Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Rafly, Aceh dan Musik Etnik

1 April 2010   19:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:03 1853 0
[caption id="attachment_108467" align="alignleft" width="300" caption="Rafly, penyanyi etnik yang konsisten dalam nilai keacehannya"][/caption]

Yaa Rasuulullah, yaa habiibullah

Ka sep keuh bala nyang neubri

Kamoe leumoeh cit hana daya

Laa haula walaa quwwata illa billah

(Terj: ya rasuulullah ya habiibullah. Cukuplah sudah bala Kau beri. Kami lemah tiada daya. Laa haula walaa quwwata illa billah).

Lelaki itu mengalunkan suara tinggi melengking, terkadang merendah, memecah langit-langit Aceh. Rafli, nama lelaki itu. Sosok yang bisa dengan tegas bisa saya sebutkan sebagai satu-satunya penyanyi yang begitu istiqamah mengangkat lagu-lagu orisinil berbau etnik Aceh. Lengkingan suaranya memang sangat tinggi, sehingga dengan begitu mudah merasuk ke telinga. Tidak berhenti di sana, bahkan dalam waktu beberapa jenak saja, sudah berpindah ke hati.

Jauh, sebelum lagu itu dikenal masyarakat Tanoeh Serambi Mekkah itu. Di mana-mana, masyarakat Aceh sudah begitu akrab juga dengan nyanyian syahdunya. Sehingga, ibu-ibu sampai ke anak kecil menyanyikan lagu-lagu penyanyi asal Aceh Selatan itu. Seperti:

Yaa Rabbana, ya Tuhan kamoe

Tuloeng kamoe nyoe, hudep lam donya

Beuneupeuampoen, sigala desya

Beujioeh bala, ya ya ya Rabbana

(Terj: ya Rabbana, ya Tuhan kami, tolonglah kami ini hidup di dunia, ampuni segala dosa-dosa kami. Jauhi segala marabahaya dan bala, ya Rabbana)

Setiap meresapi dan memahami Bahasa Aceh akan langsung merasakan suara ajakan yang lebih menyentuh daripada lagu-lagu cengeng tentang cinta. Mengajak untuk melihat diri sebagai pendosa, untuk kemudian mengakui dosa dan bertaubat. Sebuah ajakan yang sama sekali jauh dari aroma menggurui.

Lam padang mahsya luah meuhalak

Meuribee thoen jak, meuribee thoen jak tapasang unta

Uroe that tutoeng, kayee tan sibak

Di ateueh  utak, di ateueh utak, uroe meunyala

(Terj: Di padang mahsyar luas tak terkira. Beribu tahun perjalanan menggunakan onta. Panas matahari begitu panasnya, tiada satupun pepohonan. Di atas kepala, matahari itu menyala).

Terasa sekali, pori-pori dada seakan terbuka serasa sebuah goa. Sehingga nyanyian itu menggema dan bersahut-sahutan di kalbu. Itu yang menjadi kelebihan penyanyi yang juga seorang guru madrasah ini. Selain ia dikenal sebagai penyanyi yang tidak pernah tertarik untuk meng copy-paste irama-irama lagu luar baik dari India atau mana saja seperti yang kerap dilakukan pedangdut.

Tak heran, pada berbagai show yang ia lakukan bersama grup bandnya, Kande Band, selalu saja mampu menarik minat masyarakat Aceh untuk beramai-ramai bisa berhadir. Sekalipun hujan, masyarakat tetap dengan setia memelototi sambil membuka telinga lebar-lebar atas aksi panggungnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun