Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Saat Penulis Tak Doyan Duit, Bagi Buku Gratis

28 Desember 2020   14:34 Diperbarui: 29 Desember 2020   03:44 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi saat penulis tak doyan duit, bagi buku gratis (sumber: mediabistro.com)

Bayangkan jika buku ini harus dicetak. Misalkan dengan standar minimum penerbit, sebanyak 500 buku. Angka 5-7,5 juta rupiah tidak jauh dari kisaran. Biaya ini termasuk ongkos cetak, biaya cover, ISBN, editing dan layout, tetapi belum termasuk modal awal. Dimana saya harus membeli sendiri sebagian porsi buku yang jumlahnya tergantung dari hasil negosiasi dengan pihak penerbit. Naga-naganya akan habis sekitar 10 juta rupiah, minimum.

Royalti? Keuntungan? Lupakan, karena pada akhirnya saya dan Dr.Toni juga akan membagikan buku ini secara gratis. Kendati demikian, tetap saja, buku cetak akan lebih terasa hebatnya, andai saja saya mau mengeluarkan biaya yang tidak murah.

Kembali kepada pernyataan miris, "Hari ini gak jaman bikin buku."  Milenial dan post milenial menjadi biang kerok tuduhan bahwa buku cetak sudah akan punah. Ada empat fakta yang mendukung hal ini.

Pertama, zaman sudah berubah. Gawai sudah menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Hampir tidak ada manusia yang tidak memiliki gawai saat ini.

Kedua, mudah diperoleh. Pada kenyataanya, e-book sangat mudah didapatkan di berbagai aplikasi gawai. Dengan harga yang murah, apalagi gratis, kamu bisa menyimpan seluruh buku di dunia dalam sebuah genggaman.

Ketiga, kemudahan dalam membaca. Menyimpan buku dalam tas akan terasa tidak praktis. Sementara gawai yang juga digunakan untuk bekerja dan bersosialisasi tidak akan pernah lepas dari genggaman. Di saat senggang, pada saat kita hendak membaca, maka sentuhan ada di jari Anda.

Keempat, praktis. Dengan tersambung di gawai, berbagai macam aplikasi pendukung seperti penanda buku digital, kamus on-line, hingga catatan elektronik, membuat membaca buku digital terasa sangat praktis untuk dilakukan bersamaan dengan pekerjaan lainnya.

Ini belum termasuk hambatan lainnya yang sering ditemukan pada buku cetak konvensional, seperti hilang, dipinjam teman, rusak, sobek, atau dijadikan pengganjal pintu oleh emak.

Bagaimanapun juga, bagi saya buku cetak tetap adalah yang terbaik. Tidak ada 'ritual' yang mampu memberikan ikatan emosi pada saat membaca e-book melalui gadget.  

Tidak ada bunyi pada saat lembaran kertas berganti halaman. Tidak ada bau kertas yang khas. Tidak ada pembatas buku indah yang sudah menemaniku selama 30 tahun. Ini belum termasuk susunan buku di rak yang jelas terlihat elok bersama.

Hal ini senada dengan penelitian yang dipimpin oleh Anne Mangen, yang dilansir di The Guardian pada tahun 2014. Menurutnya, buku digital tidak mendukung rekonstruksi mental dari sebuah cerita seperti yang bisa dilakukan pada buku cetak.

"Pada saat Anda membaca buku cetak, Anda dapat merasakan tumpukan halaman dengan jari Anda." Kata Anne Mangen.

Lebih lanjut, Anne juga mengatakan bahwa keterlibatan sensorik tertentu dapat mendukung sensasi visual dari pengalaman membaca buku. Sebagai contoh, buku cetak hadir dalam berbagai jenis ukuran. Tentu ini sudah melewati survei.

Novel fiksi biasanya memiliki ukuran yang sama, namun buku fotografi atau kuliner, biasanya berukuran lebih besar karena menonjolkan keindahan gambar. Bandingkan dengan buku digital yang semuanya berukuran sama dengan gadget kamu.

Penelitian lainnya lagi juga menonjolkan keunggulan buku cetak dibandingkan dengan buku digital. Jurnal Pediatrics menyebutkan bahwa buku cetak memiliki manfaat yang lebih besar bagi pertumbuhan anak. Penelitian ini melibatkan 37 orangtua dan balitanya, yang membaca tiga jenis buku, yaitu: buku cetak, e-book biasa, dan e-book dengan efek suara dan animasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun