Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Maracana dan Ragam Kisah Stadion Nasional "Keramat"

12 Oktober 2021   15:07 Diperbarui: 12 Oktober 2021   15:12 391 5
Bicara soal stadion, tiap negara tentu punya "stadion nasional" masing-masing. Biasanya, stadion tersebut punya kapasitas paling besar di tingkat nasional, dan terletak di kota besar atau kota penting suatu negara.

Entah negara yang sepak bolanya biasa saja, sampai negara-negara jagoan sepak bola dunia, pasti punya stadion "spesial" tersebut. Di negara-negara jagoan sepak bola dunia, stadion nasional bahkan dianggap "keramat", karena dinilai punya nilai spesial tersendiri, termasuk dari segi historis.

Di Inggris, ada Stadion Wembley, yang menjadi panggung partai final Piala Dunia 1966, saat Timnas Inggris berjaya di rumah sendiri. Di Prancis, ada Stade De France alias Saint Denis, arena tempat Zinedine Zidane dkk berjaya di tahun 1998.

Keduanya sama-sama menjadi kandang Timnas masing-masing dan jadi stadion. kebanggaan. Hal yang sama juga berlaku untuk Estadio Centenario di Montevideo (Uruguay) dan Estadio Antonio Vespucio Liberti alias Monumental di Buenos Aires (Argentina).

Kedua stadion nasional ini juga menjadi panggung kala Uruguay dan Argentina meraih trofi Piala Dunia pertama kalinya. Uruguay meraihnya di tahun 1930, sementara Argentina berjaya di tahun 1978, dalam tim yang antara lain dibintangi Mario Kempes dan dilatih si nyentrik Cesar Luis Menotti.

Tapi, jika menengok ke Brasil, sebuah paduan unik hadir di Stadion Maracana. Stadion berkapasitas kurang lebih 78 ribu penonton ini sebetulnya menjadi stadion terbesar di Brasil, dan menjadi kebanggaan di sana.

Sehari-harinya, stadion milik Pemerintah Negara Bagian (setingkat Pemprov di Indonesia) Rio De Janeiro ini merupakan "kandang" Timnas Brasil, dan dua klub besar dari kota Rio De Janeiro, yakni Flamengo dan Fluminense.

Sebelumnya, Vasco Da Gama dan Botafogo juga pernah "mengontrak" di sini, sebelum pindah ke stadion lain, yakni Estadio Olimpico Nilton Santos (milik Pemerintah Negara Bagian Rio De Janeiro, disewa Botafogo sampai tahun 2027) dan Sao Januario (milik klub Vasco Da Gama).

Secara historis, stadion yang terletak di dekat Sungai Maracana ini juga punya catatan istimewa, karena menjadi panggung dua final Piala Dunia (1950 dan 2014). Hanya Stadion Azteca di Meksiko yang sejauh ini punya catatan serupa di dua edisi Piala Dunia (1970 dan 1986).

Stadion bernama asli Estadio Jornalista Mario Filho (sejak 1966) ini juga menjadi panggung tempat Pele mencetak gol ke-1000 nya di tahun 1969, dan menjadi saksi saat Tim Samba meraih medali emas Olimpiade pertamanya di cabor sepak bola, pada tahun 2016.

Cerita manis bagi Timnas Brasil juga hadir di sini, saat mereka berjaya di Copa America (1989 dan 2019) dan Piala Konfederasi (2019). Seperti halnya Wembley dan Saint Denis, stadion yang mulai dibuka pada 16 Juni 1950 ini juga rutin menjadi panggung final kompetisi piala domestik di Brasil.

Tapi, di samping cerita manisnya, Maracana juga menjadi saksi saat Selecao menangis di rumah sendiri. Momen ini terjadi pada partai penentuan juara Piala Dunia 1950 dan final Copa America 2021.

Di partai penentuan juara Piala Dunia 1950, Timnas Brasil yang tampil superior sepanjang turnamen akhirnya harus menangis di akhir, setelah kalah 1-2 dari Uruguay. Partai yang disaksikan oleh 200 ribu penonton ini lalu dikenal sebagai "Maracanazo", atau "Tragedi Maracana", dalam perspektif masyarakat Brasil.

Di final Copa America 2021, stadion yang terletak di kota Rio De Janeiro ini menjadi saksi saat Lionel Messi meraih trofi pertamanya di Timnas senior Argentina. Kala itu, gol tunggal Angel Di Maria ke gawang Brasil tak mampu dibalas Neymar dkk.

Berangkat dari nilai historisnya inilah, muncul wacana penggantian nama stadion menjadi Estadio Edson Arantes do Nascimento - Rei Pele pada Maret 2021 silam.

Penggantian nama ini dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan pada Pele, legenda besar sepak bola Brasil. Edson Arantes Do Nascimento sendiri merupakan nama asli Pele, sementara Rei (Raja dalam bahasa Portugis) adalah julukan Si Mutiara Hitam di Brasil.

Usulan ini dicetuskan oleh dewan kota Rio De Janeiro, dan sedang dalam proses persetujuan. Jika disetujui, ini akan jadi babak baru lainnya bagi stadion yang mulai dibangun pada tahun 1948, atas prakarsa Mario Filho (1908-1966) penulis dan jurnalis sepak bola kenamaan di Brasil.

Seperti halnya stadion nasional pada umumnya, Stadion Maracana punya sekelumit cerita menarik di berbagai masa, bahkan sejak awal kehadirannya. Stadion Maracana juga merepresentasikan perjalanan panjang sepak bola Brasil, sampai menjadi seperti sekarang.

Tapi, yang membuatnya benar-benar spesial adalah, ia menjadi stadion nasional di satu negara raksasa sepak bola dunia, dengan cerita pahit-manis yang berpadu sempurna, seperti segelas kopi kekinian. Sebuah perpaduan yang sangat unik, karena membuat cerita manis dan pahit di sana dapat diingat dalam posisi yang sama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun