Keresahan itu makin menjadi-jadi, setelah banyaknya artis Tik-Tok, yang entah kenapa, bisa begitu getol mengadakan acara "meet and greet", dengan tarif mahal, layaknya artis terkenal. Oke, mereka bisa saja berargumen, jumlah followersnya sangat banyak, seperti halnya artis terkenal. Tapi, artis terkenal punya nilai tambah, artis Tik-Tok tak punya. Satu-satunya daya tarik mereka cuma "wow effect", berupa kehebohan publik kita, (yang pada dasarnya terlalu mudah heboh) dari aksi-aksi mereka di aplikasi Tik-Tok.
Karena, para artis terkenal punya kemampuan bernilai jual tinggi. Misalnya, seorang penyanyi dihargai karena suara merdu, atau kemampuan bermusiknya yang keren. Seorang aktor/aktris diidolakan, karena wajahnya yang cantik/ganteng, plus kemampuan beraktingnya yang memukau. Kelebihan mereka layak dihargai mahal, karena memang bernilai jual tinggi. Inilah perbedaan mendasar, antara artis terkenal dan artis Tik-Tok.
Tapi, meski melegakan, pemblokiran Tik-Tok bukan berarti menjadi akhir masalah. Justru, ini menjadi awal masalah berikutnya. Terutama, jika pemerintah tidak antisipatif.
Seperti diketahui, bangsa kita terkenal cerdas, punya banyak akal. Dengan kelebihan ini, mengakali situasi bukan perkara sulit. Kalau Tik-Tok kena getok, tinggal ganti dengan platform sejenis yang beda nama, misalnya Musical.ly alias Muser. Toh yang digetok pemerintah cuma Tik-Tok. Kalaupun akhirnya Tik-Tok dibuka lagi, dengan menetapkan batasan usia tertentu (misal 17 tahun ke atas), jika aturan yang ada masih tak tegas, percuma saja. Karena semua masih bisa diakali. Uang belanja saja bisa diakali, apalagi masalah Tik-Tok kena getok.