Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Merantau

20 September 2021   17:59 Diperbarui: 20 September 2021   18:11 163 43
Di terminal. Sebelum sepi mengajak barisan doa menepi.

Aku pergi!

Sebuah jaket berwarna biru tua terhampai di pundak. Sepatu hitam menahan tubuh yang terbungkus baju dan celana serba hijau. Genggam tanganmu, menyimpan tekad mendalam.

Merantau bukan seperti memesan semangkok bakso atau sepiring gado-gado. Memainkan denting sendok dan garpu untuk melupakan gulir waktu. Menunggu.

Aku ingin sepertimu!

Bagimu, kalimat itu sebagai pernyataan dari satu keinginan. Bagiku bermakna keputusan. Bulat, tanpa retak yang tak mau diganggugugat. Tak akan kupecahkan balon hijau, yang telah lama kau pegang erat. Sangat erat.

Merantau adalah memangkas jarak sua. Dalam jeda tak terkira. Mungkin tak terhingga. Seperti pilihan jarum panjang jam yang tergantung di dinding kamar. Terus berputar, terhenti, atau mati.

Ayah pernah bilang, jangan seperti katak dalam tempurung, kan?

Di terminal. Sepi mengajak barisan doa menepi.

Kuharap, matamu tak pernah membaca masa lalu. Milikku.

Curup, 20.09.2021
Zaldy Chan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun