Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Antara Bipang dan Bakso, yang Mana Lebih Haram?

8 Mei 2021   21:26 Diperbarui: 8 Mei 2021   21:35 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bipang dan Bakso, yang Mana Lebih Haram? (travel,bisnis.com)

Daeng Khrisna suka makan bipang. Kota asalnya di Jeneponto juga tempat produksi bipang terkenal. Resepnya sudah turun-temurun. Warnanya kecoklatan. Rasanya enak, gurih, dan kriyuk-kriyuk.

Sejujurnya, aku baru tahu kalau bipang itu haram. Tersebab narasi yang beredar di medsos berkata demikian. Kalau tahu begitu, aku tidak akan menganggit kalimat pembuka pada tulisan ini.

Mana kutahu kalau bipang itu adalah singkatan dari babi-panggang. Setahu saya, bipang terbuat dari beras ketan hitam yang dicampur gula merah. Inilah bipang yang aku tahu. Kue khas kota Daeng, yang wajib dicoba.

**

Bipang Ambawang namanya. Kuliner khas Kalimantan. Menjadi trending topic di Twitter (08.06.2021). Tersebab orang nomor satu di Indonesia, konon mempromosikannya.

Pidato Presiden Jokowi mengajak masyarakat Indonesia untuk berbelanja kuliner Indonesia secara online pada Hari Bangga Buatan Indonesia, diungguh dalam kanal Youtube Kementerian Perdagangan RI (05.05.2021).

"Sebentar lagi Lebaran. Namun karena masih dalam suasana pandemi, pemerintah melarang mudik untuk keselamatan kita bersama. Nah, Bapak, Ibu, Saudara-saudara, yang rindu kuliner daerah atau mudik membawa oleh-oleh, tidak perlu ragu untuk memesannya secara online," kata Jokowi pada ungguhan tersebut.

Dalam video tersebut, Jokowi menyinggung beberapa jenis makanan. Antara lain, gudeg yogya, siomay bandung, pempek palembang, dan bipang ambawang.

Sontak berbagai persepsi muncul dari warga net. Ada yang mengatakan tidak elok menyinggung bipang sebagai oleh-oleh lebaran, karena babi haram bagi muslim.

Namun, ada juga yang berpendapat jika penyebutan bipang ambawang itu ditujukan kepada umat non-muslim yang juga akan memperingati Kenaikan Isa Almasih pada tanggal yang sama dengan Idul Fitri.

Kisruh belum usai, beberapa pejabat pemerintah juga ikut nimbrung. Fadjroel Rachman, staf khusus Presiden RI, menulis dalam akun twitternya;

"Ini BIPANG atau JIPANG dari beras. Makanan kesukaan saya sejak kecil hingga sekarang, [...]."

Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi turut bersuara. Menurutnya, pernyataan Presiden itu ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai ragam mayarakat yang memiliki budaya kuliner yang berbeda pula.

"[...]. Jadi sekali lagi, kuliner khas daerah yang disebut Bapak Presiden dalam video tersebut untuk mempromosikan kuliner nusantara yang beragam." Ungkap Lutfi.

Kembali kepada perselisihanku dengan Daeng Khrisna. Tentu ia akan memaafkanku, meskipun aku belum sempat meminta maaf. Aku yakin ia tahu jika yang kumaksud di sini adalah bipang yang non-haram.

Aku jadi mengingat kejadian waktu masih SD. Betapa naifnya diriku ketika mengatakan bahwa abang tukang bakso yang sering nongkrong di depan sekolahku menjual daging babi.

Tentunya, itu bukanlah penistaan agama. Tersebab keluar dari mulut seorang anak kecil berusia 9 tahun. Lagipula, di awal tahun 80an belum ada pasal Penistaan Agama. Jadi, amanlah diriku.

Pernyataanku bukan tanpa sebab. Kelas 3 SD adalah pertama kalinya aku mencicipi bakso yang rasanya gurih nan lezat. Sebelumnya, adalah nenek yang melarangku jajan di luar.

"Nanti kosakit perut," aku masih mengingat kata-katanya.

Tapi, ibu tercinta justru suka jajan. Seminggu sekali, ia menjemputku pulang sekolah, untuk singgah di tempat kulineran. Salah satu yang paling favorit adalah Nyuk-nyang jalan Bali.

Nyuk-nyang ini kalau di Jawa, namanya Bakwan. Modelnya mirip-mirip bakso, tapi kuahnya bening.

Nah, Nyuk-nyang ini sudah diwanti-wanti oleh penjualnya. Label "Tidak umum" berarti mengandung daging babi. Sudah dipahami oleh para sahabat muslim.

Tidak heran begitu aku mencicipi bakso, dalam bayanganku, itu adalah sekelompok daging babi cincang yang dibulat-bulatkan. Betapa udiknya diriku saat itu, ah!

Namun, aku juga tidak 100% salah. Tersebab Bakso di Indonesia memiliki sejarahnya yang panjang.

Makanan ini berasal dari zaman Dinasti Ming (1368-1644). Begitu masuk ke Indonesia, nama bak-so langsung tersemat. Bak-so sendiri memiliki arti harafiah daging giling.

Sementara kata bak sendiri dalam bahasa China sebenarnya merujuk kepada daging babi. Alias daging yang dijadikan sebagai bahan utama masakan ini di Tiongkok sana. Begitu pula dengan turunannya, seperti bak-wan, bak-pia, dan bak-pao.

Namun, di Indonesia yang mayoritas muslim, bakso lebih umum terbuat dari daging sapi. Belakangan bahkan dibuat varian lebih luas. Ada bakso dari ayam, udang, dan ikan.

Sebaliknya, Nyuk-nyang yang nyata-nyatanya haram, justru memiliki makna berbeda. Kata "nyuk" sendiri berasal dari kata "niu-juk" yang berarti daging sapi. Lha!

**

Untuk kuliner yang satu ini, bangsa Indonesia belajar dari China, yang penduduknya adalah penggemar daging babi (kecuali muslim China tentunya).

Namanya pun masih memikul embel-embel babi. Tidak ada masalah, sepanjang yang dimasak bukan daging babi sungguhan.

Sementara bipang, kasusnya terbalik. Makanan yang seharusnya merupakan kue dari beras, diplesetkan menjadi babi panggang.

Mungkin saja karena kata babi lebih tidak sopan. Dengan demikian, bipang terasa pas. Lebih keren dan tak haram terdengar.

Saya sendiri sering merasa risih jika menyebutkan kata babi secara langsung pada makanan yang akan kusantap.

Kadang aku menyebutnya dengan bak, kadang pula bab 1, kadang pula sapi kaki pendek.

Namun, Ali, sahabat muslimku, justru menertawaiku.

"Emangnya haramkah saya kalau dengar kata babi?" Demikian ungkapnya.

Sekarang bipang menjadi viral. Jokowi dituduh mempromosikan daging yang haram bagi umat muslim. Apalagi menjelang lebaran.

Tapi, Ali memang benar. Apakah haram mendengar kata babi? Jika memang demikian, maka Bak-so seharusnya juga haram. Betul gak sih.

Menurut saya, ada baiknya kita belajar dari para moyang kita. Belajar mengubah kuliner yang seyogyanya haram, menjadi makanan nasional yang terkenal hingga ke pelosok dunia.

Kuncinya adalah sikap toleransi dan tidak mudah tersinggung. Benar gak sih?

Referensi: 1 2 3 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun