Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekuatan Berpikir dengan Nalar

18 Maret 2019   21:57 Diperbarui: 8 Mei 2019   18:41 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani Di Kab. Cilacap, Jawa Tengah sedang membersikan rumput yang menganggu tanaman Padi (Gambar: dokpri)

Memang gaya berpikir yang ditulis akan menjadi pembelajaran penting bagi nalar. Meskipun abstrak, tapi mengundang para penanya yang ingin tahu seberapa kedalaman berpikir kita dengan cara di nalar. Relevan atau tidak? Bagaimana jika yang abstrak tersebut menjadi nyata dan terlihat? Dasarnya berpikir adalah abstrak; setidaknya itu yang dapat saya simpulkan dari penalaran.

Alasannya, ada berbagai kemungkinan jawaban dari nalar. Perkara itu benar atau tidak, nyata atau ilusi; hanya permainan khazanah penalaran yang ter-refleksi. Untuk mencapai Z tidak perlu hanya dengan lantaran X; dengan penalaran, lantaran A-pun dapat mencapai Z; bila keseluruhan penalaran itu ada pemuatan secara mendasar dan menyeluruh.

Seorang anak Sekolah Dasar; ia tidak mengikuti beberapa mata pelajaran. Ada hal lain yang membuat dia berhalangan hadir di kelas. Benar, ia tanpa ingin bertanya temannya, sudah sampai mana pelajaran dikelas? Bahkan menurun catatan teman untuk belajar-pun tidak. Dari krangka cerita ini ada yang salah? Tidak ada, jika; belajar hanya untuk menjawab soal-soal UTS atau UAS. Terpenting dari benarnya nalar adalah sama-sama dapat menjawab pertanyaan soal tersebut.

Bahan materi yang dipelajarkan tidak tahu, apa lagi soal dari ujian yang akan datang. Tetapi dengan berbagai cara menjawab, nalar adalah instrumentasi dari pertanyaan yang perlu dijawab, karena ketidaktahuan dalam ingatan mengingat pelajaran. Kebetulan hari itu ujian Bahasa Inggris, seingat anak SD ini; ia belum pernah mendapat bahan materinya yang dipelajarkan kepadanya. 

Nalar mengisi kehabisan ingatan, bahkan kebuntuan cara berpikir. Seorang anak SD itu tahu, ia hanya perlu jawaban, benar atau tidak ia sudah menjawab soal-soal tersebut. Soalnya gambar buah; ia tahu itu adalah buah semangka. Tetapi menjadi masalah, ia tidak tahu nama buah dengan menggunakan Bahasa Inggris. Seorang bocah yang memainkan nalarnya; teringat Apel, jika dalam Bahasa Inggris menjadi Apple, maka; nalarnya bermain, mungkin semangka itu Semangkke. 

Dan benar, ia menjawab Semangkke. Meskipun itu salah besar; karna yang benar adalah Watermelon namun; ada dua kebenaran yang setidaknya dapat dipertanggung jawabkan nalar. Jika Bahasa Indonesia dan Inggris perbedaan terletak pada ejaan, tentu dibenarkan, Apple ejaan Bahasa Indonesia menjadi Apel, lalu dibalik semangka diejakan inggris menjadi Semangkke. Kebenaran kedua; dalam soal tersebut hanya membutuhkan jawaban, perintahnya adalah isilah jawaban pada titik-titik.....ia benar, sudah terjawab pada kolom titik itu.

Ada cerita bagus dari berpikir dengan cara ditulis. Tulisan menjadi jejak; bisa diperdebatkan atau di diskusikan tergantung dari sintesime pemikiran antara pembaca dan penulis. Tentunya ini menjadi bahan yang sangat menarik untuk dibaca oleh orang-orang yang menaruh perhatian besar pada bidangnya. Ini tentang tulisan saya kemarin; isi tulisan tersebut saya menyinggung bagaimana kondisi pangan Manusia Jawa di masa depan. Menarik, saya berpikir kemudian ditulis dengan berbagai pertimbangan nalar saya.

Saya cukup kaget dengan salah seorang teman saya, ternyata antusias juga berdiskusi esensi dari tulisan saya. Saya mengira berpikir dengan nalar apa menariknya di diskusikan orang Indonesia yang dari berbagai sumber penelitian masih rendah akan literasi? Ternyata saya harus menilik kembali sudut pandang berpikir saya bahwa; peradaban Teknologi maju telah mengubah masyarakat Indonesia itu sendiri secara mendasar.

Tetapi dengan melihat dinding Facebook teman saya mengobati kekagetan saya, dirinya-pun pengikut dan sering  berbagai tulisan dari Media-Media besar di Indonesia. Tentunya Media yang terpercaya dengan pemikiran tajam. Setidaknya dengan ada lawan diskusi baru saya tidak akan menjadi teralienasi oleh saat ini dengan berbagai gairah berpikir dengan nalar yang terus mengedap dalam pikiran saya.

Teman sekaligus lawan diakusi saya setuju bahwa; membahayakan jika lahan produktif seperti Sawah terus tergerus untuk kebutuhan Industri, katakanlah pembangunan PLTU baru, Jalan Toll dan Perumahan Pinggiran Kota. Ia berspekulasi bahwa modal dari Industri besar tersebut oleh asing. Mungkin sebagian benar, tetapi semua atas nama orang-orang kita juga yang menyetujuinya.  Dengan dalih Investasi untuk kemajuan ekonomi. Indonesia dalam analisa saya sedang demam membangun Industrialisasi. Para penyelenggara Negara disana masih tergoda kemajuan Negara lain dengan berbagai Industrinya seperti Tiongkok, Korea dan Jepang.

Sawah Di Kota Batang, Jawa Tengah luasnya Tergerus Kebutuhan Pabrik untuk Industri dan Terbaru Jalan Toll Trans Jawa (Gambar: Dokpri)
Sawah Di Kota Batang, Jawa Tengah luasnya Tergerus Kebutuhan Pabrik untuk Industri dan Terbaru Jalan Toll Trans Jawa (Gambar: Dokpri)
Mungkin mereka belum sadar bahwa apa yang akan kita makan kelak? Prodak-Prodak Industri? Jika kita tak cukup untuk menanam sebagai bahan pangan melalui Industrialisasi dari mana bahan itu? Impor? Bukankah jika bahan pangan impor semua akan menjadikan harga lebih mahal? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun