Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

New Normal, Fakta yang Harus Dihadapi dalam Ilusi yang Belum Tentu Terjadi

29 Mei 2020   12:29 Diperbarui: 30 Mei 2020   05:33 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi New Normal. Sumber: suara.com (shutterstock)

Akhir-akhir ini istilah New Normal yang selayaknya dicetuskan untuk menghadapi penyebaran Covid-19, menjadi lebih populer daripada virus itu sendiri.

Memiliki arti "mempercepat penanganan Covid-19 dalam aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi", namun berbagai teori dan konspirasi ternyata juga turut serta mempercepat kebingungan.

Bisik-bisik tetangga seperti, pemerintah telah memilih herd immunity untuk penanganan covid-19, hingga pemerintah lebih memilih "uang" dibandingkan "nyawa" membuat ide New Normal lebih mirip skenario Bollywood yang kalut.

Belum lagi pernyataan Presiden Jokowi mengenai "Hidup Berdamai dengan Corona" yang telah banyak diplesetkan menjadi berdamai dengan "mantan" yang rasanya nano-nano asam. Brrr...

Kekhawatiran banyak orang bahwa Indonesia belum siap melakukan New Normal karena grafik penyebaran yang belum juga landai menambahkan nuansa horror padanya. Ini belum termasuk kesiapan tim medis dan rumah sakit jika terjadi lonjakan pasien, dan juga aktivitas warga yang masih saja padat merayap tanpa mengindahkan protokol kesehatan yang ditetapkan.

Namun di sisi lain, kita juga harus melihat fakta bahwa virus ini akan selalu ada di sekitar kita, dan akan terus menginfeksi jutaan orang hingga obat dan vaksin ditemukan.

Rencana menjalankan New Normal oleh pemerintah tidak dilakukan dengan serampangan. Mempertimbangkan kesiapan regional dalam menghadapi penyebaran virus dan juga studi epidemologis itu sendiri.

Hingga hari ini, Corona telah menjadi momok dengan merengut nyawa sebanyak sekitar 300.000 penduduk dunia dan terus bertambah. Jumlah yang fantastis! Pantas saja New Normal wajib dilakukan.

Berbagai kebiasaan baru seperti menggunakan masker, cuci tangan, hidup bersih dan sehat mewarnai kehidupan yang baru bagi kita semuanya.

Namun bukannya meremehkan dampak dari Covid-19, menurut sumber yang dilansir, data kematian akibat Covid-19 di Indonesia (masih) belum menempati urutan pertama.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar Indonesia yang dilansir dari (sumber), disebutkan bahwa lima penyebab kematian terbesar pada tahun 2018 di Indonesia, adalah 1) Hipertensi, 2) Diabetes Melitius, 3) Stroke, 4) Gagal Ginjal Kronis, dan 5) Kanker.

Disebutkan bahwa Hipertensi sebagai penyebab utama memberikan kontribusi sekitar 25% dari total kasus kematian, atau sekitar 8 juta orang per tahun. Sekali lagi, tanpa meremehkan dampak Covid-19, jumlah ini masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan kematian akibat corona.

Namun artikel ini tidak bermaksud untuk membandingkan rasio fatalitas (fatality rate) dari para penyakit. Penulis hanya ingin membuka pikiran bahwa sebenarnya risiko kematian bisa berasal dari berbagai sumber yang berbeda.

Jika dikatakan bahwa Covid-19 menimbulkan New Normal, tentulah benar. Karena dampak yang dilihat bukan hanya dari sisi kesehatan saja, namun juga dari sisi sosio-psikologi dan sosio-ekonomi.

Bosan di rumah, harus kerja untuk mengisi perut, serta kebutuhan untuk berkumpul besama teman-teman adalah penyebab New Normal, sementara Covid-19 hanya pemicunya saja.

Oke, lupakan Covid-19. Mari kita berandai-andai bahwa Corona tidak pernah berada ada di bumi. Apa yang terjadi? Masih adakah New Normal?

Tentu masker tidak perlu lagi digunakan, meskipun terdapat 93.000 kasus kematian akibat virus TBC yang dapat menular melalui droplet sepanjang tahun 2018.

Tentu kita tidak perlu meningkatkan imun tubuh, meskipun virus pneumonia menjadi pembunuh 200 bayi per tahun yang dapat dicegah dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh.

Tentu kita tidak perlu rajin-rajin cuci tangan, meskipun virus Hepatitis B yang mudah menular telah memakan korban sebanyak 7.1% dari seluruh penduduk Indoneisa.

Tentu kita bisa makan dan minum apapun yang berserakan, meskipun gaya hidup yang tidak sehat menyebabkan penyakit Diabetes Melius, Stroke, Hipertensi, dan masih banyak lagi.   

Dengan kenyataan ini, masih perlukah New Normal?

Mari berpikir tenang, hidup adalah perubahan dan setiap hari "New Normal" akan terus terjadi. Perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup, bahkan penambahan usia adalah penyebab utama dari "New Normal".

Coba bandingkan kehidupan kita 20 tahun yang lalu, dengan anak-anak jaman sekarang. Apakah kita mengenal istilah "beepilepsy, Nomofobia, atau Selfitis?"

Coba bandingkan lingkup kerja 30 tahun yang lalu, dengan kondisi kerja jaman sekarang. Apakah kita mengenal "email, video conference, atau medsos?"

Coba bandingkan kondisi fisik kita dengan 40 tahun yang lalu. Apakah kita masih bisa berlari kencang, memiliki daya ingat yang tajam, atau masih setampan / secantik dulu?  

Semuanya adalah perubahan yang disebabkan oleh kondisi normal dalam kehidupan. Semuanya adalah "New Normal" yang berjalan seiring dengan nafas yang kita hembuskan.  

Semuanya terjadi begitu saja, tanpa adanya perasaan takut terhadap "New Normal".

Dengan demikian, seyogyanya istilah New Normal harus dihadapi dengan bijak. Tidak perlulah memiliki ketakutan yang berlebihan dalam menghadapi perubahan yang memang telah terjadi setiap saat.

"New Normal" adalah fakta yang harus dihadapi dalam ilusi yang belum tentu terjadi.  

Sumber: 1 2 3

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun