Buruh adalah kaum marjinal yang sering diasosiasikan sebagai yang dikuras untuk upah sepersepuluh. Dianggap sebagai tenaga kerja yang tidak ahli, menjadikan harga mereka hanya terbatas pada alibi.
Kehidupan yang keras, tuntutan kerja yang bias, membuat para buruh tak pernah berhenti untuk mengeluh puas. Takdir menjadi kesalahan dan nasib menjadi tumpahan, para buruh harus sabar dari gempuran.
Sejarah mencatat bahwa kaum buruh adalah pihak yang selalu merasakan ketidakadilan. Mulai dari sejarah perbudakan, dimana mereka harus menerima untuk tidak menjadi manusia. Masa kolonial, mengharuskan mereka belajar sebagai yang tertindas, dan masa order baru, dimana suara mereka adalah hal yang terlarang.
Hingga kepada masa reformasi, buruh tetap menjadi luapan eksploitasi. Meskipun santer bersuara, namun tidak terdengar. Memang telah ada kemajuan dengan banyaknya undang-undang baru yang tercipta untuk melindungi hak buruh, namun tetap saja merupakan bahan perdebatan tak berkesudahan.
Pemerintah dan pengusaha selalu menjadi sorot aksi mereka. Sebabnya kedua kaum ini selalu dianggap sebagai "musuh" abadi. Meskipun saling membutuhkan, namun stigma buruh sendiri tidak akan pernah terlepas dari penindasan kaum penguasa dan pengusaha.
May Day melambangkan titik balik perjuangan buruh atas ketidakadilan yang dirasakan. Topik yang paling favorit adalah upah yang tidak layak, jam kerja yang layak, hak cuti, uang lembur, dan lain sebagainya.
Apapun yang terjadi, pokoknya semua harus diungkapkan. Perkataan miris yang sering didengungkan, harus diterima tanpa ketersinggungan. Semuanya merupakan bunga-bunga kepenatan, setelah setahun menunggu lamanya.
Namun apakah memang benar demikian adanya?
Mari kita jujur pada diri sendiri, lihatlah apa yang ada disekitar kita, kenyataan apa yang terpampang?
Apakah semua penguasa selalu menaruh kepentingan buruh sebagai yang terakhir? Apakah semua pengusaha duduk di kantor mewahnya tanpa memedulikan nasib buruh? Dan apakah memang semua buruh merasakan ketidakadilan?
Tidak perlu dibahas. Bahwa buruh adalah kaum marjinal yang tidak dipedulikan dan tertindas oleh para majikan adalah stigma yang terbentuk di May Day. Â
Mari kita rehat sejenak, dan mendengarkan sebuah cerita dari seorang majikan di sebuah kota di pulau Jawa.