Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Soto Bukan dari China, Ia Produk Asli Indonesia

14 September 2021   18:39 Diperbarui: 14 September 2021   18:47 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soto Bukan Dari China, Ia Produk Asli Indonesia (bumbumasakini.my.id)

Konon Soto, Tauto, dan Coto berasal dari China. Disebutkan pula jika nama asli dari masakan tersebut adalah Chao-do, Chau-tu, atau Jau-to. Semuanya sama, dalam dialek Hokkien artinya jeroan dengan rempah-rempah.

Dengan kata lain, Chao-do dan sejenisnya adalah masakan Hokkien.

Nah, saya kebetulan bersuku Hokkien (Fujian). Jadilah saya bertanya kepada ayah bunda mengenai masakan Chao-do yang telah menjadi ilham soto se-nusantara. Mengejutkan, karena mereka tidak pernah mendengarkannya.

Sebenarnya hal ini sudah bisa saya duga. Tersebab ketika kita mengetik kata Chao-do, Chau-tu, atau Jau-to pada laman google, maka tidak ada sedikitpun penjelasan terhadap masakan tersebut. Yang muncul hanyalah informasi bahwa soto berasal dari masakan china bernama Chao-do.

Berbeda jika kita mencari masakan China lainnya yang terkenal, seperti siomai, wonton, atau pun ca-kue. Informasinya berjubel, dalam multi bahasa pula.

Agak mencurigakan, tersebab sesuatu yang terkenal seharusnya masih menyimpan jejak hingga kini. Tapi, nenek soto ini sama sekali tak meninggalkan bekas.

Untuk itu, marilah kita menilik sejarah.

Kuliner Indonesia memang menganut faham multikulturalisme. Meskipun kita tahu beberapa jenis masakan yang "asli" Indonesia, pengaruh budaya lainnya juga tetap kental terasa.

Menurut catatan, soto pertama kali ditemukan di daerah pantura, pada abad ke-19 Masehi. Bentuknya adalah makanan berkuah dengan isi daging atau jeroan.

Denys Lombard mendukung sejarah ini. Ia menulis dalam bukunya; Nusa Jawa 2: Silang Budaya Jaringan Asia (1996) bahwa pada masa itu, para imigran China sudah banyak ditemukan membaur di pesisir Jawa.

Mereka melakukan banyak aktivitas. Sebagian berdagang, sebagian menjadi pekerja, dan sebagian lagi membuka warung makan. Tidak sedikit pula dari mereka yang berkeliling menjajakan makanan. Soto termasuk salah satunya.

Lantas, entah bagaimana, terjadilah asimilasi kuliner. Soto yang awalnya berisikan daging babi, kemudian diganti dengan daging halal lainnya. Begitu pula dengan rempah-rempah tambahan khas Indonesia, seperti kunyit, merica, cabe, jahe, atau lada.

Sementara masakan china asli tidak mengenal rempah nusantara dalam pengolahannya. Bumbu yang paling umum dalam masakan China adalah kecap ikan, saos tiram, bumbu ngohiang, pekak, minyak wijen, saos hoisin, dan taosi (kedelai hitam). Adapun yang paling mendekati bumbu Indonesia hanyalah bawang putih dan jahe. Sumber: cookin.id

Namun, masakan Hokkien memang punya cirikhas tersendiri dibandingkan masakan lainnya (Kanton, Hakka, dan Tiochiu). Makanan Hokkien mengutamakan teknik rebus, mengukus, braising (memasak perlahan), dan stewing (merebus perlahan).

Bandingkan dengan masakan Kanton yang menggunakan teknik deep frying (menggoreng), double boiling (merebus cepat), dan stir frying (tumis cepat).

Untuk itu, maka masakan Hokkien lebih terkenal dengan hidangan sup-nya. Ini mungkin yang menjadi satu-satunya jembatan antara China dan Nusantara mengenai eksistensi soto. Sama-sama menyajikan sup dengan teknik masak perlahan.

**

Masih penasaran dengan keberadaan Chau-do. Ia adalah masakan berkuah (sup). Tapi, tidak ada sup terkenal khas Hokkien, kecuali; Bak Kut Teh.

Bak Kut Teh (tripadvisor.co.id)
Bak Kut Teh (tripadvisor.co.id)

Kendati merupakan makanan Hokkien, masakan ini justru dilahirkan di Malaysia. Persisnya dari daerah Port Klang. Di China sendiri, jenis makanan ini malah tidak dikenal.

Menurut sejarah, makanan ini pertama kali dipopulerkan oleh kaum buruh China di Port Klang pada awal abad 20. Pada zaman tersebut, kehidupan susah, makanan pun sangat terbatas.

Agar bisa hidup, para buruh bertahan hidup seadanya. Bak Kut Teh lahir dari kondisi yang memprihatinkan. Daging yang digunakan adalah sisa-sisa tulang dari pasar. Bahan rempahnya berasal dari remah-remah herbal yang jatuh dari karung pada saat diangkut oleh para buruh. 

Dengan sedikit keahlian dan keterbatasan, jadilah makanan lezat yang terkenal bernama Bak Kut Teh. Tapi, sekali lagi kendati sama-sama berkuah, tekstur Bak Kut Teh bukanlah soto.

Jika demikian, apakah soto ternyata adalah makanan asli Nusantara?

Untuk itu, mari kita ulik sejarah makanan Jawa kuno. Bagaimana pola masakan para moyang sebelum adanya pengaruh asing.

Dilansir dari sumber (historia.id), jenis makanan jawa kuno dapat ditelusuri melalui jejak arkeologi. Banyak yang tercatat pada naskah kuno, prasasti, atau panil relief. Jenis masakannya terdiri dari beberapa bagian, yakni:

Masakan dari Nasi

Nasi biasanya disajikan dalam perayaan besar masyarakat. Mereka terdiri dari nasi tumpeng (skul paripurna), nasi liwet (skul liwet), nasi tim (skul matiman), dan nasi tanak dalam periuk (skul dinyun).

Masakan Ikan

Ikan adalah hasil laut yang melimpah. Menurut catatan pendatang dari Asia Tenggara, ikan sudah menjadi komoditas umum bagi masyarakat Nusantara zaman dulu.

Dua jenis masakan ikan yang paling terkenal adalah; Ikan yang diasinkan (grih atau gereh), dan ikan yang dikeringkan (deng, dendeng, atau daing).

Daging-dagingan

Masyarakat Nusantara kuno mengkonsumsi segala jenis daging. Hewan ternak seperti ayam, sapi, kambing, angsa, bebek, babi, dan kerbau sudah biasa. Untuk hewan liar, yang paling populer adalah celeng, kijang, kalong, kera, beberapa jenis burung tertentu, dan kura-kura.

Cara masaknya tidak dijelaskan, hanya disebutkan sebagai "penganan yang disayur." Namun, para arkeolog menyatakan bahwa teknik memanggang yang diperkirakan paling populer.

Sayuran

Dalam prasasti-prasasti kuno, ada beberapa masakan sayuran yang disebut. Yang pertama adalah Rumwahrumwah alias lalapan. Ada juga kuluban alias sayur yang direbus.

Camilan

Banyak jenis camilan, tapi hanya Prasasti Sanguran di Malang yang mencatat keberadaan tambul atau dawdal. Sejenis camilan yang kita kenal sekarang dengan nama dodol.

Makanan Para Raja dan Bangsawan

Dalam masyarakat Jawa kuno, tidak ada catatan mengenai perbedaan jenis teknik memasak antara makanan para raja dengan masakan umum lainnya. Yang membedakan hanyalah hak istimewa untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu. Istilah ini disebut sebagai Rajamangsa.

Jenis makanan Rajamangsa antara lain adalah; kambing yang belum keluar ekornya, babi liar pulih, penyu badawang, babi liar matinggantungan, atau anjing yang dikebiri.

**

Dari hasil penelusuran, makanan asli Jawa kuno ternyata tidak mengenal jenis masakan berkuah atau sup. Jadinya masih penasaran, dimanakah keberadaan Chau-do yang disebut-sebut sebagai neneknya soto?

Menurut saya sih, Chau-do yang dimaksud tidak spesifik merujuk kepada soto Nusantara yang kita kenal sekarang. Sepertinya masyarakat China hanya mengajarkan teknik memasak ala Hokkien kepada penduduk Nusantara.

Selanjutnya modifikasi pun dilakukan, sehingga terciptalah soto yang kita kenal sekarang. Hal yang sama terjadi seperti penemuan Bak Kut Teh di Malaysia.

Sebagai kesimpulan, Nusantara ini memang kaya kebudayaan. Asimilasi kuliner terjadi akibat kebesaran hati para moyang untuk mengadopsi kekayaan pengetahuan mancanegara dan kebijaksanaan kros-kultural.

Sebagaimana diriku yang berlatar belakang Tionghoa, dan bersuku Hokkien. Semuanya sudah tidak terlalu penting lagi.

Saya lahir di Indonesia, menghirup udara Nusantara, menjunjung tinggi Pancasila, mencintai NKRI, dan mengibarkan Merah Putih. Leluhurku adalah Chau-do, tetapi eksistensiku adalah Soto.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun