Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Mengapa Kamu Begitu?

1 Januari 2021   22:13 Diperbarui: 1 Januari 2021   23:12 129 3
"Mengapa kamu selalu mengerjakan PR Dion?" pertanyaan itu berulangkali hadir di telingaku.

Pertanyaan yang tidak pernah kugubris dan kuanggap angin lalu saja. Selalu hanya senyum yang kuberikan untuk jawaban itu.

"Wah, kamu memang benar-benar pacar yang baik." Kata-kata itu yang selalu menjadi sihir bagiku dan hadiah yang selalu kuharapkan jika aku selesai mengerjakan PR Dion.

Kata-kata yang berasal dari Dion, pacar sekaligus teman sekolahku.

Dion yang pintar tapi malas mengerjakan PR-nya, aku yang rajin mengerjakan PR-nya walau harus berjuang menulikan telingaku dari omelan sahabat terbaikku, Stella.

***

"Mengapa kamu selalu mengerjakan PR Dion?" kalimat itu muncul lagi ketika Stella melihatku mengerjakan PR Dion untuk kesekian kali di pagi ini.
Stella telah tiba di sekolah.

Seperti biasa, aku akan datang pagi-pagi untuk mengerjakan PR Dion karena Dion selalu memberikan buku PR-nya di pagi hari sebelum bel tanda masuk berbunyi.

Kali ini pelajaran matematika, dan kelasku sudah mengerjakannya terlebih dahulu. Jadi mudah bagiku mengerjakannya. Guru-guru sering memberikan PR yang sama untuk setiap kelas.

Aku melihat Stella dengan senyuman lalu meneruskan tugasku mengerjakan PR Dion. Stella hanya diam saja, mungkin dia kesal. Kulirik sekilas dari tempat dudukku, dia beranjak berdiri dari kursinya, meletakkan tasnya di laci meja lalu pergi meninggalkan kelas.

Aku tak peduli, aku harus mengerjakan PR Dion dengan cepat karena sebentar lagi bel akan berbunyi.

"Kamu memang benar-benar pacar yang baik, sayang," kalimat yang selalu kuharapkan keluar dari bibir Dion setelah aku mengantarkan PR-nya ke ruang kelasnya.

"Makasih ya."

"Iya"

Aku kembali ke kelasku, beberapa menit kemudian bel berbunyi tanda pelajaran akan di mulai. Stella telah masuk dan duduk di sebelahku.

***

"Kamu sayang gak sama Dion?" Pertanyaan Stella menyentakku.

"Ya, sayanglah. Makanya aku pacaran sama dia."

"Kalau sayang, kamu gak akan membiarkan Dion semakin malas."

"Maksud kamu?"

"Dia jadi malas dan manja karena kamu selalu mengerjakan PR-nya."

"Gak masalah. Aku kan pacarnya."

"Ini gak benar, itu salah. Dion itu memperalat kamu, dia santai-santai, kamu sibuk mengerjakan PR-nya. Kamu tahu gak, kalau dia suka keluyuran sampai malam, tidak peduli PR-nya karena kamu sudah ada."

"Tahu darimana kamu? aku terkejut dengan pernyataannya.

"Iyalah, aku sering lihat dia pulang malam. Kamu lupa kalau dia tetanggaku? Kamarku di lantai atas. Kadang aku suka mengerjakan PR di balkon. Aku sering lihat mobilnya pulang malam hari," penjelasan Stella membuatku sadar kalau aku lupa dia adalah tetangganya Dion.

"Yakin itu Dion? Mungkin papanya?" aku tetap tak percaya.

"Yakin, aku hapal nomor pelat mobilnya. Om Gatot mobil dan nomor pelatnya beda," Stella meyakinkanku.

Om Gatot adalah papa Dion.

***

Percakapan antara Stella dan aku kemarin itu sangat membekas. Aku menyayangi Dion, kurasa tak salah aku membantu mengerjakan PR-nya.

Tapi pembicaraan itu terus membayangiku sampai sore hari ini. Karena tak tenang aku memilih keluar rumah, mumpung hari Sabtu dan cuaca lagi cerah.

Aku mencoba menghilangkan ingatan tentang percakapan itu dengan berencana mengitari salah satu Mal di kota ini.

Aku melangkahkan kakiku di pintu masuk Mal dengan menatap lurus ke depan. Dari arah berlawanan datang sepasang kekasih lagi bergandengan berjalan di depanku. Mereka mau keluar dari Mal.

Mereka saling berpegangan tangan seolah takut terlepas dan hilang di keramaian Mal ini.

Aku melotot terkejut ketika berpapasan dengan sepasang kekasih tersebut. Cowok itu Dion. Dia memakai kaos berwarna biru.

Dion melihat ke arahku, lalu dengan cepat melepaskan pegangan tangan mereka. Si cewek yang berdiri di sebelahnya bingung dengan respon Dion.
 
"Kenapa tiba-tiba dilepas tangannya, sayang?" terdengar suara protes dari si cewek.

Pertanyaan yang lembut tapi menusuk ke dalam hatiku. Telinga dan hatiku panas.

Aku mendekatkan diri pada Dion dengan mimik wajah menyeramkan.

Dion berdiri di tempat dengan wajahnya yang sudah merah seperti terbakar matahari.

"Dion, ternyata kamu bukan pacar yang benar-benar baik!" kataku jelas di telinganya.

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun