Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tahun 2020: Indonesia Akan Hancur Jika Tidak Mengubah Nama Menjadi Nusantara

2 September 2020   06:45 Diperbarui: 2 September 2020   06:53 4814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia dan Nusantara (sumber: jurnalislam.com)

"Ini Tahun 2020! Indonesia akan hancur! Sebabnya? Nama Indonesia sampai sekarang belum berubah menjadi Viranegari Nusantara."

Ini adalah sebuah pernyataan yang sempat viral pada tahun 2014 lalu. Pencetusnya adalah seorang Doktor lulusan Univeristy of Metaphysics International, Los Angeles, yang bernama Arkand Bodhana Zeshaprajna.

Foto Arkand Bodhana Zeshaprajna (sumber: merdeka.com)
Foto Arkand Bodhana Zeshaprajna (sumber: merdeka.com)
Hingga saat ini, penulis belum mengenal beliau secara langsung. Walaupun sudah dua kali bermaksud mengikuti workshop yang diadakannya pada tahun 2015 lalu, namun pertemuan ini sepertinya belum mendapatkan restu dari alam.

Menurut Arkand, periode 2014 hingga 2023 adalah fase polaritas negatif yang berbahaya. Baginya, tanda-tanda kehancuran seharusnya sudah terlihat sejak tahun 2014 hingga mencapai puncaknya pada tahun 2020 ini.  

Penyebab utama dari kehancuran ini tidak disebutkan, namun ditenggarai nama Indonesia lah yang akan menyebabkan timbulnya kehancuran ini. Oleh sebab itu, penggantian nama menjadi Nusantara adalah hal yang sangat penting.

"Dalam fase negatif seperti itu, jarang sekali hampir tidak pernah bahkan, bila satu perusahaan atau negara dengan polaristas fase memuncak tak bisa melampauinya. Tak pernah ada. Jadi kita sangat berbahaya bila kita tak menggunakan nama nusantara," jelasnya.

Selain itu, Arkand juga mengatakan bahwa nama Nusantara adalah sebuah simbol semangat dan kebesaran bagi bangsa ini.  

Usulan penggantian nama ke Nusantara bukan tanpa alasan. Sebab menurutnya, dalam struktur nama, Nusantara tak mempunyai angka merah dan bisa membuat kehidupan yang semakin baik untuk orang-orang yang berada di dalamnya kelak.

Selain itu, kata Indonesia sendiri tidak berasal dari orang Indonesia atau pribumi. Kata Indonesia ini pertama kali dicetuskan oleh James Richardson Logan pada tahun 1850, yang disingkatkan dari nama Indian Archipelago (Kepulauan Hindia).

Menurut Arkand, nama pemberian dari bangsa asing, akan membuat perjalanan bangsa ini terseok-seok.  

Untuk menghitung struktur nama, Arkand telah mengembangkan piranti lunak metafisika buatannya, yang ia berikan nama Arkand Secret Code. Istilah seperti Synchronicity Value, Coherence Value, dan lain sebagainya, semuanya menunjukkan angka 'merah' bagi nama Indonesia.

Ia dapat membuktikan kode ini dengan membandingkan nilai yang baik dari nama negara-negara maju, dan sebaliknya hasil yang kurang baik dari nama-nama negara yang sedang berkembang.

Oleh sebab itu, menurutnya, "Adalah satu kenekatan jika kita mempertahankan nama Indonesia".

Pernyataan Arkand yang ia kampanyekan di berbagai media ini, tidak bertepuk sebelah tangan. Komunitas kecil yang ia kumpulkan, mampu mendukung idenya untuk perubahan nama ini. Salah satunya adalah Budayawan Butet Kertaradjasa. "Ya saya setuju. Saya percaya sama dia."

Sebagai seorang Numerolog yang pekerjaannya adalah menilai energi nama, penulis sering ditanyakan oleh beberapa kawan yang sempat khwatir akan kondisi nama Indonesia.

Hal pertama yang penulis sampaikan adalah "Arkand lebih jago, karena ilmuku tidak pernah menyentuh perubahan nama untuk memperbaiki nasib, apalagi sampai berani memprediksi kehancuran Indonesia."

Cara ini cukup efektif, karena sang penanya akan diam seribu bahasa. Prinsip penulis sebagai Numerolog, sangatlah tidak elok memberikan "kutukan" kepada seseorang terkait nama, yang nota bene adalah pemberian orangtuanya.

Pun untuk menggantikan nama yang sudah sangat melekat pada diri seseorang. Menurut penulis, proses perubahan nama, seharusnya dilakukan dengan suka rela oleh dirinya sendiri, atau terjadi secara alamiah, seperti mengikuti aturan yang berlaku.

Apalagi 'menyumpahi' nama besar Indonesia, hanya karena alasan metafisika, sungguh sebuah perbuatan yang tidak bijak.

Nama adalah energi.

Meskipun kerjaan Numerolog berhubungan dengan energi nama, penulis sendiri lebih menyarankan perbaikan karakter terhadap ketidakseimbangan nama dan tanggal lahir.

Menurut Arkand, "Nama mengandung ideasi dan energi. Ilmu fisika menyebut energi bersifat kekal, tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Segala sesuatu di alam semesta ini memiliki energi, termasuk nama."

Sangat setuju... nama adalah energi, oleh sebab itu, nama yang melekat pada diri seseorang sebenarnya merupakan energi yang selalu berubah. Sesungguhnya, seseorang telah memiliki minimal dua hingga tiga nama berbeda pada dirinya.

Contoh, seseorang yang memiliki nama lengkap Kurniawan Hadi Pratikno, bisa saja memiliki 6 nama yang berbeda. "Kurniawan, Hadi, Didi, Pratikno, Wawan, Kurnia" plus nama-nama julukan yang mungkin tidak berhubungan dengan namanya.

Dari sekian nama yang berbeda, maka akan ada beberapa energi yang berbeda pula. Untuk menyeimbangi nama, maka penulis akan memilih salah satu nama panggilan terbaik baginya.

Hal ini sudah cukup, sepanjang nama panggilan tersebut tidak mengandung unsur trauma, dan ia menerima dan memahami apa makna dari nama panggilan tersebut yang akan ia tanamkan dalam alam bawah sadarnya, untuk mengubah kelemahannya menjadi kekuatan.

Bagaimana dengan energi nama Indonesia vs Nusantara?

Pun halnya dengan Indonesia. Dalam sejarah bangsa, selain kata Indonesia, ada enam nama lainnya yang (pernah) melekat pada negeri ini, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda.

Keenam nama tersebut adalah: 1) Hindia Belanda, 2) Nederlandsc Oost-Indie, 3) Insulinde, 4) The Malay Archipelago, 5) Indunesia, dan 6) Nusantara.

Nama Nederlandsc Oost-Indie, Insulinde, The Malay Archipelago, Indunesia, adalah bagian dari sejarah yang jarang diketahui oleh banyak orang, dan dengan sendirinya memiliki energi yang sangat lemah.

Sementara nama Hindia Belanda, adalah nama yang cukup umum menggambarkan Indonesia sebelum kemerdekaan. Nama ini biasanya akan disinggung pada pelajaran sejarah, sehingga cukup melekat dalam benak kita, dan memiliki energi yang moderat.

Nama Nusantara sendiri, sangat umum digunakan sebagai 'julukan' bagi Indonesia. Energinya luas, karena sangat familiar di telinga kita, dan juga sangat positif dalam penggunaanya.

Dengan demikian, maka sebenarnya nama resmi Indonesia tidak perlu diubah lagi, karena nama Nusantara yang energinya masih berkibar hingga saat ini, tidak lain tidak bukan, telah mewakili Indonesia itu sendiri.

Bagaimana jika kita ngotot, tetap mengubah nama Indonesia menjadi Nusantara?

Dalam Numerologi, pembacaan karakter menggunakan dua indikator dengan bobot yang sama kuat. Tanggal lahir menceritakan takdir, apa tujuan kita lahir di Indonesia, sementara nama adalah nasib, yang mewakili kemampuan manusia untuk berubah.

Tanggal lahir hanya satu dan tidak bisa dirubah, demikian juga dengan makna dari kelahiran itu sendiri. Jokowi adalah presiden ke-7 Indonesia, dan tidak ada lagi Jokowi -Jokowi lainnya.

Sementara nama bisa berubah dan memiliki banyak bagian lain di dalamnya dalam bentuk nama panggilan. Hal ini berarti, bahwa kemampuan yang dimiliki oleh manusia, sifatnya variabel dan fleksibel.

Dengan mengubah nama, maka sesungguhnya hanya 50% dari diri kita yang berubah. Itupun berhubungan dengan kemampuan diri, seperti kapabilitas, talenta, motivasi, sikap, yang bukan takdir.

Lantas apakah mengubah nama kemudian bisa mengubah nasib? Belum tentu, karena perubahan nasib harus berasal dari keinginan terbesar dari diri seseorang. Percayalah! Proses perubahan nama akan terjadi dengan sendirinya, jika seseorang telah membuktikan bahwa dirinya telah berubah.

Bagaimana analisis Numerologi terhadap perubahan nama Indonesia menjadi Nusantara?

Jawabannya adalah TIDAK PERLU DIBAHAS LAGI. Selain untuk mengubah nasib, kita harus mengharapkan perubahan sikap dari 270 juta rakyat, melalui pemerintahan yang bersih dan luhur. Lagipula, nama Nusantara sendiri sebenarnya sudah sangat melekat pada bangsa ini. Hayo, kurang apa lagi?

Bagaimana dengan prediksi Arkand?

Penulis tidak pernah tahu, karena masih ada sisa 121 hari sejak tulisan ini dibuat untuk melihat kenyataanya. Namun, dengan sepenuh hati, penulis mengharapkan agar prediksi ini tidak akan terjadi.

Indonesia adalah negaraku, bangsaku, tumpah darahku, yang aku cintai! Jika ingin mengubah nasib bangsa ini, mulailah dari hal-hal terkecil dari diri kita, bukan dengan menyumpahinya menjadi negara yang akan hancur berkeping-keping.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun