Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Puisi | Kita Melupakan Awan yang Tak Pernah Menyalahkan Angin

15 Juli 2019   20:11 Diperbarui: 16 Juli 2019   12:14 162 31
terkadang, kita terlalu banyak menimbun benang-benang prasangka di kepala. mendesak keluar gulungan-gulungan ingatan, yang tertinggal hanya genangan-genangan lupa. atau, setidaknya masih tersisa cara-cara bertegur sapa.

mungkin saja, kita terlanjur menghimpun seluruh harap, membiarkannya terbenam di ruang benak berteman pengap. dan kembali sibuk menetapkan pilihan-pilihan angan yang tersendat di bilik janji. hingga menyandera amarah menjadi kemudi hati, menuntut segenap bukti.

seringkali kita melupakan awan yang tak pernah menyalahkan angin, ketika mengurai mendung menjadi butiran hujan tanpa menuturkan ucapan perpisahan. serta tak peduli dimana setiap butirannya berjatuhan, tanpa sempat mengajukan perihal keinginan. tanpa perlawanan mengikuti perjalanan alam sebagai wujud kepatuhan.

atau, seperti bulir embun yang berlindung pada kelembaban malam hari, menerabas kefanaan kabut fajar menyapa pagi. pada saat terhenti di kelopak dedaunan jati, berdiam dalam sunyi menanti sinar mentari mengajak pergi. tanpa pertengkaran, mengikuti perjalanan sepi sebagai bentuk penyerahan diri.

kita terlalu cepat memutuskan selesai, padahal jejak langkah kehidupan belum lagi usai.

Curup, 15.07.2019
zaldychan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun