Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Numerologi: Bagaimana Nama Baik Dapat Memaksimalkan Hokimu?

14 September 2020   10:03 Diperbarui: 15 September 2020   22:04 1809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nama Baik Memaksimalkan Hoki (sumber: scottcahan.com)

Apakah Anda menyukai namamu? Ada yang senang, ada yang biasa-biasa saja, namun ada juga yang membencinya.

Nama adalah suara yang paling familiar dalam diri kita. Selain merepresentasi diri kita pribadi, nama adalah kata yang paling sering didengarkan.

Suara yang memanggil nama, adalah suara yang paling mendebarkan hati. Coba bayangkan, di saat seseorang yang disayangi, memanggil namamu dengan manis dan merdu, gimana tuh perasaannya?

Pun halnya, jika 'guru killer' di sekolah yang mencari mangsa untuk naik ke papan tulis untuk menjawab pertanyaan. "Rudy, naik sini!" Wah, sampai sekarang horor itu masih belum bisa lepas dari bayanganku.

Pun halnya dengan nama ejekan, "Eh, lontong, ngapain lu di sini?"

Si Amir yang memang jualan lontong usai pulang sekolah, tidak menyenangi panggilan yang dianggap melecehkan tersebut. Namun, akan terasa beda bagi Cah Lontong, yang memang memposisikannya sebagai nama panggung yang membuat dirinya terkenal.

Jika memang demikian adanya, mengapa masih ada saja yang menganggap ada nama yang baik, dan ada nama yang buruk?

**

Indonesia yang sudah diresmikan selama 75 tahun saja, juga mengalami tuduhan sebagai biang kerok penyebab runtuhnya bangsa ini.

Baca juga: Tahun 2020: Indonesia Akan Hancur Jika Tidak Mengubah Nama Menjadi Nusantara

Namun, presiden Filipina, Rodrigo Duterte, malah ngotot mengubah nama Filipina menjadi Maharlika, lha gimana bisa?

Usut punya usut, ternyata pergantian nama ini untuk menghilangkan keterkaitan dengan kolonialisme yang sudah terjadi hampir seabad yang lalu. Nama Filipina sendiri adalah pemberian Raja Spanyol Philip II yang berkuasa antara 1556 hingga 1598 yang lalu.

Adapun nama Maharlika yang diusulkan sebagai nama baru, dalam bahasa Melayu lokal, berarti bangsawan, atau bisa juga berarti ketenangan. Selain itu, kata Maharlika juga bisa mereprentasekan nasionalisme, karena merujuk kepada budaya asli dari bangsa Filipina.

**

Kisah lain lagi, dapat juga dipertik dari tulisan karya Kompasianer Greogorios Nyaming yang berjudul, "Uniknya Pemberian Nama Anak Secara Adat dalam Suku Dayak Desa."

Menurutnya, pemberian nama adat harus mengambil nama-nama leluhur atau moyang. Dua hal yang harus diperhitungkan adalah (1) selama hidupnya dikenal baik, dan (2) memiliki umur yang panjang.

Selain itu, kehadiran orang-orang tua dalam pemberian nama juga sangat diperlukan, karena merekalah yang memahami sikap dari sang empunya nama. Nama disini bagi masyarakat Suku Dayak Desa, adalah warisan kebaikan dari para moyang.

**

Lain lagi kisah si Kentut, yang sampai sujud syukur ketika pengadilan mengganti namanya secara resmi sebagai Ikhsan Hadi.

Padahal menurut ayahnya, nama tersebut adalah pilihan dari buyutnya, dan juga disetujui olehnya, karena 'enak didengar'. Pun halnya dengan kata kentut yang sama sekali tidak dimaksudkan sebagai "angin yang keluar dari bokong".

"Lho, mboten niku. Mboten, maksude Mbah Buyut mboten kentut (Lho bukan itu. Tidak, maksudnya Kakek Buyut. bukan kentut)," kata Larno (53), ayah Ihsan, di Karanganyar, Jawa Tengah.

Dalam bahasa Jawa, Ada perbedaan antara pelafalan dan penyebutan T dan TH, sehingga nama Kentut seharusnya Kenthut. Tidak ada makna dari nama Kenthut, menurut Larno, ia menyetujuinya karena enak didengar.

Namun sayangnya, dokumen ijazah SD tertulis nama Kentut tanpa "h". Larno sendiri tidak pernah merasa khwatir akan persamaan lafal nama anaknya yang mirip dengan arti "angin yang keluar dari lubang dubur" ini, karena bahasa jawanya adalah Entut, tanpa "k."

Baca Juga: Jika Nama Begitu Harum, Mengapa Kentut Memalukan

**

Nah, dari kumpulan cerita di atas, bagaimana memberikan penilaian, apakah nama kamu itu bagus atau tidak?

Cara kerja nama sangat memengaruhi persepsi seseorang yang berasosiasi dengannya. Oleh sebab itu, nama baik atau bukan, cukup sederhana.

Jika kamu menyukai nama itu, maka itulah yang terbaik.

Nama yang disukai, tentu saja memiliki energi yang bagus. Namun terkadang, seseorang tidak menyukai namanya, dengan alasan yang tidak jelas.

Saya menyukai nama Rudy, sementara si Rudy lain, bisa saja tidak terlalu suka. Ia lebih memilih nama tengah, nama keluarga, atau julukan lain sebagai bentuk panggilan utama.

Oleh sebab itu, menyukai nama, tidaklah cukup. Saya sangat menyarankan agar setiap orang dapat memahami makna namanya sendiri dengan cara-cara sebagai berikut:

Arti nama dalam budaya/lingkungan.

Nama tradisional, seperti jawa, arab, atau china yang memiliki makna, tentunya memiliki penjelasan yang jelas. Sudharma, berarti Dharma (Kelakuan) Baik, Bimo berarti Luar Biasa, Yudhoyono berarti Pemenang dalam Peperangan, dan lain sebagainya.

Mengetahui asal-usul nama.

Seringkali nama diberikan tanpa mengetahui arti sebenarnya. Nama Bimo yang berarti Luar Biasa, seringkali bukan menjadi pertimbangan utama dalam penamaan. Bisa saja nama Bimo terkait dengan nama anggota keluarga, atau tokoh yang menjadi panutan.

Nah, dalam hal ini, maka ketokohan dari sang empunya nama yang menjadi inspirasilah yang berlaku disini.

Nama yang tidak memiliki arti.

Namun, saya sering mendapatkan kisah dimana seseorang diberikan nama tanpa ada alasan yang jelas.

"Pokok e nama Daniel itu bagus, Titik!"

"Lha, Daniel dalam Alkitab kan artinya, "Tuhan adalah Hakimku."

"Gak ada urusan, aku gak pernah baca Alkitab!"

"Kalau gitu, kamu suka ya ama penyanyi Daniel Sahuleka?"

"Gak ada urusan, aku gak suka penyanyi!"

Nah, jika demikian, saran saya adalah, cari tahulah nama kamu yang sebenarnya itu apa? Caranya? Google aja, Om!

Proses penerimaan nama dalam lingkup keluarga atau komunitas.

Seiring waktu berjalan, seseorang yang bernama Bimo akan melalui proses asosiasi nama dengan pengalaman hidupnya. Sedikit banyak, nama sangat berasosiasi dengan pengalaman hidupnya semasa kecil.

Bimo yang suka ngompol, akan menjadi ejekan bagi kawan-kawannya. "Bimo Ngompol, Bimo Basah, atau Oh, Bimo yang suka ngompol waktu kecil?"

Jika pengalaman jelek yang diasosiasikan dengan nama tidak menimbulkan pengalaman traumatis yang besar, maka nama tersebut akan baik-baik saja.

Namun, jika sebaliknya, maka saran saya, sebaiknya segera mengganti nama.

Seperti pengalaman dari seorang pasien saya yang bernama Ayu (nama samaran). Sewaktu kecil, ia sangat bangga dengan panggilannya, yang ia artikan sebagai 'remaja yang cantik dan digandrungi oleh banyak lelaki'.

Namun pengalaman mengerikan terjadi ketika ia diperkosa oleh gurunya sendiri. Sambil melaksanakan aksi laknatnya, sang guru terus menerus menyebut nama "Ayu... Ayu..." di telinganya.

Meskipun sang pelaku sudah diganjar hukuman setimpal, dan ia telah berhasil memulihkan keadaannya lewat bantuan konselor, namun aku tetap memintanya untuk mengganti nama panggilan lain yang ia miliki. 

Memberikan sugesti melalui nama.

Setiap orangtua yang memberikan nama kepada anaknya, pasti memiliki harapan tertentu terhadap sang anak. Oleh sebab itu, jangan pernah sekali-kali memberikan sebuah nama, hanya karena Mulan sedang putar di bioskop. Lebih celaka lagi, kalau nama Covid dianggap keren.

Meskipun anak sudah besar, atau cukup dewasa, tetaplah berdiskusi dengannya mengenai arti nama.

Nama Rudy ternyata berasal dari tokoh olahraga, Rudy Hartono yang digandrungi oleh papa. Oleh sebab itu, meskipun tidak berbakat main badminton, paling tidak saya tahu memegang raket.

Namun seiring waktu berjalan, saya menyempatkan diri membuka-buka buku nama bayi untuk mencari nama bagi anak pertama. Saya menemukan arti dari nama Rudy, ternyata adalah 'Bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu'.

Sejak saat itu, saya memaknai arti ini bagi diri saya sendiri, sambil tidak lupa untuk merasa bangga terhadap nama yang kumiliki.

Bagaimana arti nama dalam Numerologi?

Prinsip kerja dasarnya sebenarnya sama, nama seharusnya dapat membantu kita untuk menjalani hidup dengan lebih baik.

Pada dasarnya, tidak ada nama yang jelek, karena nama adalah pemberian orangtua. Hanya saja, kadang nama tidak bersinergi dengan baik dengan tanggal lahir, yang saya sebut dengan "ketidakharmonisan takdir dan nasib".

Jika hal ini terjadi, maka prinsip dalam mengubah nama dalam numerologi, harus memenuhi tiga kaidah utama.

Pertama, nama yang dirubah, bukanlah nama kelahiran.

Nama kelahiran disebut dengan vibrasi asli (pure vibration), merupakan dasar perhitungan dari struktur numerologi. Meskipun seseorang telah mengubah namanya untuk suatu alasan tertentu, energi dari nama kelahiran, tetap melekat padanya. 

Perubahan nama hanya menambah energi baru, yang kadang harus diwaspadai.

Kedua, cara terbaik adalah memilih nama panggilan diantara seluruh nama panggilan yang sudah ada.

Setiap orang seharusnya memiliki dua hingga tiga nama yang berbeda. Dalam kasus tertentu, bisa empat hingga lima. Setiap nama panggilan, memiliki asosiasi dengan sifat-sifat tertentu dari dirinya.

Pemilihan nama panggilan yang terbaik, harus menyesuaikan dengan energi yang lemah dalam struktur numerologinya.

Ketiga, nama harus disayangi, membanggakan, dan dihormati.

Dalam pemilihan nama yang terbaik, perlu untuk mengidentifikasi, apakah nama tersebut disukai oleh dirinya. 

Sebagian besar, nama yang terbaik dalam perhitungan numerologi, memang sudah merupakan nama panggilan utama.

Namun, dalam beberapa kasus, kadang nama terbaik, justru yang paling jarang digunakan, atau nama yang ditolak. Jika hal ini terjadi, maka langkah selanjutnya adalah menggali trauma yang berasal dari nama tersebut.

Jika konsultasi sudah dijalankan, dan penyebab trauma sudah ditemukan dan behasil disembuhkan, maka penggunaan nama tersebut akan menjadi lebih efektif.

Proses penerimaan nama dalam batin.

Manusia menerima informasi dari panca indra, dan dimasukkan ke dalam batin yang bercampur dengan jutaan informasi berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu.

Nama adalah suara yang masuk lewat indra pendengar. Pada saat masuk ke dalam batin, maka terjadilah proses mapping. 

Nama yang tidak familiar tidak akan menimbulkan reaksi lebih lanjut, namun nama yang dikenal akan berlanjut ke proses pemaknaan.

Tentunya akan berbeda jika nama Rudy yang dipanggil dengan halus dengan panggilan yang kasar dan keras. Begitu pula dengan asosiasi panggilan seperti Pak Rudy atau Rudy Babi.

Informasi pada batin mencatat bahwa "pak" adalah sebuah panggilan yang sopan, sementara kata "Babi" adalah jenis hewan yang jorok dan malas.

Proses berlanjut kepada tahap selanjutnya yang menyentuh pola pikir, ucapan, dan tindakan. Jelas, "pak" dan "babi" akan menciptakan cerita yang sama sekali berbeda, meskipun kedua panggilan tersebut mengandung nama Rudy.

Dengan demikian, nama bukan hanya sekedar nama, namun juga dapat menimbulkan efek lanjutan (dalam bentuk perbuatan) setelah mendengarkan nama tersebut.

Baca Juga: On-Line Dhammavaganza, Perlukah Mengubah Nama untuk Mengubah Nasib?

Karena nama, seseorang dapat jatuh cinta kepada 7 dewi surgawi, juga karena nama, seseorang dapat membunuh 7 turunan.

Nama yang terbaik adalah nama yang memiliki pemaknaan yang baik, dengan demikian syarat terutama dari sebuah nama adalah harus terasa nyaman dalam benak sang pemilik nama.

Nama harus berisikan doa dan harapan baik yang perlu dipahami oleh sang pemiliknya, hingga hanya kebaikanlah yang akan datang padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun