Saya selalu tidak sabar menunggunya. Walau syarat utama harus diberikan dulu kepada para leluhur yang tidak pernah menghabiskannya. Saya selalu mengingatkan mama, agar menyisakan sebagian bagi Sinterklas yang akan hadir di malam natal.
Siapa tahu saja ia lapar. Dan juga agar Pit Hitam tidak ribut-ribut di rumah kecil kami. Malu kedengaran tetangga.
Hari Natal telah tiba. Pagi-pagi bangun melihat kaus kaki masih kosong. Tapi, di bawah pohon Natal sudah banyak kado berbungkus warna-warni. Ramai suara anak-anak terdengar. Tapi, harus menunggu sampai malam. Papa masih sibuk melayani pelanggan. Tokonya tidak pernah libur.
Baju merah wajib dipakai. Melambangkan Natal sekaligus untuk bawa hoki. Persis sama dengan baju imlek. Cuman tidak ada angpao saja.
Tapi, bagi kami kado Natal lebih berharga dari angpao. Bisa langsung dimainkan, sementara angpao biasanya disimpan Mama untuk tabungan.
Om Peter dapat bola, Tante Yenni dihadiahi Pita, Ko Yanto mobil-mobilan. Sementara saya mendapat pinsil warna baru plus buku mewarnai.
Temanya Natal. Ada gambar pohon Natal, Sinterklas, Bayi Yesus, dan beberapa lembar lagi. Tidak pakai lama, Sinterklas langsung mendapat warna merah. Pohon Natal warnanya biru. Itu karena Adik Rika sudah lebih dulu bawa kabur pinsil berwarna hijau. Tidak apalah, hijau dan biru juga mirip-mirip.
Sebagaimana perayaan Natal di rumah sederhana kami. Tidak persis sama, tapi mirip-mirip dan tidak kalah khidmatnya dengan keluarga Kristen lainnya. Ada pohon Natal, kado, dan juga lagu Merry Christmas.
Yang membuatnya beda, hanyalah patung Toa Pek Kong yang masih mengeluarkan asap dupa. Entah apa yang ada dalam pikiran sang dewa bumi tersebut. Bisa saja ia sedang bersenda gurau dengan Sinterklas yang mengunjungi rumah kami.
Tiga gelas arak putih yang selalu ada di mejanya kelihatan sudah mulai berkurang. Begitu pula dengan onde berwarna-warni. Sebentar lagi mereka mungkin mabuk.
Sehingga saya akan mendengarkan bunyi tertawa "ho-ho-ho" Sinterklas dalam lelapku. Seiring dengan suara "he-he-he" dari sang penjaga rumah kami yang bijaksana.