Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Sepotong Cerita Memaknai Hari Guru Sedunia

5 Oktober 2021   20:37 Diperbarui: 6 Oktober 2021   19:13 827 14
Saya selalu ingat peristiwa bersejarah bangsa kita yang jatuh pada tanggal 5 oktober.

Hari ini.

Karena tanggal 5 oktober, hari ulang tahun teman saya yang oleh orangtuanya diberi nama ABRI.

Iya, benar. Saya tidak mengada-ada. Maka dari itu saya selalu ingat hari apa ini, tanpa harus menghafalkannya.

Yang saya baru tahu, ternyata tanggal 5 oktober juga adalah HARI GURU SEDUNIA. Bahkan sudah dari tahun 1994 ditetapkan oleh UNESCO, dan seingat saya tak pernah sekalipun saya memperingatinya. Mungkin, karena saya bukan guru.

Bicara tentang guru selalu membuat saya terharu. Teringat kepada para guru yang sudah menorehkan jejak dan membentuk perjalanan hidup saya, dan saya harap ketika para bapak ibu guru tersebut melihat keberadaan saya sekarang, tidak membuat mereka merasa gagal :)

Dari sekian banyak guru yang berjasa mendidik dan menginspirasi saya, ada dua yang paling nyantol di hati.

Ibu Guru bahasa Indonesia di SMP.  

Beliau yang pertama kali menemukan passion menulis saya, dan beliau juga yang mendorong saya untuk berani menulis cerita di mading (majalah dinding) sekolah waktu itu. Seperti biasa, begitu tulisan saya ditempel, beragam reaksi pun bermunculan. Ada yang menikmati, ada yang mencibir, bahkan ada yang menuduh saya menjiplak dari salah satu majalah populer remaja waktu itu.

Tentu saja, saya murka dituduh menjiplak.

Tapi ibu guru ini lah yang menenangkan saya. Membuat saya melihat dari perspektif yang berbeda.

Kalau sampai ada yang menuduh karya saya jiplakan dari majalah remaja yang paling top waktu itu, berarti karya saya kualitasnya memang setara dengan karya-karya lain di majalah itu. Begitu kata beliau.

Terimakasih, Bu.

Waktu SMA, dari saya yang dulunya paranoid dengan matematika, menjadi tergila-gila dengan matematika, karena metode mengajar  bapak guru matematika yang super keren dan out of the box.

Jadi, sebelum otak saya kram dijejali berbagai teori dan soal-soal matematika yang rumit, beliau lebih dulu menyodorkan masalah sehari-hari yang hanya bisa diselesaikan dengan metode dan persamaan matematika tertentu.

Itu yang akhirnya membuat saya melihat soal matematika dengan perspektif yang sebaliknya, dan akhirnya mencintainya. Bahkan rela begadang segala.

Terlanjur cinta :)

Metode beliau ini saya tiru - tiru habisan, terutama dalam mengasuh putri saya.

Bangkitkan dulu rasa ingin tahunya, bukan sekedar dijejali dengan hal-hal baru, dengan begitu dia belajar dengan rasa cinta dan sukacita.

Itu cerita saya.
Cerita putri saya berbeda.

Tapi cerita putri saya-lah yang membuat saya sadar peran guru dalam kehidupan anak didik itu jauh lebih besar dan lebih signifikan dari yang saya pikirkan sebelumnya.

Jadi waktu putri saya baru kelas 1 SD, kami melarangnya belajar, bahkan saat ulangan sekalipun. Kenapa ? Karena kami orang tua yang aneh hehehe. Ada alasan tertentu, yang akan saya bahas di artikel terpisah.

Nha, karena di larang belajar, waktu akan ulangan matematika, dia yang membuat soal matematika dan saya berdua bapaknya lah yang harus mengerjakannya.

Kamipun mengerjakan, soal penjumlahan dan pengurangan. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun