu mengakui dewi bulan sebagai titisan cinta sejatinya. Ibundaku tak suka, maka lahirlah si matahari kecil ini, alasan mengapa Arundaya tersemat padaku.

Sayangnya, aku tidak terlahir sebagai matahari, bukan juga seorang putri yang berkuasa. Sedari kecil aku tak punya banyak teman, semua menganggapku aneh, kecuali kawanku yang bernama Zasil.

Zasil terlihat sebaya denganku, padahal ia mengaku sudah lahir sejak zaman Majapahit. Zasil juga mengaku jika dirinya adalah pangeran dari kerajaan Kawurungan, nama yang sama dengan kampungku. Meskipun di pagi hari aku tidak pernah melihat istananya, yang katanya terbuat dari emas, berlian, dan juga darah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun