Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

The Power of Nggedabrus

28 Maret 2024   15:04 Diperbarui: 26 April 2024   23:17 381 39

Oleh: Tri Handoyo

Petang itu sedikit mendung. Seperti biasa, para pelanggan warung kopi Cak Otok menikmati berbagai gorengan sambil berbincang-bincang santai. Mereka baru dari masjid dan melanjutkan berbuka puasa di situ sambil menunggu waktu Isya.

"Sekarang ustadz itu menjadi sebuah profesi yang prestisius lho," celetuk Ki Klepon, "Karena penghasilan dakwahnya bisa membuat mereka hidup mewah!"

"Apa jadi ustadz nggak boleh kaya, Ki?" tanya Gempil yang keberatan mendengar peryataan itu. Dia merasa tersinggung karena dia juga seorang ustadz.

"Kalo memang mau hidup kaya raya, ya sebaiknya jadi bisnisman saja, atau jadi pejabat saja, sebab dakwah itu bukan mata pencarian!" timpal Cak Dempul sambil menerima secangkir kopi pesanannya.

Setelah menyeruput kopi, Ki Klepon menimpali, "Aku sepakat dengan Cak Dempul. Sekarang memang banyak bisnisman yang melihat dakwah sebagai peluang bisnis yang menggiurkan! Tidak heran banyak ustadz yang jadi semacam selebritis dan hidup kaya raya!"

Topik pembicaraan itu dipicu oleh karena malam itu akan ada acara pengajian yang mendatangkan ustadz terkenal dari kota, yang konon biaya mengundangnya sangat mahal.

"Itu sebetulnya bukan ustadz yang murni berjuang demi agama," sahut Cak Otok, pemilik warung, "Mereka itu lebih mirip motivator yang menjual ayat-ayat suci demi kepentingan duniawi!"

Gempil tampak gusar, dengan mulut masih mengunyah singkong berujar, "Itu namanya sampean su'udzon!"

"Bukan su'udzon!" Ki Klepon yang menjawab, "Kamu gak percaya kalau target ustadz abal-abal itu sebenarnya demi mendapat harta benda dari hasil dagangan agamanya? Mau dibuktikan?"

"Ya, bagaimana cara Ki Klepon membuktikan?" serbu Gempil antusias. Ia merasa dikeroyok sehingga hatinya mulai panas.

"Kita suruh mereka mesedekahkan hartanya yang banyak itu untuk dibagikan kepada kaum fakir miskin, sebagaimana yang sering mereka gembar-gemborkan dari atas mimbar agar kita rajin bersedekah. Rajin beramal. Berani nggak?"

"Ya seandainya mau," sahut Cak Dempul, "Itupun tidak sebanding dengan yang mereka peroleh dalam sekali tanggapan!"

Ki Klepon yang duduk berhadapan dengan Cak Dempul mengacungkan jempolnya. "Nah..cocok!"

"Seorang pendakwah yang tulus ikhlas itu pasti mencontoh kehidupan Rasulullah, yakni hidup sederhana," imbuh Ki Klepon, "Itu yang jelas menjadi ukuran utama."

Kini giliran Cak Kempit menimpali sengit, "Jangan-jangan Ki Klepon dan Cak Dempul ini sebenarnya iri dengan kehidupan ustadz-ustadz yang sukses, jadinya nyinyir seperti ini!"

Mendengar itu Gempil merasa mendapat energi baru. Sahutnya sambil menunjukan ibu jari ke Cak Kempit, "Nah..cocok!"

"Kalau saya lebih suka ustadz yang kaya raya," sambung Cak Kempit, "Ketimbang seperti Kyai Bejo yang katanya sakti tapi kere itu!"

"Setuju!" Gempil semakin merasa di atas angin, "Kyai kere kok buat anutan! Dia sendiri hidupnya susah. Nolong dirinya sendiri saja kesulitan bagaimana mungkin bisa nolong orang lain!"

"Maaf, saya boleh ikut nimbrung?" Seorang lelaki tua yang duduk di pojok berbicara dengan nada datar. Mereka semua yang sedang asyik ngobrol itu baru sadar bahwa ada orang asing yang menyimak obrolan mereka.

"Silakan mbah!" jawab Cak Otok si pemilik warung. "Di sini semua orang bebas berbicara!"

Orang asing itu pun berkata, "Seorang pendakwah sejati itu memang harus konsisten dengan apa yang mereka dakwahkan. Berdakwah dengan ramah, lemah lembut dan penuh kasih sayang. Harus bisa menjadi contoh. Harus bersedia hidup sederhana."

Warung itu tiba-tiba terasa begitu senyap. Ranting dedaunan yang tertiup angin terdengar bergesekan dengan atap genting warung.

Sambung lelaki tua itu, "Pendakwah sejati harus mengajak mencintai ilmu, mengajak belajar dan memperkaya wawasan. Bersedia memberi umpan balik, menghormati pendapat, pengalaman dan kemampuan orang yang berbeda-beda. Yang lebih penting lagi, tdak mudah menjatuhkan vonis sesat, murtad, munafik, atau kafir."

"Setuju pak!" serbu Ki Klepon dan Cak Dempul nyaris bersamaan.

"Sekarang ini banyak penceramah yang hanya modal pinter ngomong!" sambung orang asing itu, "Itu namanya The Power of Nggedabrus! Pintar bicara tapi tidak pintar menerapkannya!"

Suasana masih terasa hening. Sepertinya tak ada seorang pun yang mampu mengeluarkan sepatah-kata pun. Sampai datang sebuah mobil berhenti tepat di depan warung, kemudian tampak seseorang turun dari mobil dan bertanya, "Assalamualaikum.., apakah benar ini arah menuju Desa Sumber Waras?"

Semua orang nyaris tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Orang muda itu adalah ustadz terkenal yang akan menjadi pembicara dalam kegiatan pengajian Nuzulul Quran malam itu.

"Wa alaikumussalam.., iya betul Pak Ustadz!" jawab lelaki tua.

Ustadz itu menoleh dan menunjukan muka kaget. Ia lalu menghampiri dan mencium tangan lelaki tua itu sambil berkata, "Mbah Guru Yai kok ada di sini?"

"Maaf Pak Ustadz?" tanya Cak Otok keheranan, "Bapak ini siapa?"

"Beliau ini Kyai Bejo. Beliau guru saya!"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun