Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia dan Romansa Kebudayaan

8 Agustus 2020   09:26 Diperbarui: 11 Agustus 2020   09:36 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by pixabay.com

Insting manusia tanpa disadari, setiap hari rasanya ingin lebih baik bagiamanpaun caranya. Tetapi mengapa setiap manusia berpikir demikian cenderung memilih tanpa di sadari?

Ibu dan ketiga anak itu yang saya lihat didalam kereta api manis sekali. Mereka membahas pengetahuan sesekali berbicara dengan bahasa asing menabur keceriaan sebagai bagian dari keluarga. 

Karena itu saya seperti terenyuh, apakah manusia normal seharusnya memang secara alamiah mengejar reproduksi? Dimana ia berkehendak untuk menghasilkan individu baru yang layak hidup sebagai generasi selanjutnya?

Kesadaran yang mulai terlihat mungkin setiap dari apa yang kita "manusia" ingin lakukan untuk menjadi lebih baik dari hari ini adalah suatu kehendak manusia untuk terus bereproduksi. 

Secara insting bukan saja dirinya yang semakin baik, tetapi kualitas dari generasinya-pun harus dapat hidup lebih layak meskipun saya masih sendiri dan belum berkeluarga.

Dalam bingkai romansa cinta wanita dan pria, mengapa pembahasan ini tidak akan pernah selsai sebagai bahan pemikiran manusia? Atau benar semua hanyalah fiksi-fiksi manusia dalam berharap akan kebahagiaan didunia, bahkan kebahagiaan setelah mereka mati?

Mereka "manusia" terus terprovokasi oleh ilusi pikirannya sendiri, menunjuk beberapa obyek yang mau tidak mau ia harus percaya itu sebagai kebudayaan yang terus akan diturunkan oleh generasi mereka.

"Dan saat itu juga mereka terus menjebakan diri pada kebahagiaan paling semu dirasakan manusia, berharap yang jelas mengaburkan. Mereka dikaburkan oleh fiksi-fiksi kebahagiaannya yang tidak pernah selsai sebagai ukuran".

Karena realitas senyatanya tidak menunjukan kebahagiaan hidup yang abadi, bahkan perolehan cinta sendiri bersama dengan wanita atau pria yang mereka percayai sebagai ajang untuk berbahagia didunia.

Mungkin benih-benih cinta yang dirasakan pria pada wanita sendiri adalah kehendak manusia untuk terus bereproduksi, terlepas dari yang katanya bahagia memandang dan merasakan cinta. 

Tetapi bukankah bahagia merupakan suatu kehendak yang alami, dan ketika kehendak itu ditunaikan akan memberikan dampak kebahagiaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun